ini untuk memecahkan masalah polisemi. Sedangkan pada makna konotatif, konteks mendukung munculnya makna yang subjektif. Sedangkan konotasi adalah
aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yng timbul atau ditimbulkan pada pembicara dan pendengar. Konotasi
membuka kemungkinan interpretasi yang luas. Secara umum bukan bahasa, konotasi berkaitan dengan pengalaman pribadi atau masyarakat penuturnya yang
bereaksi dan memberi makna konotasi emotif misalnya halus, kasartidak sopan, peyoratif, akrab, kanak-kanak, menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dan
sebagainya. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh di atas: Merah bermakna konotatif emotif. Konotasi ini bertujuan membongkar makna yang terselubung.
3. Paradigmatik dan Sintagmatik
Barthes adalah seorang pengikut aliran Saussure. Dari jalur Saussurean, membaca dan mensturkturkan teks dapat dilakukan dalam dua langkah, yaitu
sintagmatik dan paradigmatik. Analisis sintagmatik melihat teks sebagai suatu rangkaian dari satuan ruang dan waktu yang membentuk teks. Pada tingkat
selanutnya, pemaknaan berikutnya dilakukan secara paradigmatik. Setiap tanda berada dalam kodenya sebagai bagian dari suatu paradigma, suatu relasi in
absentia yang mengabaikan tanda tersebut dengan tanda-tanda lain Sunarto dan Hermawan, 2010:240.
Paradigmatik paradigms merupakan sebuah istilah teknis untuk menggambarkan bahwa sebuah tanda itu bermakna dalam hubungannya dengan
tanda lainnya Danesi, 2010:46. Ia terdiri dari satu perangkat tanda dan hanya satu unit dari perangkat itu yang dapat dipilih untuk memaknai sebuah tanda.
Contoh dari penerapan paradigmatik dalam satu sistem fashion adalah ketika manusia dapat memilih akan mengenakan kemeja, gaun, atau setelan jas saat pergi
ke pesta. Analisis paradigmatik menunjukkan bahwa suatu tanda adalah pilihan dari berbagai pilihan tanda lain yang tidak hadir.
Begitu juga analisis sintagmatik menampakkan bahwa susunan suatu tanda adalah pilihan yang ada untuk merangkai tanda menjadi makna. Seseorang dapat
memilih untuk mengenakan kemeja itu di badan atau di kaki berdasarkan keputusan kulturalnya. Pemilihan satu item atas item lain dalam satu kerangka
Universitas Sumatera Utara
yang sama adalah pilihan paradigmatik. Adapun susunan pakaian dari ujung rambut ke ujung kaki seseorang adalah satu susunan sintagmatik.
4. Mitos
Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang relitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas
sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang
digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup dalam masyarakat Wibowo, 2011:17.
Mitos tidak didefenisikan oleh objek pesannya, tetapi oleh caranya menyatakan pesan, tidak ada batas-batas formal bagi mitos, tidak ada batas-batas
yang substansial Barthes, 2010: 296. Di dalam mitos juga terdapat pola dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga sebuah sistem pemaknaan tataran kedua. Pada saat
media membagi pesan, maka pesan-pesan yang berdimensi konotatif yang nantinya menciptakan mitos. Pengertian mitos di sini tidak senantiasa menunjuk
pada mitologi dalam pengertian sehari-hari, seperti halnya cerita-cerita tradisional, legenda dan sebagainya. Bagi Barthes, mitos adalah sebuah cara pemaknaan, dan
ia menyatakan mitos secara lebih spesifik sebagai jenis pewacanaan atau tipe wicara Barthes, 2004:152. Suatu mitos dapat menjadi pegangan atas tanda-tanda
yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain. Pemikiran Barthes tentang mitos di satu sisi masih melanjutkan
pengandaian Saussure tentang hubungan bahasa dan makna atau antara penanda dan petanda. Maka tradisi semiotika pada awal kemunculannya cenderung
berhenti sebatas pada makna-makna denotatif alias semiotika denotasi. Sementara bagi Barthes, terdapat makna lain yang justru bermain pada level yang lebih
mendalam, yakni pada level konotasi. Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan sebagai mitos, dan mitos ini
mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu. Suatu tanda dapat mempunyai berbagai konotasi namun konotasi dominan atau dari mereka yang berkuasa yang
Universitas Sumatera Utara
diterima sebagai konvensi bersama. Di sinilah konotasi tersebut berubah menjadi mitos.
2.2.3 Feminisme Eksistensialis 2.2.3.1 Pengertian dan Macam-Macam Aliran Feminisme