Pengambilan gambar dalam bentuk big close up, subjek bukan hanya ditampilkan dalam ukuran besar tetapi juga detail ditonjolkan dalam gambar.
Selain pengambilan gambar, bagian penting dalam memaknai suatu gambar adalah sudut pandang pengambilan gambar angle. Apakah gambar yang
diambil sejajar dengan camera person, diambil dari atas atau diambil dari bawah. Sudut pengambilan gambar bukan hanya persoalan teknis tetapi teknik ini akan
memberi makna pada gambar dan menghadirkan penafsiran berbeda dari khalayak yang melihatnya. Gambar yang diambil dari atas high angle shot, memposisikan
khalayak atau orang berada diatas subjek. Posisi semacam ini secara tidak langsung memposisikan orang yang ada diatas lebih powerfull kekuasaan dan
lebih mempunyai otoritas. Subjek yang diambil dari bawah low angle shot, sebaliknya membuat
subjek lebih besar dan memposisikan subjek yang ditampilkan dalam gambar mempunyai posisi lebih tinggi dari mata pemandang. Kesan yang muncul dalam
angle seperti ini subjeklah yang lebih terkesan lebih powerfull, lebih otoritatif dibandingkan dengan posisi khalayak atau pemandang. Gambar yang diambil
dengan eye level shot, memposisikan subjek dan pemandang sama. Kesan yang muncul baik dari subjek maupun pemandang mempunyai tingkat yang sejajar dan
setara. Fokus dari pengambilan gambar merupakan elemen lain yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis foto. Fokus adalah kegiatan mengatur ketajaman objek foto yang telah dijadikan point of interest pada saat komposisi. Dilakukan
dengan cara memutar ring fokus pada sehingga terlihat pada kaca pembidik, obek yang tadinya tidak tajam dan tidak jelas, menjadi fokus dan tajam serta jelas
bentuk dan tampilannya Mirza, 2004:48.
2.2.5 Objektivikasi Perempuan Dalam Media Massa
Objektivikasi pada perempuan berarti kegiatan menjadikan perempuan sebagai hal perkara atau orang yang menjadi pokok pikiran, sasaran, tujuan,
pelengkap atau tujuan penderita. Objektivikasi terjadi, ketika seseorang, melalui sarana-sarana sosial direndahkan derajatnya, dijadikan benda atau komoditas,
dibeli atau dijual. Objektivikasi merupakan titik sentral dalam diskriminasi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam objektivikasi ini perempuan mengalami penundukan yang membuat mereka berada di tempat terendah dalam hirarki superioritas laki-laki Syarifah,
2006:153. Pada praktik objektivikasi, tubuh perempuan dianggap sebagai objek yang
untuk dilihat dan dievaluasi. Perempuan hanya dinilai berdasarkan bagaimana penampilannya dan bukan berdasarkan kualitas pada dirinya. Hal tersebut akan
membuat perempuan menjadi terobsesi pada penampilan dan sangat mementingkan keindahan fisiknya. Perempuan akan merasa tidak puas dengan
tubuhnya bila dianggap tidak memenuhi standar kecantikan yang dibentuk oleh media massa.
Menurut Yohanes Paulus II Hardiman, 2010:306, di dalam film dan di dalam seni fotografi, tubuh manusia tidak diperlakukan sebagai sebuah model
yang telah mengalami proses transfigurasi dalam bentuk karya seni. Disini yang terjadi adalah reproduksi atas tubuh manusia yang diperoleh dengan menggunakan
bantuan teknologi yang handal. Tubuh bukan lagi sebuah model transfigurasi, melainkan objek reproduksi.
Berdasarkan teori objektivikasi, tubuh perempuan dianggap sebagai objek untuk dilihat dan dievaluasi. Budaya masyarakat yang mengobjekkan tubuh
perempuan, mensosialisasikan perempuan untuk memperlakukan dirinya sebagai objek yang dievaluasi atas dasar penampilan. Tiggerman dan Lynch
mendefinisikan objektivikasi diri sebagai pikiran dan penilaian individual tentang rubuh yang lebih berasal dari perspektif orang ketiga, berfokus pada atribut tubuh
yang tampak, daripada perespektif orang pertama yang berfokus pada hak istimewa yang dimilikinya atau atribut tubuh yang tidak tampak, seperti apa yang
mampu dilakukan oleh tubuh tersebut Suprapto dan Aditomo, 2007:187. Subordinasi seksual menjadi kata kunci dalam merumuskan dominasi yang
menghasilkan penindasan perempuan. Kata subordinasi seksual inilah yang dapat dipakai untuk membedakan penindasan atas diri perempuan dari bentuk
penindasan lainnya, misalnya yang berbasis agama, kebangsaan, kelas, ekonomi dan sebagainya. Secara umum, kata subordinasi itu sendiri mengimplikasikan
beberapa unsur tertentu yang menggambarkan keadaan subordinasi. Pertama, hirarki superioritas yang dialami perempuan secara sosial. Kedua, objektivikasi
Universitas Sumatera Utara
pada perempuan dan ketiga, penundukan yang menempatkan perempuan di tempat terendah dalam hirarki superioritas dan menjadi orang yang patuh dan taat.
Fenomena penggunaan tubuh perempuan dalam media massa ditampilkan dengan tujuan sebagai eksploitasi seksual dan komersial, agar laku di pasaran dan
mendapat massa konsumen yang besar. Keuntungan yang didapat dari produsen majalah sangat ditentukan dari bagaimana konsumen dipancing melalui gambar-
gambar sensual tubuh perempuan sehingga dapat menangkap sebanyak mungkin konsumen.
2.2.6 Pornografi