Ia membaginya menjadi filsafat teori dan amalan. Dasar-dasar tersebut terdapat dalam agama atau syariat Tuhan, hanya penjelasan dan kelengkapannya
didapatkan oleh kekuatan akal pikiran manusia. Bagian-bagian filsafat ketuhanan menurut Ibnu Sina ialah:
1. Ilmu tentang cara turunnya wahyu dan makhluk-makhluk rohani yang
membawa wahyu itu; demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dari sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yangdapat dilihat dan
didengar. 2. Ilmu keakhiratan, antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini
tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.
Ibnu Sina mengatakan bahwa tujuan filsafat amalan ialah mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan oleh tiap-tiap orang, agar ia mejadi bahagia di
dunia dan di akhirat. Inilah yang disebut ilmu akhlak. Selain itu, juga untuk mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang dalam
hubungannya dengan rumah tangga dan negara. Dalam pergaulan harus ada undang-undang dan penegak hukum, dan undang-undangtersebut dibuat oleh
para raja. Para penulis tidak sama dalam memberikan nama terhadap Filsafat Islam,
apakah “filsafat Islam” ataukah “filsafatArab”. Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum muslimin, lebih tepat disebut “filsafat Islam”, mengingat
bahwa Islam bukan saja sekedar agama, tetapi juga kebudayaan.
C. Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya 1. Al-Kindi
a. Sejarah Hidup
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al- Shabbah ibnu ‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah
merupakan suatu nama kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang melahirkan
seorang tokoh sastrawan yang terbesar kesusasteraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah
pembunuhan ayahnya. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H dari keluarga kaya dan
terhormat. Ayahnya, Ishaq ibnu Al- Shabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Ar-Rasyid. Al-kindi sendiri mengalami masa
pemerintahan lima khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin, Al-Ma’mun, Al- Mu’tasim, Al- Wasiq, dan Al-Mutawakkil.
Dalam hal pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Dan ia pernah menetap di Baghdad, ibukota
kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak
heran jika ia dapat menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik meteorologi,, optika, kedokteran, matematika, filsafat,
dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran filosof
terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Faiasuf al-‘Arab filosof berkebangsaan Arab.
b. Filsafat atau Pemikirannya 1 Talfiq
Al-Kindi berusaha memadukan talfiq antara agama dan filsafat. Menurutya filsafat adalah pengetahuan yang benar knowledge of truth.
Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh
filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan
mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping
wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian
membahas tentang Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia
menganggap dirinya paling benar. Disamping itu, karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang ke-
Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal
sebaliknya. Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya. Sebab, “tidak ada yang lebih berharga bagi para
pencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan
mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran.
Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan pada akikatnya
orang itu tidak lagi beragama. Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal
yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini menurut Al-Kindi, tidak dapat
dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta’wil. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaaan antara
keduanya, yaitu:
1. Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir,