Post FILSAFAT Skolastik

(1)

FILSAFAT SKOLASTIK

Filsafat Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.

Filsafat mereka disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.Masa skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yanag berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.

Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai berikut.

a. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai dari kebudayaan abad pertengahan yang relegius.

b. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat aeda, kajasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncullah istilah skolastik yahudi, skolastik arab, dan lainnya.

c. Filsafat skolastik adalah suatu system filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan di masukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.

d. Filsafat skolastik adalah filsafat nasrani karena banyak di pengaruhi oleh ajaran gereja. Filsafat skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa factor berikut.

Factor Relegius

Factor relegius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang di maksud dengan factor relegius adalah keadaan lingkungan saat ini yang berperikehidupan relegius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tahan suci yarussalem, dunia ini bagaikan Negara asing sebagai tempat pembuangan limbah air mata


(2)

saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehinggaharus di tolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang di lakukan (diwariskan) oleh adam, mereka juga berkeyakina bahwa isa anak tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberikan pengampunan sekaligus menolong. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat menolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang di jadikan dasar pemikiran filsafatnya.

Factor ilmu pengetahuan

Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupyakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya di ambil dari para penulis Latin, Arab(islam), dan yunani.

Masa Stolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu : 1. Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200; 2. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300; 3. Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450; 1. Skolastik Awal

Sejak abad ke-5 hingga ke-8 masehi, pemikiran filsafat pratistik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini di sebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap romawi sehingga kerajaan romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah di bangun selama berabad-abad.

Berikut pada abad ke-8 masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung(742-814) dapat memberikan ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampak-nampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecemaerlangngan abad pertengahan, di mana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.

Saat ini merupakan zaman baru bagi bangsa eropa. Hal ini di tandai dengan skolastik yang di dalamnya banyak di upayakan pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya dibiara italia selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke jerman dan belanda.


(3)

Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberals, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan music.

Di antara tokoh-tokoh adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815-870), Peter Lombard (1100-1160), John Salis-bury (1115-1180), Peter Abaelardus (1079-1180).

Peter Abaelardus (1079-1180).

Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli piker dan penjabat gareja. Ia termasuk, orang konseptualisme dan serjana terkenal dalam sastra romantic, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukkan kekuatan iman. Iman harus mau di dahulukan akal. Yang harus di percayakan adalah apa yang telah di setujui atau dapat di terima oleh akal.

Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berfikir harus sejalan dengan iman, abaelardus memberikan alas an bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu di tunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam reologi itu iman hamper kehilangan tempat. Ia memcontohkan, seperti ajaran trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu tuhan.

2. Skolastik Puncak

Masa ini merupakan kajayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini juga di sebut masa berbunga. Masa ini di tandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Berikut ini beberapa factor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya.

a. Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.


(4)

b. Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lainnya.

c. Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pegetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya memengang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.

Upaya Kristenisasi Ajaran Aristoteles

Pada mulanya hanya sebagian ahli piker yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles, hal ini di di sebabkan oleh adanya sesuatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai di kenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli piker Arab (islam). Hal ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen. Keadaan yang demikian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih di ajarkan di fakultas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran yang penting dan harus di pelajari.

Untuk menghindari adanya pencemaran tersebut di atas (dari ahli pikir arab atau islam), Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahasa latinnya. Juga, bagian-bagian ajaran aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen dig anti dengan teori-teori yang baru bersumber pada ajaran Aristoteles dan di selaraskan dengn ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles telah di selaraskan dengan ajaran ilmiah(suatu sintesis antara kepercayaan dan akal).

Upaya Thomas Aquinas ini sangat berhasil dengan terbitnya sebuah buku Summa Theologiae dan sekaligus merupakan bukti bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat mempengaruhi seluruh perkembangan Skolastik.


(5)

Di samping sebagai biarawan, Albertus Magnus juga di kenal cendakiawan abad pertengahan. Dia lahir dengan nama Albert von Bollstant yang juga di kenal sebagai “dokter universalis” dan “dokter magnus”, kemudian nama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas padua ia belajar artes liberals, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat aristoteles, belajar teologi di bologna, dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.

Terakhir dia di angkat sebagai uskup angung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitiandalam ilmu biologi dan ilmu kimia.

Thomas Aquinas (1203-1280)

Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Di samping sebagai ahli pikir ia juga seorang dokter gereja bangsa italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli, italia. Dia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme, salah seorang suci gereja katolik romawi dan pendiri aliran yang di nyatakan menjadi filsafat resmi gereja katolik. Tahun 1245 belajar pada Abertus magnus. Pada tahun 1250 menjadi guru besar dalam ilmu agama di prancis dan tahun 1259 menjadi juru besar dan penasihat istana paus.

Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolastisisme pada abad pertengahan.

Ia berusaha untuk membuktikan bahwa iman Kristen secara penuh dapat di benarkan dengan pemikiran yang logis. Ia telah menerima pemikiran aristoteles sebagai otoritas tertinggi pemikiran yang logis.

Menurut pendapatnya, semua kebenaran berasal dari tuhan. Kebenaran di ungkapkan dengan cara yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukuk alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara


(6)

pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman di ungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan pikir.

Thomas Aquinas telah menafsirkan pandangan bahwa tuhan sebagaia Tukang Boyong yang tidak berubah dan yang tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah menciptakan dunia, tetapi zat dan pemikirannya tetap abadi.

Selanjutnya ia katakan nahwa iman itu lebih tinggi dan berada diluar pemikiran yang berkenaan sifat tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang actual dan praktis dari gagasannya adalah “ pemikirannya dan kepercayaanya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus di terima oleh orang-orang lain”. Pandangannya inilah yang menjadikan prlawanan kaum Protestan karena sikapnya yang otoriter.

Thomas sendiri menyadari nahwa tidak dapat menghilangkan unsure-unsur aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran aristoteles, tetepi system pemikirannya berbeda. Masuknua unsure Aristoteles ini didorong oleh kebijakan pimpinan gereja Paus Urbanus V (1366) yang memberikan angin segar untuk kemajuan filsafat. Kemudian tomas mengadakan langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah pertama, Thomas menyuruh teman sealiran Willem Van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari yunani. Hal ini untuk melawan Aristotelianisme yang berorientasi pada Ibnu Rusyd, dan upaya ini mendapatkan dukungan dari siger Van Brabant.

Langah kedua, pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan apa yang di anggap Kristen bertentangan sebagai firman aristoteles, tetapi di upayakan selaas dengan ajaran Kristen.

Langkah ketiga, ajaran Aristoteles yang telah di kristenkan di pakai untuk membuat sintesis yang lebih bercorak ilmiah (sintesis dedukatif antara iamn dan akal). System barunya itu untuk menyusun Sumina Theologie.


(7)

3. Skolastik Akhir

masa ini di tandai dengan adanya rsa jmu terhadap segala macsm pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sihingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Di antara tokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285-1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).

William Ockham (1285-1349)

Ia merupakan ahli pikir inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan paus john XXII, ia di penjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diri dan mencari perlindungan pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dan mendalilkan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.

Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan Abstraksi buatan tanpa kenyataan.pemikiran yang demikian ini, dapat di lalui hanya lewat intuisi, bukan lewat loika. Disamping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan dokrin deologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus John XXII.

Nicolas Cusasus (1401-1464)

Ia sebagai tokoh pemikiran yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, pendapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal, dan intuisi. Dengan indra kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasarkan pada sajian atau tanggapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita


(8)

akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat di persatukan. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat di ketahui.

Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat di ketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah di harapkan akan sampai pada kenyataanya, yaitu suatu tempat di mana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini sebagian upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang di buat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah pada masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.

4. Skolastik Arab(Islam)

Dalam bukunya, Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah skolastik islam jarang di pakai di kalangan ummat islam. Istilah yang biasa di pakai adalah ilmu kalam, atau filsafat islam. Dalam pembahasan antara ilmu kalam dan filsafat islam biasanya di pisahkan.

Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli pikir islam (pemikiran Arab atau Islam pada masa skolastik), yaitu A-Farabi, Ibnu Sina, Al-kindi,Ibnu Rusyd. Peranan para ahli pikir tersebut besar sekali, yaitu sebagai berikut.

a. Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang barad belum pernah mengenal filsafat Aristoteles sehingga hanya di kenal buku Logika Aristoteles.

b. Orang-orang barat itu mengenal aristoteles berkat tulisan dari para ahli pikir islam, terutama dari Ibnu Rusyd, sehingga Ibnu Rusyd di katakana sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik Latin.

c. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan skolastik Latin Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, tetepi para ahli pikir islam tersebut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa, yaitu dalam bidang pengetahuan. Para ahli pikir islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar,


(9)

plato dan Al- Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar.

Dengan demikian, dalam pembahasan skolastik islam terbagi menjadi dua periode, yaitu :

a. Periode mutakallimin (700-900) b. Periode Filsafat Islam (850-1200).

Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir islam atas kemajuan dan peradaban barat sengaja di sembunyikan karena mereka (barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para pikir islam itu dalam mengantarkan kemoderenan Barat.


(10)

FILSAFAT SKEPTISISME

Skepisisme berasal dari kata ‘’ skeptik’’ yang artinya kesangsian atau ragu – ragu. Pada buku Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan, bahwa skeptisisme berasal dari kata Yunani yaitu ‘’ skeptomai’’ bermakna ‘’ saya pikirkan dengan seksama atau saya lihat dengan teliti. Kata tersebut dimaknai bahwa skeptisime merupakan sebuah teori yang didasarkan sikap keragu – raguan dalam menerima kebenaran. Jadi setiap individu tidak mudah terpengaruh atau cepat mengambil keputusan yakni menerima kebenaran yang sudah ada. Jika dikaitkan dalam ajaran agama islam yaitu tidak dianjurkannya seseorang bersuudzon kepada orang lain sebelum bukti kebenaran dapat diterima. Di dalam agama islam pun melarang kepada setiap umat muslim terhadap sikap tersebut. Dikarenakan perbuatan demikian mendekati fitnah yang dapat mendorong kearah perbuatan keji. Oleh karena itu, tiap – tiap umat dianjurkan terlebih dahulu mengambil sikap ragu ‘’ skeptis’’ dalam menerima pernyataan.sebab manusia merupakan makhluh Tuhan yang memiliki keterbatasan dalam mengetahui kebenaran secara praktis. Namun manusia membutuhkan pengujian, penyelidikan tentang pengetahuan yang mempunyai kevaliditasnya dapat dipercaya ( pengetahuan tersebut benar ).

A. Teori Skeptisisme

Semakin seseorang dapat meragukan pengetahuan atau pernyataan bahwa pernyataan tersebut salah. Maka semakin besar kesempatan seseorang tersebut mendapatkan dan mengetahui kebenaran dari pernyataan demikian.

Skeptisisme mengajarkan bahwa untuk mendapatkan suatu kebahagiaan maka seseorang tersebut harus bijaksana. Orang yan bijaksana akan tenang dalam hidupnya sehingga ia tidak mudah mengambil keputusan, menjauhkan dia dari sikap kekeliruan dalam kehidupannya. Jadi seseorang dianjurkan untuk selalu meragukan semua hal, agar terhindar dari kesalahan sekecil apapun.

Kesulitan dalam skeptisisme adalah sikap ragu – ragu terhadap segala hal sebenarnya tidak mungkin, jika seseorang selalu ragu tentang semua hal. Maka ia tidak akan ragu – ragu lagi terhadap kaeragu – raguan itu. dengan demikian ia pasti ragu – ragu, jadi ada kepastian padanya .


(11)

 Menurut Arcesilaus ( 315 – 241 ) dan Carneades ( 214 – 129 ) bahwa tidak ada pernyataan yang pasti mengenai apa yang sedang terjadi selain apa yang secara langsung dialami.

Jadi menurut aliran ini mereka tidak akan mempercayai kebenaran yang sudah ada, sebelum mereka mengalami sesuatu tersebut yang bisa mereka anggap bahwa sesuatu tersebut mengandung kebenaran. meskipun sebagian besar orang telah mempercayai sesuatu tersebut sebagai hal yang mengandung kebenaran.

Contoh : pada umumnya, sebagian besar menganggap bahwa bakso solo merupakan makanan yang lezat. Aliran ini akan mempercayainya jika mereka sudah mencoba mencicipi bakso tersebut. Kemudian mereka akan dapat mengambil kesimpulan dari hasil pengalamannya mencicipi bakso tersebut.

 Menurut Pyrro dari Elis ( 360 – 270 ) dan Sextus Empiricus ( sekitar tahun 250 M ) bahwa pengetahuan mengenai apa yang tidak secara langsung dialami dan mengenai apa yang tidak langsung jelas denagan sendirinya, itu tidak mungkin. Namun menurut mereka bahwa diperlukannya menangguhkan penilaian dan keputusan setiap individu terhadap ajaran tentang hakikat kenyataan. Selain itu, menurut mereka bahwa manusia lebih baik hidup menurut apa yang tampak saja dan berusaha memelihara ketenangan pikiran.

B. Metode Skeptisisme

Pengetahuan tentang kebenaran pada teori aliran skeptisisme terbagi menjadi beberapa metode yang dikembangkan oleh Descrates, diantaranya :

 Meragukan segala sesuatu yang selama ini diterima sebagai suatu kebenaran

 Mengklasifikasikan persoalan dari hal yang sederhana kepada hal yang rumit


(12)

 Melakukan pemecahan masalah dari hal yang rumit kepada hal yang paling rumit

 Memeriksa kembali secara menyeluruh agar terhindar dari kekeliruan atau terdapat hal – hal yang masih tersisa

Jadi dalam metode yang diterapkan oleh Descrates, kebenaran diperoleh dengan sikap ragu. Semakin seseorang meragukan pernyataan atau pengetahuan yang mengandung kebenaran tidak serta-merta diterima namun diperlukan pengklasifikasian persoalan dari hal yang sederhana hingga batas maksimal ( paling rumit ), dari persoalan yang telah di dapat akan dilakukan pemecahan permasalahannya. Setelah didapat pemecahannya maka permasalahan tersebut diperiksa kembali hingga tidak ada celah ( kekeliruan ) sedikit pun.

o Contoh Menerapkan Metode Skeptis dalam Kajian Ilmu Dakwah atau Filsafat Dakwah

o Pernyataan : Filsafat dakwah adalah pemikiran mendalam dan konsepsional yang menggunakan metode kefilsafatan yang relevan untuk memahami usaha merealisasikan ajaran islam dalam daratan kehidupan manusia melalui strategi, metode, dan system yang relevan dengan mempertimbangkan aspek religio, politik, cultural, sosio, psikologis individu atau masyarakat. Oleh karena itu, filsafat dakwah dapat dipergunakan sebagai tambahan mata kuliah di fakultas dakwah.

o

o Pemecahan Masalah : kita dalam menyikapi pernyataan tersebut diawali dengan sikap ragu. Kita tidak boleh mempercayainya karena masih diperlukannya sebuah referensi dan bukti ‘’ apakah filsafat dakwah merupakan usaha merealisasikan agama islam dan masihkah kita membutuhkan pengetahuan tentang filsafat dakwah untuk ajarkan di Fakultas Dakwah’’. Namun kenyataannya ilmu tersebut sedikit memberikan peranan penting untuk merealisasikan ajaran agama islam. Terbukti masih ditemukannya maha siswa Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya khususnya, di Fakultas Dakwah yang berbuat mendekati zina ( pacaran ). Padahal ilmu tersebut telah diajarkan bahkan sudah melekat di pikiran setiap maha siswa, bahwa di dalam filsafat dakwah sudah diajarkan untuk menjadi manusia seutuhnya dengan meneladani sebuah metode


(13)

sikap dalam filsafat dakwah ( epistemology ) tersebut. Meskipun demikian, kita masih tetap mengklasifikasi permasalahan tersebut. Untuk dapat mengetahui faktor penyebab permasalahan itu dapat terjadi, ‘’ apakah ilmu, penyampaian, maha siswanya yang salah dalam mengimplementasikan kepada kehidupan sehari – hari. Setelah itu, akan didapat sebuah kesimpulan dan ternyata bukan llmu tersebut yang patut disalahkan namun pengimplementasi dari para maha siswa yang mengalami suatu kekeliruan.

C. Macam – Macam Skeptisisme

Skeptisisme terbagi menjadi beberapa macam di antaranya sebagai berikut : 1. Skeptisisme mutlak atau universal

Merupakan bentuk skeptisisme yang secara mutlak mengingkari kemungkinan manusia untuk mengetahui kebenaran. Jenis skeptisisme yang mengingkari kemungkinan manusia untuk mengetahui dan meragukan semua jenis pengetahuan dalam kenyataannya tidak ada seorang pun yang sependapat dengan argument tersebut. Dikarenakan manusia merupakan makhluk intelegensi ( berpikir ) yang dibekali Tuhan semenjak di dalam rahim seorang ibu. Oleh karena itu, sangat mustahil manusia tidak bisa mencapai hakikat kebenaran yang telah diketahuinya. Jika ada seseorang yang sepaham dengan argument tersebut, berarti dia telah merendahkan dirinya sendiri ke dalam lubang kebodohannya. Dikarenakan dia tidak mempercayai kemampuannya untuk dapat mengetahui kebenaran.

Kaum skeptik di jaman Yunani kuno rupanya masih mengecualikan proposisi mengenai apa yang tampak atau langsung dialami dari lingkup keraguannya. Menurut Socrates bahwa kaum skeptic atau sofis telah mengingkari pernyataannya sendiri. Dikarenakan dalam teorinya ( secara eksplisit ) mereka menegaskan kebenaran mengenai pernyataan tersebut. Namun dalam prakteknya atau secara implisit mereka mengingkarinya. Sehingga dapat dikatakan mereka ragu terhadap pernyataan yang telah mereka yakini.

2. Skeptisisme Nisbi atau Partikular

Merupakan bentuk skeptisisme yang secara menyeluruh tidak meragukan sesuatu hal. Namun hanya meragukan kemampuan manusia untuk mengetahui dengan pasti dan


(14)

memberikan dasar pembenaran yang tidak diragukan tentang pengetahuan dalam bidang tertentu. Paham skeptisisme ini masih dianut oleh sebagian besar orang karena tidak bertentangan dengan kodrat manusia sebagai makhluk inteligensi ( cerdas ). Meskipun demikian manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan dalam menentukan kebenaran. Oleh karena itu, pengetahuan yang didapatnya, masih diperlukan pengevaluasi dan diteliti kembali untuk menghindari kesalahan yang dapat terjadi.

D. Tokoh – Tokoh Aliran Skeptisisme

Tokoh – tokoh aliran skeptisisme diantaranya sebagai berikut : 1. Democritus

2. Protagoras 3. Phyrro 4. Montaigne 5. Charron 6. Bayle 7. Nietze

8. Spengler dan lain-lain

EMPIRISME

A. Pengertian Empirisme

Beberapa pemahaman tentang pengertian empirisme cukup beragam, namun intinya adalah pengalaman. Di antara pemahaman tersebut antara lain: Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa


(15)

fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.

Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) yang berarti pengalaman Sementara menurut A.R. Laceyberdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yangberpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkankepada pengalaman yang menggunakan indera.

Para penganut aliran empiris dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut aliran rasionalisme. Mereka menentang pendapat-pendapat para penganut rasionalisme yang didasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Menurut pendapat penganut empirisme, metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori tetapi posteriori, yaitu metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya kemudian.

Bagi penganut empirisme sumber pengetahuan yang memadai itu adalah pengalaman. Yang dimaksud dengan pengalaman disini adalah pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan pengalaman bathin yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan atau data yang diperoleh melalui pengalaman.

B. Ajaran-ajaran pokok Empirisme

Ajaran-ajaran pokok Empirisme Yaitu:

a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.

b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.

c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.

d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).

e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.


(16)

f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

C. Beberapa Jenis Emperisme 1. Empirio-Kritisisme

Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.

2. Empirisme Logis

Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut: a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan

induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.

b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak

mengandung makna. 3. Empiris Radikal

Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar


(17)

untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

Metode filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh metode filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.

D. Tokoh-tokoh Empirisme

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

1. John Locke

John Locke lahir di Wrington Kota Somerset Inggris tahun 1632 (meninggal tahun 1704). Bapaknya seorang pengacara dan tuan tanah. Locke belajar di Oxford tempat ia memperoleh gelar BA dan M.A, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di bidang ilmu kedokteran pada tahun 1667 dan menjadi sekretaris dan dokter pribadi Earl Shaftesbury pertama, pemimpin partai Whing. Selanjutnya Locke menduduki beberapa jabatan publik penting yang memberikannya kesempatan untuk mengamati secara langsung realitas dan konspirasi politik di negaranya. Karena gangguan kesehatan, Locke pindah ke Perancis selama empat tahun, dan pada saat itu beliau mengembangkan pemikiran filsafat politiknya. Setelah kembali dari Perancis, Shaftesbury terlibat makar menentang raja dan terpaksa meninggalkan negara. Meskipun Locke tidak terlibat dalam konspirasi itu, namun ia tetap dituduh dan terpaksa mengasingkan diri di Holland. Memasuki awal tahun 1689, di saat kasus makar yang melibatkan Shaftesbury selesai, ia kembali ke Inggris dan pada tahun 1690 Locke menerbitkan karya utamanya tentang politik, Two Treatises of


(18)

Government, sebuah karya yang sering disebut sebagai ‘Bibel’ liberalisme modern, menguraikan tentang perubahan masyarakat sampai terbentuknya sebuah negara.

Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke : "Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi." Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiris).

John Locke dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat, “Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima.

Bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi. Inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah, Locke mempergunakannya sebagai titik tolak dalam ia menjelaskan perkembangan pikiran manusia.

2. David Hume

David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia pun menempuh pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum, tetapi Hume hanya menyenangi filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak, ia pindah ke La Flèche, Prancis (tempat di mana Descartes menempuh pendidikan). Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di Prancis.


(19)

Sebagaimana Descartes, Hume juga meninggalkan banyak tulisan, yaitu : A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning the Principles of Morals, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783. Perlu dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An Enquiry Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise of Human Nature.

Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak dan pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi epistemologis yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia yang meninggalkan cita-cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlak dan pasti tersebut, salah satunya adalah Empirisme.

Kaum empiris berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume seperti layaknya filosof Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi”.

Hume melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas inderanya. Kesan maupun ide, menurut Hume, dapat sederhana maupun kompleks.

Sebuah ide sederhana merupakan perpanjangan dari kesan sederhana. Begitu pula ide kompleks merupakan kelanjutan dari kesan kompleks. Tapi, dari ide kompleks dapat diturunkan menjadi ide sederhana. Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasarkan tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu kalau


(20)

kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang diakibatkannya. Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan dengan kesan. Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas realitas, maka ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman inderawi.

Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.

Dalam pemikiran David Hume yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas.

Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun


(21)

dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain hanyalah "a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)".

Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya (alam) untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya, pengetahuan yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi pancaindra selain daripadanya adalah bukan kebenaran (baca omong kosong). Dan mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim (pengetahuan) atas perkara dibalik penampakan (noumena) baik melalui pengalaman faktual maupun prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas persentuhan alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat tercerap secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan sumbernya.

Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin.

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya


(22)

akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.

Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.

E. Telaah Kritis atas Pemikiran Filsafat Empirisme

Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr. Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu: 1. Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan

indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.

2. Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.

3. Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah.

4. Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan.

Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang


(23)

dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial.

RESAINANCE

A. Pengertian Renaisans / Renaissance

Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16.

Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Jules Michelet,kemudian dikembangkan oleh J.Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia sebagai periode yang di lawankan dengan periode Abad Pertengahan. Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang di mulai di Italia, kemudian di Francis, Spanyol, dan selanjutnya hingga meyebar ke seluruh eropa.

Abad Pertengahan adalah abad ketika alam pikiran di kungkung oleh Gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat di batasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat di katakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif dalam perenungan mencari alternatif itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak di kungkung sehingga sains berkembang yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi.Kondisi seperti itulah yang hendak di hidupkan kembali.

Pada pertengahan abad ke-14, di Italia muncul gerakan pembaruan di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang dipelopori oleh kaum humanis Italia. Tujuan utama gerakan ini adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Gerakan ini berusaha meyakinkan Gereja bahwa sifat pikiran-pikiran klasik itu tidak dapat binasa. Dengan


(24)

memanfaatkan kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka berupaya menyatukan kembali Gereja yang terpecah-pecah dalam banyak sekte. Tidak dapat di nafikan bahwa pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya para filosof Yunani dan Latin, namun apa yang telah di lakukan oleh orang pada masa itu berbeda dengan apa yang di inginkan dan di lakukan oleh kaum humanis. Para humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya kepustakaan yang baik dan mengikuti.kultur klasik Yunani

Para humanis pada umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa wahyu manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian dapat di katakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah.

Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat. Zaman Renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir seperti pada zaman Yunani kuno.

Manusia di kenal sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak di dasarkan atas campur tangan ilahi. Saat itu manusia Barat mulia berpikir secara baru dan berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah mengungkung kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.

Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia kurang di hargai kemanusiaannya. Kebenaran di ukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut ukuran yang di buat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut akhirnya agama Kristen semakin di


(25)

tinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual.

B. Karakteristik Renaissance

Renaissance merupakan titik awal dari sebuah peradaban modern di Eropa. Essensi dari semangat Renaissance salah satunya adalah pandangan manusia bukan hanya memikirkan nasib di akhirat seperti semangat Abad Tengah, tetapi mereka harus memikirkan hidupnya di dunia ini. Renaissance menjadikan manusia lahir ke dunia untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia ini baru setelah itu menengadah ke surga. Nasib manusia di tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah takdir Allah melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh kekuatan manusia dengan akal budi, otonomi dan bakat-baktnya. Manusia bukan budak melainkan majikan atas dirinya. Inilah semangat humanis, semangat manusia baru yang oleh Cicero dikatakan dapat dipelajari melalui bidang sastra, filsafat, retorika, sejarah dan hukum.

Dengan semakin kuatnya Renaissance sekularisasi berjalan makin kuat. Hal ini menyebabkan agama semakin diremehkan bahkan kadang digunakan untuk kepentingan sekulerisasi itu sendiri. Semboyan mereka “religion was not highest expression of human values”. Bahkan salah seorang yang dilukiskan sebagai manusia ideal renaissance Leon Batista Alberti (1404-1472), secara tegas berani mengatakan “Man can do all things if they will”. Renaissance mengajarkan kepada manusia untuk memanfaatkan kemampuan dan pengetahuannya bagi pelayanan kepada sesama. Manusia hendaknya menjalani kehidupan secara aktif memikirkan kepentingan umum bukan hidup bersenang-senang dalam belenggu moral dan ilmu pengetahuan di menara gading. Manusia harus berperan aktif dalam kehidupan, bukan sifat pasif seraya pasrah pada takdir. Namun, manusia menjadi pusat segala hal dalam kehidupan atau Antoposentrisme.

Manusia renaissance harus berani memuji dirinya sendiri, mengutamakan kemampuannya dalam berfikir dan bertindak secara bertanggung jawab, menghasilkan karya seni dan mengarahkan nasibnya kepada sesama. Keinginan manusia untuk menonjolkan diri baik dari keindahan jasmani maupun kemampuan


(26)

intelektual-intelektualnya. Keinginannya itu dituangkan dalam berbagai karya seni sastra, seni lukis, seni pahat, seni music dan lain-lain. Ekspresi daya kemampuan manusia terus berkembang sampai saat ini sehingga di zaman modern ini pun tidak ada lagi segi kehidupan manusia yang tidak ditonjolkan.

C. Tokoh-Tokoh Renaissance

Beberapa tokoh yang menurut mempunyai peranan penting dalam renaissance. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:

a. Dante Alighiere (1265-1321)

Dante lahir pada tanggal 21 Mei 1265 di Firenze, berasala dari keluarga kaya raya. Dia pernah menjadi prajurit Firenze, ingin negaranya dapat merdeka dari pengaruh tiga kerajaan yang lebih besar yaitu Kepausan, Spanyol dan Perancis. Dante mulai menjadi pengkritik dan penentang atoritas moral Kepausan yang dinilai tidak adil dan tidak bermoral. Puncaknya dia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul De Monarchia (On Monarchy) yang berisi tentang kedudukan dan keabsahan Sri Paus sebagai pemimpin spiritual tertinggi Gereja Katolik, mengapa sekaligus menjadi raja dunia (Kerajaan Kepausan) yang otoriter. Hasil karya Dante antaral lain adalah La Vita Nuova (The New Life) berisi tentang gambaran pertumbuhan cinta manusia. Comedia yang ditulis ketika dia berada dalam pengasingan panjang di Revenna. Buku ini berisi tentang perjalanan jiwa manusia yang penuh kepedihan dalam perjalanan dari dunia ke alam gaib. Tokoh utamanya adalah Virgilius (nama sastrawan dari zaman Romawi kuno) yang setelah kematiannya harus melewati tiga fase yaitu inferno (neraka), purgatoria (pembersih jiwa), dan paradiso (surga).

b. Lorenzo Valla (1405-1457)

Lahir di Roma pada tahun 1405 dari keluarga ahli hukum. Salah satu ungkapannya yang sangat terkenal adalah “Mengorbankan hidup demi kebenaran dan keadilan adalah jalan menuju kebajikan tertinggi, kehormatan tertinggi dan pahal tertinggi”. Hasil


(27)

karyanya antara lain adalah De volupte (kesenangan) yang terbit pada tahun 1440, yang berisi kekagumannya pada etika Stoisisme yang mengajarkan pentingnya manusia itu mati raga (askese) dalam rangka mendapatkan keselamatan jiwa. Buku yang berjudul De Libero erbitrio (keinginan bebas) yang mengatakan individualitas manusia berakar pada kebesaran dan keunikan manusia, khususnya kebebasan sehingga kehendak awal Sang Pencipta tidak membatasi perbuatan bebas manusia dan tidak meniadakan peran kreatif manusia dalam sejarahnya. Judul buku De falso credita et ementita Constantini donation declamation berisi tentang donasi hadiah kepada Sri Paus oleh Kaisar Constantinus sebenarnya palsu sebab dari sudut bahasa donasi itu jelas bukan gaya bahasa abad ke4 melainkan abd ke-8.

c. Niccolo Machiavelli (1469-1527)

Filosof politik Italia, Niccolo Machiavelli lahir tahun 1469 di Florence, Italia. Ayahnya, seorang ahli hukum. Pada usia 29 tahun Machiavelli memperoleh kedudukan tinggi di pemerintahan sipil Florence. Selama empat belas tahun sesudah itu dia mengabdi kepada Republik Florentine dan terlibat dalam berbagai missi diplomatik atas namanya, melakukan perjalanan ke Perancis, Jerman, dan di dalam negeri Italia.

Hasil karyanya yang paling masyhur adalah The Prince, (Sang Pangeran) ditulis tahun 1513, dan The Discourses upon the First Ten Books of Titus Livius (Pembicaraan terhadap sepuluh buku pertama Titus Livius). Diantara karya-karya lainnya adalah The art of war (seni berperang), A History of Florence (sejarah Florence) dan La Mandragola (suatu drama yang bagus, kadang-kadang masih dipanggungkan orang). Tetapi, karya pokoknya yang terkenal adalah The Prince (Sang Pangeran), mungkin yang paling brilian yang pernah ditulisnya dan memang paling mudah dibaca dari semua tulisan filosofis. Machiavelli kawin dan punya enam anak. Dia meninggal dunia tahun 1527 pada umur lima puluh delapan.

d. Boccacio (1313-1375)

Giovani Boccacio lahir di Certaldo, Italia tahun 1313 dari seorang pedangang yang berasal dari Firenze. Hasil karyanya antara lain cerita epos seperti Thebaid atau Aenid, prosa seperti Ameto, puisi seperti Amoroso Visione dan Ninfale Fiesolan. Puncak


(28)

karyanya Decamerome, karya sastra lainnya De genealogis deorum gentilium (On The Genealogy of God) yang tersusun dalam 15 jilid.

e. Francesco Petrarca (1304-1374)

Lahir pada 20 Juli 130 di Tuscan. Ia belajar hukum di Montpellier dan melanjutkan ke Universitas Bologna. Namun, ia lebih tertarik pada seni sastra dan seni lukis. Dia seorang humanis yang mengagumi hal-hal yang serba naturalis, polos dan apa adanya. Salah satu ungkapannya pada alam dituangkan dalam karya lukis yang diberi nama Ikaros.

f. Desiderius Erasmus (1466-1536)

Eramus lahir pada 27 Oktober 1466 di Gouda. Ibunya bernama Margaret. Setelah lulus dari Sekolah Atas ia melanjutkan ke biara Agustin di Styn hingga menjadi pastor kemudian melanjutkan ke Universitas Paris.

D. Dampak Renaissance

Sumbangan Renaissance Kepada Eropa :

a. Kemunculan aliran pemikiran yang mementingkan kebebasan akal seperti alirn baru Eropah hingga abad ke 18 seperti Humanisme, rasionalisme, nasionalisme dan absolutisme berani mempersoalkan kepercayaan dan cara pemikiran lama yang diamalkan selama ini secara langsung melemhkan kekuasaan golongan feudal.

b. Itali telah menjadi pusat ilmu yang terkenal di Eropah pada abad ke 15. Hal ini terjadi apabila Kota constntinople dikuasai oleh Islam telah jatuh ke tangan orang Barat pada tahun 1453. Keadaan ini telah menyebabkan ramai para ilmuan Islam berhijrah ke pusat-pusat perdagangan di Itali. Ini menyebabkan Itali menjadi pusat-pusat intelektual terkenal di Eropah pada masa itu.

c. Renaissance telah membentuk masyarakat perdagangan yang berdaya maju.Keadaan ini telah melemahkan kedudukan dn kekuasaan golongan feudal yang sentiasa berusaha menyekat perkembangan ilmu dan masyarakat di Eropah.


(29)

d. Melahirkan tokoh-tokoh pemikir seperti Leonardo de Vinci yang terkenal sebagi pelukis, pemuzik dan ahli falsafah serta jurutera. Michelangelo merupakan tokoh seni, arkitek, jurutera, penyair dan ahli anotomi.

e. Melahirkan ahli-ahli sains terkenal seperti Copernicus dan Galileo.Melahirkan ahli matematik seperti Tartaglia dan Cardan yang berusaha menghuraikan persamaan ganda tiga. Tartaglia orang pertama yang menggunakan konsep matematik dalam ketenteraan iaitu mengukur tembakan peluru mariam. Cardan terlibat dalam penghasilan ilmu algebra. f. Selain itu, Renaissance telah melahirkan tokoh-tokoh perubatan di Eropah.Antara tokoh perubatan terkenal iaitu William Harvey yang telah memberi sumbangan dalam kajian peredaran darah.

g. Renaissance telah melahirkan masyarakat yang lebih progresif dan wujud semangat inquiri sehingga membawa kepada aktiviti penjelajahan dan penerokaan.

E. Humanisme

Pada masa Renaissance muncul aliran yang menetapkan kebenaran berpusat pada manusia, yang kemudian disebut dengan humanisme. aliran ini lahir disebabkan kekuasaan gereja yang telah menafikan berbagai penemuan manusia, bahkan dengan doktrin dan kekuasaannya, gereja telah meredam para filosof dan ilmuwan yang dipandang dengan penemuan ilmiahnya telah mengingkari kitab suci yang selama ini diacu oleh kaum kristiani.

Humanisme, menurut Ali Syariati (1992 : 39), berkaitan dengan eksistensi manusia, bagian dari aliran filsafat yang menyaakan bahwa tujuan pokok dari segala sesuatu adalah kesempurnaan manusia. aliran ini memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya.

Ada empat aliran yang mengklaim sebagai bagian dari humanisme, yaitu : (1) liberalisme barat; (2)marxisme; (3) eksistensialisme; dan (4) agama. liberalisme barat menyatakan diri sebagai pewaris asli filsafat dan peradaban humanisme dalam sejarah, yang dipandangnya sebagai aliran pemikiran peradaban yang dimulai dari Yunani Kuno dan mencapai puncak kematangan kesempurnaan relatif pada Eropa modern.


(30)

Teori humanisme barat dibangun atas asas yang sama yang dimiliki oleh mitologi Yunani Kuno bahwa antara langit dan bumi, alam dewa-dewa dan alam manusia, terdapat pertentangan dan peraturan, sampai-sampai muncul kebencian dan kedengkian antara keduanya. para dewa adalah kekuatan yang memusuhi manusia. seluruh perbuatan dan kesadarannya ditegakkan atas kekuasaannya yang lazim terhadap manusia yang dibelenggu oleh kelemahan dan kebodohannya. Tentu saja hubungan yang bercorak permusuhan seperti ini, sepenuhnya wajar dan logis. dan dari satu sisi bisa dikatakan benar dan sepenuhnya sahih. sebab, dewa-dewa dalam mitologi Yunani adalah penguasa segala sesuatu, dan manifestasi dari kekuatan fisik yang terdapat di alam semesta:laut, sungai, bumi, hujan, keindahan, kekuatan jasmani, kemakmuran ekonomi, gempa, penyakit, kelaparan, dan kematian. (Ali Syariati, 1992 : 40).

Di bawah komando keluarga Medici atau setidaknya pada zaman merekalah para humanis mulai menarik perhatian dan mewarnai opini masyarakat Italia. Kaum humanis menggiring perhatian rakyat dari agama ke filsafat dan dari langit ke bumi. Kekayaan pikiran dan seni masa-masa kesyirikan dikembalikan kepada sebuah generasi yang terpukau. Sejak zaman Ariosto Ludovico, orang-orang yang gila ilmu pengetahuan ini mulai tenar dengan nama kaum humanis, sebab mereka membaca telaah kebudayaan klasik tentang humanitas (berkaitan dengan dunia manusia) atau humanuras (kesusasteraan yang lebih manusiawi, dan bukan berarti kesusasteraan yang lebih berprikemanusiaan, melainkan berarti kesusasteraan yang lebih banyak berkaitan dengan dunia manusia). Jadi, tema kajian yang paling tepat ialah manusia itu sendiri dengan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, dan keindahan jasmani dengan segala kesenangan dan penderitaan panca indera dan perasaannya dan dengan segala kekuatan akalnya yang menakjubkan. Poin-poin inilah yang mendapat perhatian penuh seperti yang pernah terjadi dalam kesusasteraan dan seni Yunani dan Romawi kuno.

Erasmus adalah salah seorang pelopor humanisme yang telah melakukan reformasi keagamaan dalam menghadapi eksklusivitas dan monopoli para elit gereja. Dia berjuang keras untuk menghapus peranan para penguasa gereja sebagai perantara antara Tuhan dan manusia.Erasmus berpendapat bahwa kitab suci harus disosialisasikan kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah. Dia mengecam keras penyimpangan-penyimpangan teologis yang dilakukan kalangan ahli, yaitu para elit gereja. Dia mengatakan, “Dunia berada


(31)

dibawah kekuasaan para rahib yang bergaya pengemis. Walaupun mereka adalah abdi-abdi istana Roma, namun kekuatan dan jumlah mereka yang cukup banyak telah membuat takut pribadi Paus dan bahkan para raja. Saya tidak mengutuk semua ini, walaupun sebagian besar dari mereka layak mendapat kutukan. Hanya demi keuntungan dan kekuasaan otoriter, mereka telah menjebak hati rakyat secara piawai. Mereka bicara dengan tanpa rasa malu, dan perlahan-lahan mereka mengeluarkan Al-Masih dari wilayah kekristenan. Nasihat-nasihat mereka tak lebih dari dosa-dosa yang terjadi dalam setiap perkataan tanpa rasa malu mereka. Mereka memberikan pengampunan dengan kalimat-kalimat yang bahkan tidak patut untuk orang-orang yang buta huruf .”

Pada abad-abad pertengahan, manusia diposisikan sebagai makhluk yang pasif dan tak punya ikhtiar apapun di depan para elit gereja. Akibatnya, pada era Renaisans lahirlah sebuah gerakan dengan misi mengembalikan kebebasan manusia yang telah dinistakan. Mula-mula gerakan ini memprioritaskan reformasi keagamaan, dan setelah beberapa lama secara ekstrim gerakan ini menentang segala sesuatu yang dipaksakan dengan atas nama agama. Pencorengan citra agama yang dilakukan para penguasa gereja pada abad pertengahan telah menimbulkan sebuah gerakan bernama humanisme yang bermula pada era Renaisans, sebuah gerakan yang manganggap kebahagiaan manusia hanya bisa dicapai dengan kembali kepada era klasik, atau dengan kata lain era politeisme. Kaum humanis meyakini bahwa manusia pada era klasik telah mengandalkan potensi-potensi wujudnya tanpa keterikatan kepada agama, gereja, dan para penguasa gereja. Jalan kembali kepada era klasik bisa ditempuh melalui perhatian kepada kebudayaan dan kesusasteraan klasik.

Kaum humanis memandang penekanan kepada ilmu logika dan ilmu-ilmu teoritis seperti ilmu metafisik sebagai sikap yang kurang patut. Mereka hanya berminat kepada kepada bidang-bidang yang berfungsi langsung dalam kehidupan masyarakat, seperti retorika dan cabang-cabangnya termasuk politik, sejarah, dan syair. Selain itu, mereka juga tertarik kepada bidang dialektika atau seni dialog. Secara lebih umum, kaum humanis terikat kepada pemikiran mengenai kedudukan dan potensi manusia di dunia tanpa mempertimbangkan nasib manusia di alam azali.

Pada masa kemunculan humanisme, dalam waktu singkat karya-karya sastra dan filsafat Yunani klasik sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Semua ini tentu karena


(32)

banyaknya para ilmuan dan murid-murid mereka yang aktif di Italia. Terjemahan-terjemahan ini memiliki kecermatan yang lebih tajam ketimbang Terjemahan-terjemahan yang dilakukan pada abad ke-12 dan 13. Guvarino menerjemahkan sebagian karya Strabon dan Plotarckh ke dalam bahasa Latin. Sedangkan Travarsori menerjemahkan karya-karya Divagnos Lairitos, Valla menerjemahkan karya-karya Herodotus, Tosidid, dan Iliad Homer, Proti menerjemahkan karya Polybius, dan Ficino menerjemahkan karya-karya Plato dan Platinus.

Di antara sekian karya-karya klasik itu, karya-karya Plato yang paling banyak memukau para humanis. Kaum humanis mengapresiasi dan cemburu menyaksikan kebebasan orang-orang Yunani zaman Socrates yang bisa dengan leluasa mengupas berbagai persoalan agama dan politik yang paling sensitif. Carlo Masopini sedemikian besar mengapresiasi kebudayaan klasik era politeis sampai-sampai dia berangan untuk berpaling dari kekristenan. Tokoh humanis Italia yang paling berkarya dan kontroversial ialah Pod Ju Bratcolini yang menulis surat-surat kepada Paus Martin V untuk melakukan pembelaan sengit terhadap dogma-dogma gereja. Tetapi kemudian dalam sebuah pertemuan ekslusif dengan segenap karyawan istana Paus, dia tak segan-segan menertawakan keyakinan-keyakinan Kristen. Dia menulis surat-suratnya dengan bahasa Latin yang tidak fasih namun memikat. Lewat surat-surat ini ia mencemooh ketidaksucian para ruhaniwan. Dia keberatan melakukan perbuatan ini selagi dia mampu.

Dengan kata lain, di mata sebagian kaum humanis, agama dan pencerahan pemikiran merupakan dua kutub yang saling bertentangan. Agama adalah milik masyarakat awam, sedangkan bagi para pemikir, kepatuhan kepada agama merupakan perilaku yang menyalahi kebebasan berpikir. Mereka bukannya melenyapkan bencana akibat penyalahgunaan agama, yaitu kerakusan dan despotisme sistem gereja yang telah membendung nilai, ikhtiar, dan kebebasan manusia abad pertengahan, tetapi malah sekaligus menyerang dan mencabut akar-akar agama dan keberagamaan.

Kehidupan kaum humanis mencerminkan keyakinan-keyakinan mereka yang sebenarnya. Dalam praktiknya, tak sedikit di antara mereka yang memberlakukan kriteria-kriteria moral era politeisme, itupun banyak dari segi hawa nafsunya, bukan dari sisi stoicismenya. Satu-satunya keabadian yang mereka kenal ialah keabadian berupa perekaman karya-karya besar mereka. Tanpa peranan Tuhan, keabadian seperti ini bisa


(33)

dipersiapkan untuk seseorang dengan kekuatan pena yang akan membuahkan nama baik atau buruk. Setelah Cozimo, satu generasi kemudian datang menampilkan para seniman yang andil dengan membuat lukisan atau patung-patung para pemilik nikmat (keabadian) tersebut, atau dengan mendirikan bangunan-bangunan megah dengan nama mereka demi mengabadikan mereka. Harapan untuk mendapatkan keabadian seperti ini adalah salah satu stimulan terkuat yang telah memotifasi kreatifitas dalam seni dan kesusasteraan Renaisans. Akhirnya, humanisme berhasil mempengaruhi segala seni karena kebangkitan humanisme lebih memfokuskan rasio ketimbang perasaan. Sebelumnya, gereja adalah sponsor utama gerakan seni di mana tujuan utamanya adalah sosialisasi kisah-kisah Kristen para jemaat yang buta huruf serta dekorasi Tuhan. Santa Maria dan anaknya, penderitaan dan tersalibnya Kristus, para nabi dan rasul, para bapa gereja dan orang-orang suci lainnya tentu merupakan obyek utama gerakan seni patung, lukis, dan bahkan aliran-aliran seni lainnya yang lebih kecil. Tetapi kemudian, perlahan-lahan kaum humanis mempromosikan makna keindahan yang lebih bernuansakan hawa nafsu kepada masyarakat Italia sehingga pujian kepada postur tubuh yang indah, baik lelaki maupun perempuan, apalagi dalam keadaan telanjang, akhirnya menjadi tradisi di kalangan terdidik.

Awalnya, kaum humanis menjadikan seni sebagai media untuk mempengaruhi perasaan kalangan awam dan tak berpendidikan, karena pada awal-awal kebangkitan humanisme kesenian masih ada di tangan kalangan agamis yang menjadikan kekristenan sebagai tema-tema seni. Ketika para humanis merasakan kebutuhannya kepada seni, maka seni akan diarahkan kepada obyek-obyek materialistik, kebendaan, dan sesuatu yang profan. Karena itu, semaraklah pembuatan patung-patung atau lukisan-lukisan telanjang yang mempertontonkan keindahan fisik wanita dan pria. Dengan demikian, sedikit sekali faktor spiritual yang terlihat dalam gelanggang seni humanistik. Sebaliknya, seni dipertontonkan dengan mengerahkan kecenderungan naturalistik yang semata-mata memfokuskan kepada keindahan-keindahan materi.

Sebagian besar kaum humanis sudah tidak lagi berpikir tentang alam transendental. Karena mengira pahala hanya terbatas pada kehidupan dunia, kaum humanis berusaha membuat patung-patung orang-orang yang sukses sebagai hadiah untuk mereka. Oleh sebab itu, seni humanistik banyak mengacu kepada apa yang mereka saksikan dan jarang


(34)

sekali memperlihatkan hasrat kepada ide-ide yang gaib dan tak tampak oleh mata. Dengan kata lain, seni humanistik lebih merupakan seni realisme yang tidak ada hubungannya dengan hakikat.

Arus kecenderungan humanistik bahkan juga telah mengimbas sebagian para pemuka gereja. Tak kurang, Nicholas V (1447-1455 M.), Paus humanis pertama, menyerahkan jabatan-jabatan kerohanian kepada para tokoh ilmuan dan sangat menghormati kepakaran dan pengetahuan mereka tanpa mengindahkan pertimbangan-pertimbangan lain. Lorenzo Valla yang notabene penganut ajaran Epicurus dan telah membuktikan kepalsuan dokumen anti Constantine, mencemooh prosa terjemahan resmi kitab suci Vulgate, menuduh Augustine sebagai ateis, justru diangkat sebagai ajudan khusus Paus. Pengangkatan ini jelas memberi semangat kepada humanisme dan diprioritaskannya humanisme daripada keberagamaan dengan segala iman dan keyakinannya hingga dikuasainya Roma pada tahun 1527. Aplaus untuk humanisme kendati telah membuat masyarakat utara benar-benar terpesona, kata Bertrand Russel, bisa jadi terpuji, sebab kebijakan haus perang dan gaya hidup amoral sebagian Paus memang tidak bisa dibela dari segala aspek, kecuali dari aspek politik permainan kekuasaan yang mutlak. Reformasi yang dimulai pada masa penobatan Louis X (1512-1513 M.) merupakan hasil yang alami dari kebijakan tidak agamis para Paus era Renaisans.

Boleh jadi putusnya hubungan kaum humanis dengan gereja agaknya telah menempatkan mereka di bawah kekuasaan rasio, namun kenyataannya tidak demikian. Sesuai pernyataan Russel, sebagian besar kaum humanis ternyata mempertahankan mitos-mitos yang pernah diyakini masyarakat era klasik. Astrologi, khususnya di kalangan yang berpikiran bebas, sedemikian digemari sehingga lebih lebih popular ketimbang masa-masa klasik. Dampak pertama pembebasan dari kekangan gereja bukan berupa adanya masyarakat yang berpikir secara benar, melainkan terbukanya benak masyarakat untuk kembali kepada segala hal-hal yang nonsens dan absurd. Dari segi moralitas, keterlepasan dari gereja ini juga menimbulkan dampak yang sedemikian tragis. Undang-undang moral klasik akhirnya kehilangan nilanya.


(35)

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar yang dibuktikan dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai benar dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”

Kata pragmatisme sering sekali di ucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatism.

Pragmatisme adalah aliran dari filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu adalah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

Pragmatisme dalam perkembanganya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan yang sama. Kendati demikian ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatism yaitu, (1) Menolak segala intelektualisme dan (2) Absolutisme, serta (3) Meremehkan logika formal.

Pragmatisme berpegang teguh pada praktek. Berusaha menemukan asal mula serta hakekat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Sejarah menunjukan sengketa antara masalah ini, bidang filsafat selalu menyebabkan adanya sementara orang yang menoloknya sebagai suatu masalah yang menyebabkan sementara orang yang lain memandangnya sebagai suatu yang tidak berfaedah.

Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktek. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting adalah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis tersebut erat hubunganya dengan makna dan kebenaran.


(36)

B. Tokoh-tokoh Pragmatisme 1. Charles Sanders Peircee

Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :

a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia.

b. Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of knowers “

c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas).

2. Wiliam James (1842-1910)

Wiliam James lahir di New York pada tahun 1842 M, putra Hery James,Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkedudukan yang tinggi, pemikir yang kreatif, selain kaya keluarganya memang dibekali kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi usaha yang kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan karya-karyanya antara lain, The Principles of psychology (1890),Thee Will to Belive (1897), the Varietes of Religious Exsperience (1902), dan Pragmatism(1970).

Di dalam bukunya the Maening Of Truth, Arti kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, kaena dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa


(37)

yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat di ubah oleh pengalaman berikutnya.

Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.

Di dalam bukunya, the Varietes of Religious Exsperience atau keaneka ragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri didalam kesadaran dengan cara yang berlainan , barang kali didalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu realistis cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorang kepercayaan terhadap suatu realistis cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.

James membawakan pragmatism kedaratan Amerika. pragmatisme ini kemudian diturunkan kepada Dewey yang mempraktekannya kedalam pendidikan. Pendidikan yang menghasilkan orang Amerika sekarang ini. Dengan kata lain orang yang paling bertanggungjawab terhadap gernerasi Amerika sekarang adalah Wiliam James dan John Dewey. Apa yang merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut : Pandangan bahwa tidak ada hokum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.

Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut:

a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.

b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.


(38)

c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.

d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya (Horton dan Edwards, 1974:172).

3. John Dewey (1859-1952)

John Dewey lahir di Baltimore, Sekalipun Dewey bekerja sendiri terlepas dari Wiliam James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis, menurutnya pragmatisme bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

Sebagai pengikut pragmatism, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengaruh bagi kehidupan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang kurang praktis tidak ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif kritis. Dengan demikian filsafat akan akan dapat menyusun norma-norma dan nilai-nilai.

Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalan bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata “futurisme” mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak


(1)

2. Iradat Tuhan

Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom) yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak dengan undang-undang itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya yang kita lihat ini.

Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal (intelek) manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapi kemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.

Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Ghazali seperti juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya merupakan adat (kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api ituatau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.

1. Etika

Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata


(2)

lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru perangai dan sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.

Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.

Al-Ghazali sesuai dengan prinsip Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.

Bagi Al-Ghazali, taswuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah dari syari’at, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’nya yang merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti kewajiban agama haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam melaksanakan haruslah dengan penuh rasa yakin dan pengertian tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya.


(3)

Mengenai pandangan al Ghazali, para ilmuwan berpendapat bahwa ia bukan seorang filosof, karena ia menentang dan memerangi filsafat dan membuangnya. Tentangan yang di lontarkan al-Ghazali ini tercermin dari bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah, yakni sebagai berikut : ”...sumber kekufuran manusia pada saat itu adalah terpukau dengan nama-nama filsuf besar seperti Socrates, Epicurus, Plato, Aristoteles dan lain-lainnya ..., mereka mendengar perilaku pengikut filsuf dan kesesatannya dalam menjelaskan intelektualitas dan kebaikan prinsip-prinsipnya, ketelitian ilmu para filsuf di bidang geometri, logika, ilmu alam, dan telogi ..., mereka mendengar bahwa para filsuf itu mengingkari semua syari’at dan agama, tidak percaya pada dimensi-dimensi ajaran agama. Para filsuf menyakini bahwa agama adalah ajaran-ajaran yang disusun rapi dan tipu daya yang dihiasi keindahan ...”.

Jikalau melihat ungkapan di atas, terlihat bahwa al-Ghazali lebih tepat digolongkan dalam kelompok pembangunan agama yang jalan pemikirannya didasarkan pada sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits.

Dalam bukunya pula yang berjudul Munqiz min al-Dhalal, al-Ghazali mengelompokkan filsosof menjadi 3 (tiga) golongan:

a. Filosof Materialis (Dhariyyun)

Mereka adalah para filosof yang menyangkal adanya Tuhan. Sementara itu, kosmos ini ada dengan sendirinya.

b. Filosof Naturalis (Thabi’iyyun)

Mereka adala para filosof yang melaksanakan berbagai penelitian di alam ini. Melalui penyelidikan-penyelidikan tersebut mereka cukup banyak menyaksikan keajaiban-keajaiban dan memaksa mereka untuk mengakui adanya Maha Pencipta di alam raya ini. Kendatipun demikian, mereka tetap mengingkari Allah dan Rasul-Nya dan Hari berbangkit. Mereka tidak


(4)

mengenal pahala dan dosa sebab mereka hanya memuaskan nafsu seperti hewan.

c. Filosof Ke-Tuhanan (Ilahiyun)

Mereka adalah filosof Yunani, sperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Aristoteles telah menyanggah pemikiran filosof sebelumnya (Materialis dan Naturalis), namun ia sendiri tidak dapat membebaskan diri dari sia-sia kekafiran dan keherodoksian. Oleh karena itu, ia sendiri termasuk orang kafir dan begitu juga al-Farabi dan Ibnu Sina yang menyebarluaskan pemikiran ini di dunia Islam.

7. Ibnu Thufail

a. Sejarah Kelahirannya

Ia adalah Abubakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail, dilahirkan di Wadi Asy dekat Granada, pada tahun 506 H/1110 M. kegiatan ilmiahnya meliputi

kedokteran, kesusasteraan, matematika dan filsafat. Ia menjadi dokter di kota tersbut dan berulangkali menjadi penulis penguasa negerinya. Setelah terkenal, ia menjadi dokter pribadi Abu Ya’kub Yusuf al-Mansur, khalifah kedua daru daulah Muwahhidin. Dari al-Mansur ia memperoleh kedudukan yang tinggi dan dapat mengumpulkan orang-orang pada masanya di istana Khalifah itu, di antaranya ialah Ibnu Rusyd yang diundang untuk mengulas buku-buku karangan Aristoteles.

b. Pemikirannya

1. Metafisika (Ketuhanan)

Dari hasil pengamatan dan pemikirana dan alam semesta serta pengalaman hidupnya, Hayy sampai pada suatu kepastian bahwa alam ini diciptakan oleh


(5)

Allah. Dalam membuktikan adanya Allah Ibnu Thufail mengemukakan tiga argumen sebagai berikut:

a. Argumen Gerak ( al-harakat)

Gerak alam ini menjadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam baharu maupun bagi orang yang meyakini alam kadim.

b. Argumen Materi (al-madat)

Argumen ini didasarkan pada ilmu fisika dan masih ada korelisinya dengan dalil yang pertama (al-harakat).

c. Argumen al-Ghaiyyat dan al-inayat al-Ilahiyyat

Argumen ini berdasarkan pada kenyataan bahwa segala yang ada di alam ini mempunyai tujuan tertentu.

2. Fisika

Menurut Ibnu Thufail alam ini kadim dan juga bahar. Alam kadim karena Allah menciptakannya sejak azali, tanpa didahului oleh zaman (taqaddum zamany). Dilihat dari esensinya, alam adalah baharu karena terwujudnya alam (ma’lul) bergantung pada zat Allah.

3. Jiwa

Jiwa manusia, menurut Ibnu Thufail adalah makhlukyang tertinggi martabatnya. Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasad dan roh. Badan tersusun dari unsur-unsur, sedangkan jiwa tidak tersusun. Jiwa bukan jisim dan bukan pula suatu jiwa yang ada didalam jisim. Setelah hancurnya badan atau mengalami kematian jiwa


(6)

lepas dari badan dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal alam selama berada dalam jasad akan hidup dan kekal