33
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR TERHADAP EKSEKUSI JAMINAN
FIDUSIA PADA BANK
A. Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari
zaman Romawi. Di negeri asalnya tersebut, selain bentuk jaminan juga sebagai lembaga titipan.
76
Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law.
77
Istilah civil law berasal dari kata Latin “jus civile”, yang diperlakukan kepada masyarakat
Romawi. Selain jus civile terdapat pula hukum yang mengatur warga Romawi dengan orang asing yang dikenal dengan “jus gentium”.
78
Jus civile diartikan sebagai hukum sipil yaitu hukum yang dibuat oleh rakyat untuk kalangan warga sendiri jus civile est
quod sibi populus constituit, sedangkan jus gentium artinya hukum bangsa-bangsa.
79
Dalam proses perkembangannya, sistem civil law tidak saja dijumpai di benua Eropa melainkan berlaku secara luas di berbagai negara di luar Eropa antara lain
Indonesia.
80
Istilah “fidusia” ini berasal dari bahasa Latin, yang merupakan kata
76
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.150
77
Di Indonesia dalam pandangan tradisionil, potensi fidusia ini sudah cukup lama dikenal dalam kehidupan masyarakat dengan sebutan”boreh”. Lihat R. Subekti, Suatu Tinjauan Tentang
Sistem Hukum Jaminan Nasional, Kertas Kerja pada Seminar Hukum Jaminan tahun 1978, Binacipta, Bandung, 1981, hal.29
78
Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.364-365.
79
Ibid.
80
Tan Kamelo, Loc.Cit, hal. 38
33
Universitas Sumatera Utara
34
benda, artinya kepercayaan terhadap seseorang atau sesuatu, pengharapan yang besar. Selain itu terdapat kata ”fido” merupakan kata kerja yang berarti mempercayai
seseorang atau sesuatu.
81
Dan Subekti mengatakan bahwa dalam fidusia terkandung kata ”fides” berarti kepercayaan, dimana pihak yang berhutang percaya bahwa pihak
yang berpiutang memiliki barangnya itu hanya untuk jaminan.
82
“Fiduciair” adalah kepercayaan yang diberikan secara bertimbal balik oleh satu pihak kepada yang lain,
bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya hanya suatu jaminan saja untuk suatu hutang.
83
Dapat diartikan, fidusia adalah suatu istilah yang berasal dari hukum Romawi, yang memiliki dua pengertian, yaitu sebagai kata
benda dan kata sifat. Sebagai kata benda, istilah fidusia memiliki arti seseorang yang diberi amanah untuk mengurus kepentingan pihak ketiga dengan itikad baik, penuh
ketelitian, bersikap hati-hati dan berterus terang, dan sebagai kata sifat, istilah fidusia menunjukkan pengertian tentang hal yang berhubungan dengan kepercayaan trust.
84
Fidusia dikenal dua bentuk dalam hukum Romawi, yaitu fiducia cum creditore dan fiducia cum amico.
85
Dari kata “cum creditore’ dapat diduga bahwa penyerahan bukan dimaksudkan untuk sungguh-sungguh merupakan peralihan
pemilikan tetapi hanya sebagai jaminan saja.
86
Dalam bentuk fiducia cum creditore, isi janji yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah bahwa debitur akan
81
Mahadi, Hak Milik Dalam Hukum Perdata Nasional, Proyek BPHN, Medan, 1981, hal.100
82
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1982, hal.82
83
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 1982, hal.76
84
Tan Kamelo, Loc.Cit, hal.40
85
J. Satrio, Loc.Cit, hal. 167
86
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
35
mengalihkan kemilikan atas suatu benda kepada krediturnya sebagai jaminan untuk hutangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan mengalihkan kembali
pemilikan tersebut kepada debitur bilamana hutangnya sudah dibayar lunas.
87
Sedangkan fiducia cum amico merupakan suatu lembaga titipan yang dikenal dalam hukum Romawi,
88
yang merupakan hubungan yang tidak ditujukan untuk
kepentingan jaminan hutang, dimana hubungan antara pemberi dan penerima adalah bersifat kepengurusan harta benda.
Tahun 1884 dikeluarkan undang-undang darurat Hindia Belanda yang mengatur lembaga jaminan baru, yang disebut dengan lembaga Oogstverband ikatan
panen, yaitu satu jenis jaminan kebendaan yang diakui dalam hukum positif di
Indonesia.
89
Oogstverband adalah suatu hak kebendaan atas hasil-hasil pertanian yang belum dipetik atau sudah beserta perusahaan serta peralatan yang digunakan
untuk pengolahan hasil pertanian itu, untuk jaminan agar dipenuhi perjanjian untuk menyerahkan produk-produk itu kepada pemberi uang untuk dijual dalam komisi
dengan tujuan membayar uang-uang persekot, bunga-bunga, ongkos-ongkos dan uang provisi dari hasil penjualan.
90
Persoalan yang timbul dalam hal ini adalah mengenai objek Oogstverband itu termasuk dalam benda bergerak atau benda tidak bergerak,
dimana hal ini berkaitan dengan masalah lembaga jaminannya, sebab menurut
87
Fred B.G Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia, Makalah dalam Up-Grading Refreshing Course Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta 1999 26-27 Nopember 1999, hal. 1
88
Ibid.
89
R. Subekti, Op.Cit, hal.30
90
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
36
J.Satrio, hasil panen merupakan benda bergerak.
91
Tetapi pendapat tersebut tidak memberikan alasan yang jelas mengenai hasil panen dikategorikan sebagai benda
bergerak, karena hasil panen itu harus dibedakan antara hasil panen pertanian yang belum dipetik dan hasil panen pertanian yang sudah dipetik.
92
Hasil panen pertanian yang sudah dipetik merupakan benda bergerak sedangkan hasil panen pertanian yang
belum dipetik merupakan benda tidak bergerak, yang didasarkan pada Pasal 506 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
93
Kelemahan lain dari lembaga ini, menurut R. Subekti antara lain adalah tentang hapusnya Oogstverband, yaitu apabila hasil panen yang dijadikan jaminan
musnah yang menyebabkan Oogstverband sebagai jaminan dalam lalu lintas kredit kehilangan fungsinya sehingga tidak digemari masyarakat.
94
Kemudian lembaga fidusia diakui dengan putusan H.R tertanggal 25 Januari 1929 yang selanjutnya
dikenal dengan Bierbrouwerij Arrest dan menjadi yurisprudensi fidusia pertama yang lahir di Belanda. Pengakuan fiduciaire eigendoms overdracht tersebut adalah
mengikuti jejak praktik hukum di Jerman yang dibenarkan oleh yurisprudensi dengan nama “Sicherheits uberrignung”.
95
Kehadiran lembaga fidusia yang diakui H.R, ada 3 tiga hal yang dapat disimpulkan
96
:
91
J.Satrio, Op.Cit, hal.168
92
Tan Kamelo, Op.Cit, hal 50
93
Ibid.
94
R. Sutterheim, disadur dari Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT.Alumni, Bandung, 2004, hal. 5
95
Vollmar, Hukum Benda, disadur : Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1980, hal.317
96
Tan Kamelo, Op.Cit, hal 54-55
Universitas Sumatera Utara
37
1. Perkembangan masyarakat di bidang perkreditan lebih cepat dibandingkan dengan pengaturan hukum jaminan.
2. Hukum jaminan dan masyarakat merupakan dua variabel yang saling berkaitan satu sama lain dan bersifat saling pengaruh mempengaruhi, dimana
perubahan dalam masyarakat bakan selalu diikuti oleh perubahan hukum jaminan.
3. Adanya penemuan hukum oleh hakim. Hakim menemukan konstruksi baru dalam memecahkan problem hukum yang memperluas kaidah hukum dari
jaminan gadai. Setelah
kemerdekaan, jaminan
fidusia kembali
mendapat pengakuan
yurisprudensi dalam putusan Pengadilan Tinggi Surabaya tahun 1951 dengan menetapkan pembatalan perjanjian fidusia atas benda-benda tidak bergerak milik
pihak ketiga.
97
Menurut Soedarsono, dengan pengukuhan fidusia dalam Undang-Undang Rumah Susun, harapan masyarakat telah terpenuhi dan pengertian fidusia telah
dibakukan.
98
Pengakuan fidusia tersebut juga diikuti dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Pemukiman dan Perumahan, yang menitikberatkan objek fidusia
adalah rumah terlepas dari hak atas tanahnya, dimana pengaturan jaminan fidusia secara parsial dalam kedua undang-undang tersebut dirasakan kurang memadai dan
belum sempurna untuk menjawab tantangan perkembangan hukum masyarakat
97
Ibid, hal.56
98
Soedarsono, Tanggapan Terhadap A.P Parlindungan “Fiducia Sebagai Hak Jaminan”, Sinar Harapan, 1986.
Universitas Sumatera Utara
38
khususnya dalam lalu lintas perkreditan. Sehingga pada tahun 1999, persoalan jaminan fidusia dapat dituntaskan dengan mengundangkannya dalam Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia UUJF. Pengertian fidusia yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 yaitu : “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa yang hak kepemilikannya dislihksn tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
99
Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, pembentuk undang-undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen
dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu, sesuai dengan teori dari asas hukum tersebut di atas, maka asas hukum jaminan fidusia dapat ditemukan dengan
mencarinya dalam pasal-pasal Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dan asas-asas itu adalah sebagai berikut :
1. Asas bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur
lainnya. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Di dalam pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42
tahun 1999 dijelaskan pengertian tentang hak yang didahulukan terhadap kreditur- kreditur lainnya. Hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk
99
Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
39
mengambil pelunasan-pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
100
2. Asas bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada. Asas ini disebut dengan
“droit de suite atau zaaksgevolg”
101
, dimana hak jaminan fidusia dapat dipertahankan terhadap siapapun juga dan berhak untuk menuntut siapa saja yang
mengganggu hak tersebut. Apabila terjadi peralihan benda jaminan fidusia, kreditur pemegang jaminan fidusia tidak dapat dilindungi berdasarkan asas droit
de suite, yaitu pemegang jaminan fidusia berkedudukan sebagai kreditur konkuren bukan kreditur preferen. Pemberlakuan asas droit de suite tidak berlaku
terhadap semua objek jaminan fidusia, tetapi terdapat pengecualiannya yaitu tidak berlaku bagi objek jaminan fidusia berupa benda persediaan. Pembentuk Undang-
Undang Jaminan Fidusia tidak menjelaskan benda-benda apa saja yang termasuk dalam kategori benda persediaan, tetapi dijelaskan dengan memberikan contoh
tentang benda-benda yang tidak merupakan benda persediaan, antara lain mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi.
102
Pada prinsipnya, pemberi jaminan fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada
pihak lain objek jaminan fidusia, tetapi terhadap benda persediaan, prinsip tersebut dikecualikan.
103
100
Tan Kamelo, Loc.Cit, hal.159
101
Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit, hal.39
102
Penjelasan Pasal 23 ayat 2, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
103
Pasal 23 ayat 2, Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
40
3. Asas bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian yang lazim disebut asas asesoritas. Asas ini mengandung makna bahwa keberadaan jamian fidusia
ditentukan oleh perjanjian lain yaitu perjanjian utama atau perjanjian principal. Perjanjian utama bagi jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang yang
melahirkan hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia. Dimana hapusnya jaminan fidusia juga ditentukan oleh hapusnya hutang atau karena pelepasan hak
atas jaminan fidusia oleh kreditur penerima jaminan fidusia.
104
4. Asas bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa objek jaminan fidusia
dapat dibebankan kepada hutang yang telah ada dan yang akan ada.
105
Asas ini adalah untuk menampung aspirasi hukum dari dunia bisnis perbankan, misalnya
hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
106
5. Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada. Undang-Undang Jaminan Fidusia bukan saja menetapkan objek jaminan fidusia
terhadap benda yang akan ada, bahkan memberikan aturan terhadap piutang yang akan ada juga dapat dibebani dengan jaminan fidusia.
107
6. Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan atau rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain. Dalam ilmu hukum asas ini disebut
104
Pasal 25, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
105
Pasal 7, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
106
Penjelasan Pasal 7 huruf b, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
107
Tan Kamelo, Loc.Cit, hal 162
Universitas Sumatera Utara
41
dengan asas pemisahan horisontal.
108
Dalam pemberian kredit bank, penegasan asas ini dapat menampung pihak pencari kredit khususnya pelaku usaha yang
tidak memiliki tanah tetapi mempunyai hak atas bangunan atau rumah. 7. Asas bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan
objek jaminan fidusia.
109
Subjek jaminan fidusia yang dimaksud adalah identitas para pihak yaitu pemberi dan penerima jaminan fidusia, sedangkan objek jaminan fidusia yang dimaksud
adalah data perjanjian pokok yang dijaminkan fidusia, uraian mengenai benda jaminan fidusia, nilai penjaminan, dan nilai benda yang menjadi objek jaminan.
Dan dalam ilmu hukum disebut asas spesialitas atau pertelaan.
110
8. Asas bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminnan fidusia. Kewenangan hukum tersebut harus sudah ada
pada saat jaminan fidusia didaftarkan ke kantor fidusia, dimana asas ini juga menegaskan bahwa pemberi jaminan fidusia bukanlah orang yang wenang
berbuat.
111
9. Asas bahwa jaminan fidusia harus didaftar ke kantor pendaftaran fidusia. Dalam ilmu hukum disebut asas publikasi, asas publikasi juga melahirkan adanya
kepastian hukum dari jaminan fidusia.
112
108
Penjelasan Pasal 3 huruf a, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
109
Tan Kamelo, Op.Cit, hal.164
110
Pasal 6, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
111
Tan Kamelo, Op.Cit, hal.169
112
Pasal 12, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
42
10. Asas bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan.
113
11. Asas bahwa jaminan fidusia memberikan hak priorias kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor fidusia daripada kreditur
yang mendaftarkan kemudian.
114
12. Asas bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikad baik, asas itikad baik disini memiliki arti subjektif sebagai
kejujuran bukan arti objektif sebagai kepatutan seperti dalam hukum perjanjian.
115
Pemberi jaminan fidusia wajib memelihara benda jaminan, tidak mengalihkan, menyewakan, dan menggadaikannya kepada pihak lain.
116
13. Asas bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi. Kemudahan pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mencantumkan irah-irah “ Demi keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sertifikat jaminan fidusia, yang dapat menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa jaminan fidusia mempunyai. kekuatan
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
117
Jaminan fidusia merupakan jaminan yang diberikan kepada benda bergerak yang berwujud, seperti mesin-mesin, kendaraan bermotor, atau stok barang dagangan.
113
Pasal 1 ayat 3, dan Pasal 33 Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
114
Pasal 28, Undang-undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
115
Mariam Darus Badrulzaman, Menuju Hukum Perikatan, Fakultas Hukum USU, Medan, 1986, hal.84
116
Tan Kamelo, Loc.Cit, hal.171
117
Pasal 15, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
43
Dan terhadap benda-benda tidak berwujud, seperti : piutang dagang, atau tagihan. Ciri benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia ini adalah :
1. Hak kebendaan yang bersifat mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun.
2. Hak kebendaan mempunyai zaakgevolg atau droit de suite, yang artinya adalah hak tersebut mengikuti bendanya dimanapun atau ditangan siapapun
benda tersebut berada. 3. Hak kebendaan memiliki droit de preference hak mendahului.
118
Semula pada umumnya objek fidusia itu kebendaan bergerak yang meliputi antara lain benda dalam persediaan inventory, benda dagangan, piutang, saham,
peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka kebendaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tidak berwujud
maupun benda tidak bergerak. Sehingga bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dijaminkan, dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia.
119
Hal lain yang mendorong kemungkinan penjaminan benda-benda tidak bergerak dengan fidusia ialah sesuai dengan sifat hukum agraria sendiri yang
mendasarkan pada hukum adat, dimana dalam hukum adat tidak mengenal asas perlekatan asas assesi yang dikenal dalam hukum perdata, melainkan justru
118
Irma Devita Purnamasari, Op.Cit, hal.84
119
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.179
Universitas Sumatera Utara
44
mengenal asas horizontal, sehingga menurut asas ini orang dapat mempunyai milik atas tanam-tanaman, bangunan, rumah terlepas dari tanahnya. Akibatnya bangunan
atau rumah dapat dipindahkandiperalihkan, terlepas dari tanahnya. Karenanya juga dapat menjaminkan bangunan rumah tersebut terlepas dari tanah, dimana bangunan
itu berdiri, terpisah dari tanahnya. Berdasarkan hal inilah jika sekarang dimungkinkan menjaminkan rumah, pabrik, perusahaan, gudang di atas tanah orang lain melalui
Jaminan Fidusia.
120
B. Eksekusi Jaminan Fidusia