pada perempuan dan ketiga, penundukan yang menempatkan perempuan di tempat terendah dalam hirarki superioritas dan menjadi orang yang patuh dan taat.
Fenomena penggunaan tubuh perempuan dalam media massa ditampilkan dengan tujuan sebagai eksploitasi seksual dan komersial, agar laku di pasaran dan
mendapat massa konsumen yang besar. Keuntungan yang didapat dari produsen majalah sangat ditentukan dari bagaimana konsumen dipancing melalui gambar-
gambar sensual tubuh perempuan sehingga dapat menangkap sebanyak mungkin konsumen.
2.2.6 Pornografi
Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelaim manusia. Sifatnya yang seronoh, jorok vulgar
membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Pornografi dapat diperoleh dalam bentuk foto, Poster, leaflet, gambar video, film, dan gambar
VCD, termasuk pula dalam bentuk alat visual lainnya yang memuat gambar atau kegiatan pencabulan porno Bungin, 2008:338.
Awalnya, semua bentuk pencabulan atau tindakan tidak senonoh dengan menonjolkan objek seks disebut dengan kata porno. Saat ini ketika masyarakat
sudah semakin terbuka, kemajuan teknologi komunikasi semakin berkembang, maka konsep pornografi juga telah bergeser dan berkembang. Karena itu, secara
garis besar, dalam wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan pornografi kontemporer, ada beberapa varian pemahaman porno yang dapat
dikonseptualisasikan, seperti pornografi, pornoteks, pornosuara, pornoaksi. Dalam kasus tertentu semua kategori konseptual itu dapat menjadi sajian dalam satu
media, sehingga melahirkan konsep baru yang dinamakan pornomedia Bungin, 2008:337.
Kata pornografi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti tulisan tentang atau gambar tentang pelacur kadang kala juga disingkat menjadi porn,
pron, atau porno adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka eksplisit dengan tujuan membangkitkan birahi gairah
seksual. Pornografi berbeda dari erotika. Dapat dikatakan, pornografi adalah bentuk ekstrem dari erotika. Erotika sendiri adalah penjabaran fisik dari konsep-
Universitas Sumatera Utara
konsep erotisme. Kalangan industri pornografi kerap kali menggunakan istilah erotika dengan motif eufemisme namun mengakibatkan kekacauan pemahaman di
kalangan masyarakat umum http:id.wikipedia.orgwikiPornografi. Pornografi sudah banyak kita kenal, bahkan jenis porno ini yang paling
umum karena jenis sifatnya yang mudah dikenal, mudah ditampilkan dan mudah dicerna. Pornografi dapat menggunakan berbagai media teks tertulis maupun
lisan, foto-foto, ukiran, gambar, gambar bergerak termasuk animasi dan suara. Film porno menggabungkan gambar yang bergerak, teks erotik yang diucapkan
dan atau suara-suara erotik lainnya, sementara majalah seringkali menggabungkan foto dan teks tertulis. Novel dan cerita pendek menyajikan teks tertulis, kadang-
kadang dengan ilustrasi. Keberadaan perempuan dalam pornografi sama sekali tak dapat dilepaskan
dari pemikiran-pemikiran yang menjadi dasar, dan mewarnai, pembentukan sebuah sistem untuk memungkinkan berkembangnya pornografi dengan cara
mengeksploitasi tubuh perempuan. Kapitalisme adalah salah satu sistem yang mengeksploitasi perempuan untuk memprodukasi pornografi. Kemudian, yang
menjadi persoalan di sini adalah sejauh mana eksistensi tubuh perempuan, secara fisik dieksplorasi ke dalam berbagai bentuk komoditi dan bagaimana keindahan
perempuan menjadi ajang eksploitasi ekonomi. Artinya, bagaimana potensi itu disalurkan dan dikendalikan, di dalam berbagai bentuk relasi sosial yang
menyertai produksi komoditi untuk mengeruk keuntungan Yasraf Amir Pilliang menyebutkan bahwa tubuh perempuan di dalam
budaya kapitalisme tidak saja dieksplorasi nilai gunanya use value, umpamanya sebagai pekerja perempuan yang dilacurkan, pelayan; tetapi juga nilai tukarnya
exchange value seperti perempuan model, hostess, dan dan kini nilai tandanya sign value seperti pornografi, seni erotis, video erotis, majalah erotis, situs
porno, cyberporn. Maka tubuh perempuan telah menjadi politik tubuh dalam ekonomi politik dan budaya kapitalisme, tentu dengan segenap potensi dan nilai
ekonomi yang dimilikinya Syarifah, 2004:147. Komodifikasi perempuan dapat berlangsung di ruang publik, dari sini
diangkat melalui media. Memperlakukan tubuh perempuan sebagai komoditas ini terjadi secara langsung dalam bisnis seks dan hiburan, atau secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
dengan menjadikan perempuan sebagai teks dalam proses pasar media. Dalih dalam komodifikasi media biasanya karena perempuan yang bersangkutan sendiri
menyukai atau mendapat kemanfaatan atas posisinya di pasar. Kehebatan media massa yang begitu besar mampu mempengaruhi
masyarakat terhadap sebuah realitas simbolik yang disajikan media massa, iklan- iklan di media cetak dan elektronik, maka terlihat jelas di situ ada semacam
ekspolitasi perempuan, mulai dari kecantikan tubuh dan perilakunya, selalu menjadi bahan komoditi bernilai jual. Semakin cantik dan daya tariknya kian
menarik, semakin lama ditampilkan. Tubuh dan seksualitas perempuan dijadikan alat komoditi untuk tujuan komersial, di mana kapitalisme atas nama globalisasi
sangat berperan aktif. Penyamaran ini dilakukan dalam bentuk komodifikasi, yaitu memoles nilai guna sesuatu dengan nilai lain yang lebih menarik. Erotisme, seks,
atau tubuh perempuan adalah salah satu magnet yang digunakan memoles sesuatu dalam bentuk produkjasa agar diminati konsumen. Tubuh perempuan dapat
tampil dalam bentuk foto, berita, ulasan, hingga iklan. Maria Marcus menjelaskan bahwa tidak ada pornografi yang terlepas dari
sikap masyarakat terhadap perempuan. Dia merujuk pada gambar-gambar yang diperlihatkan di dalam majalah-majalah pornografi. Kebanyakan adalah gambar-
gambar yang menampilkan tubuh perempuan, sementara konsumennya terutama, berjenis kelamin laki-laki. Perempuan-perempuan yang hadir dalam gambar itu
seakan-akan tidak berarti apapun, kecuali sosok-sosok yang tersedia bebas untuk digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan birahi Syarifah, 2006:134.
Berbagai gambar berbau pornografi telah mengangkat ke permukaan setidaknya-tidaknya dua bentuk kontroversi di dalam masyarakat. Pertama
kontroversi semiotis, yaitu kontroversi diseputar makna pornografi, batas porno atau tidak porno, batas pornografi atau sensualitas, batas makna estetik atau non
estetik. Apa yang dituduhkan masyarakat sebagai porno dan amoral, oleh pemilik media dianggap sebagai bentuk seni sensualitas belaka. Kedua, kontroversi
sosiologis. Gambar-gambar porno yang dipersoalkan, oleh karena ia disuguhkan sebagai komoditas untuk masyarakat luas tidak dapat hanya dilihat sebagai
fenomena semiotik belaka. Persoalan semiotik tersebut bersangkut paut dengan persoalan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang lebih luas, khususnya persoalan
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan massa. Tepatnya, gambar tersebut merupakan bagian dari sebuah konstruksi sosial budaya massa, dengan segala muatan ideologis dibelakangnya
Pilliang, 2003:159-160.
2.7. Majalah 2.2.7.1 Karakteristik Majalah
Majalah merupakan media yang paling simple organisasinya, relatif lebih mudah mengelolanya serta tidak membutuhkan modal yang banyak. Majalah juga
dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat, dimana mereka dapat dengan leluasa dan luwes menentukan bentuk, jenis dan sasaran khalayaknya. Meskipun
sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu Ardianto,2004: 113-
114 : 1.
Penyajian lebih dalam Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan, dwi mingguan
bahkan bulanan. Majalah berita biasanya terbit mingguan, sehingga para reporternya punya waktu cukup lama untuk memahami dan mempelajari
suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai waktu yang leluasa untuk melakukan analisisi terhadap peristiwa tersebut, sehingga penyajian berita
dan informasinya dapat dibahas secara lebih dalam. Analisis beritanya dapat dipercaya dan didasarkan pada buku referensi yang relevan dengan
peristiwa. 2.
Nilai aktualitas lebih lama Apabila nilai aktualitas surat kabar hanya berumur satu hari maka nilai
aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu bila kita
baca saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu bila kita baca
3.
Gambarfoto lebih banyak Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian beritanya
yang mendalam, majalah juga dapat menampilkan gambar atau foto yang lengkap, dengan ukuran besar dan kadang-kadang berwarna, serta kualitas
kertas yang digunakan lebih baik. Foto-foto yang ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi apabila foto tersebut sifatnya