73
pengikatan dibuat secara notariil. Atas pendaftaran tersebut akan diberikan tanda bukti hak berupa Sertifikat Jaminan Fidusia.
159
C. Proses Eksekusi Jaminan Fidusia
Proses eksekusi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : 1. Secara Litigasi melalui proses Pengadilan.
Sistem peradilan dimana para pihak berhadap-hadapan untuk saling mengalahkan yang diadakan di pengadilan dan hasilnya adalah berupa keputusan, baik yang
berkenan dengan proses penyelesaian perkara perdata dan bisnis. Penggabungan peradilan tingkat pertama countiy court dan peradilan tingkat banding high
court, yang disebut dengan one court system atau one court entry system atau unified court system atau disebut juga one court entry system. Maksudnya adalah
pada saat gugatan diajukan, sekaligus dengan pengajuan bukti-bukti, termasuk keterangan para saksi Witness statements. Jalannya pemeriksaan perkara diatur
dengan sistem manajemen berupa susunan yang terpogram, agar dapat dihindari biaya mahal dan pemeriksaan yang berlarut-larut.
Pengadilan Negeri juga memiliki kewenangan terpusat yang tidak dapat dibagi- bagi untuk melakukan eksekusi terhadap putusan, yang bertujuan untuk
menghindari saling rebutan di antara Pengadilan Negeri. Pemusatan eksekusi di bawah satu instansi merupakan tata tertib yang sangat bermanfaat dalam
penegakan dan pelayanan hukum serta berdaya guna menghindari saling adu
159
Try Widyono, Op.Cit, hal.94
Universitas Sumatera Utara
74
kekuasaan di antara instansi peradilan. Menurut Pasal 197 ayat 1 HIR atau Pasal 280 RBG, perintah eksekusi tidak diperkenankan dituangkan secara lisan
melainkan dalam bentuk “surat penetapan” dan secara tertulis. Adanya fungsi kewenangan ex officio Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan dan memimpin
jalannya eksekusi antara lain : pelaksanaan pelelangan termasuk segala proses dan prosedur tata cara pelelangan, tindakan pengosongan dan penyerahan barang yang
dilelang, serta penyerahan dan penguasaan pelaksanaan secara nyata barang yang dieksekusi pada eksekusi riil.
160
Prof. Sudikno membagi jenis eksekusi dalam tiga kelompok
161
: a. Membayar sejumlah uang, diatur pada Pasal 196 HIR dan Pasal 208 RBG.
b. Melaksanakan suatu perbuatan, diatur pada Pasal 225 HIR, Pasal 259 RBG. c. Eksekusi riil, berdasarkan Pasal 1033 RV.
Mekanisme penyelesaian masalah pengikatan jaminan melalui proses litigasi, pemenuhannya tunduk kepada ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, antara lain :
162
1 Mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Proses lain yang dapat ditempuh adalah dengan cara menggugat debitur untuk
memenuhi pelaksanaan kewajibannya melalui pengadilan, atau melalui
160
Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 22.
161
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 200.
162
Hasil wawancara dengan Bapak Basril di PT. Bank Mandiri Persero Tbk, Balai Kota Medan, hari Rabu tanggal 30 Januari 2013
Universitas Sumatera Utara
75
arbritase apabila dalam perjanjian kredit disepakati sengketa yang timbul dari perjanjian diselesaikan oleh badan arbitrase. Sehingga kreditur juga dapat
mengajukan permohonan eksekusi, apabila ternyata debitur tidak bersedia melaksanakan isi putusan secara sukarela yang dengan sendirinya timbul hak
kreditur meminta pelaksanaan putusan melalui eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Dengan adanya permintaan eksekusi, Ketua Pengadilan
Negeri harus menegur debitur terlebih dahulu sesuai waktu yang telah ditentukan maksimum paling lama 8 hari.
2 Meminta sita jaminan atas harta kekayaan debitur. Bank kreditur dapat meminta kepada Pengadilan Negeri agar diletakkan sita
jaminan terhadap harta kekayaan debitur baik barang bergerak atau barang tidak bergerak, sesuai Pasal 227 ayat 1 RBG, Pasal 720 RV, yaitu
membolehkan penyitaan barang jaminan debitur selama belum dijatuhkan putusan akhir agar barang tersebut tidak digelapkanhilang selama proses
persidangan berlangsung, sehingga pelunasan pembayaran utang yang dituntut dapat dipenuhi dengan menjual lelang barang sitaan tersebut.
Tuntutan ganti rugi tersebut bertujuan untuk pengembalian utang pokok, bunga, biaya, dan keuntungan yang akan diperoleh.
Proses penyelesaian melalui mediasi dapat dilaksanakan dengan jangka waktu 30 hari setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani
perjanjian mediasi, yang diajukan secara tertulis. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase
Universitas Sumatera Utara
76
atau peradilan, dan belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya. Pengajuan penyelesaian sengketa dapat disampaikan kepada
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan, Bank Indonesia. Hal ini merupakan upaya penyelesaian sengketa nasabah dengan bank bagi nasabah
kecil dan usaha mikro kecil secara sederhana, murah, dan cepat melalui mediasi perbankan agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan
terpenuhi dengan baik. Melalui keterangan di atas, perlu diketahui proses Litigasi biasa digunakan
dan berperan dalam penyelesaian permasalahan, khususnya apabila debitur wanprestasi atau cedera janji yang tetap tidak mau memperbaiki kelalaiannya,
dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.
163
2. Secara Non Litigasi, yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution ADR atau Pilihan Penyelesaian Sengketa penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Pasal 1 angka 10 dan alinea ke sembilan dari Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, dikatakan bahwa :
“Masyarakat dimungkinkan
memakai alternatif
lain dalam
melakukan Penyelesaian Sengketa Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dapat ditempuh melalui Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase.”
163
Ibid
Universitas Sumatera Utara
77
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003, memberikan landasan yang kuat tentang keberadaan lembaga
ADR Alternative Dispute Resolution sebagai sarana penyelesaian perkara melalui jalur non litigasi di Indonesia.
Adanya keuntungan
atau kebaikan
penyelesaian sengketa
dengan menggunakan Alternative Dispute Resolution antara lain sebagai berikut : Sifat
kesukarelaan dalam proses prosedur yang cepat penyelesaian kepada akar persoalan, dan untuk masa yang akan datang, dimana yang diperhatikan adalah hubungan baik
antara para pihak pada masa depan. Di samping itu menjamin kerahasian kedua belah pihak, fleksibelitas yang lebih besar dalam merancang syarat-syarat
penyelesaian masalah, hemat biaya dan waktu. Sehingga besar kemungkinan untuk melaksanakan keputusan atas kesepakatan yang baik dari pada sekedar kompromi
atau hasil yang diperoleh dan cara penyelesaian kalah atau menang. Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 85PBI2006 Bab II Pasal 2 mengenai Mediasi Perbankan, bahwa : “Sengketa antara Nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan
finansial Nasabah oleh Bank dalam penyelesaian pengaduan Nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui Mediasi Perbankan.”
164
Kelemahannya antara lain adalah, terkadang memakan waktu yang lama, ataupun mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksekusi putusan yang sangat
164
Peraturan Bank Indonesia Nomor 85BI2006 tentang mediasi perbankan Bab II Pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
78
tergantung kepada itikad baik para pihak, jika penasehat hukum atau pengacara tidak dilibatkan ada kemungkinan akan lahir putusan yang bias. Hal ini banyak terjadi pada
proses negosiasi dan mediasi. Untuk lebih memudahkan kelemahan dan kelebihannya dapat dispesifikkan melalui perbandingan antara mediasi, arbitrase, dan secara
litigasi, sebagai berikut : 1. Dari segi Proses, yaitu :
Mediasi menggunakan para pihak, Arbritase menggunakan arbitrator, sedangkan Litigasi menggunakan hakim.
2. Dari segi Prosedur, yaitu: Prosedur pada Mediasi adalah secara in formal, karena tidak menyangkut masalah
hukum tetapi hanya faktanya saja. Arbritase bersifat agak formal dan agak teknis dalam mekanisme beracaranya, sedangkan Litigasi adalah sangat formal dan teknis,
karena mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Dalam Litigasi jika dilakukan oleh lembagapenyedia jasa ada 2 kemungkinan :
a. Mengikuti aturan main yang disediakan oleh badan tersebut. b. Para pihak bisa menyimpang dari aturan yang dipenting ada kesepakatan
bersama. Sedangkan didalam arbitrase mengikuti aturan dari penyedia jasa, sehingga disebut
agak formal. 3.Dari segi jangka waktu, yaitu :
Mediasi jangka waktunya singkat, karena memiliki batas waktu 30 hari, apabila lewat dari waktu yang ditentukan dapat dianggap gagal.
Universitas Sumatera Utara
79
Arbitrase memiliki jangka waktu 3-6 bulan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Sedangkan secara Litigasi jangka waktunya dapat selama 5-12 tahun
karena berperkara di Pengadilan negeri sekitar 6 enam bulan, di Pengadilan Tinggi 6 enam bulan, dan di Mahkamah Agung yang tidak ditentukan batas
waktunya. 4. Dari segi biaya, yaitu :
Mediasi relatif murah karena memiliki jangka waktu yang singkat. Pada Arbitrase memiliki biaya yang relatif sedang, atau bisa dikatakan mahal maupun murah,
tergantung dari pengertian pengusaha itu sendiri. Sedangkan secara Litigasi tentu mengeluarkan biaya yang sangat mahal karena prosedurnya yang lama dan
keterlibatan banyak pihak dalam proses penyelesaiannya.
165
Arbitrase dapat juga digunakan untuk menyelesaikan sengketa apabila debitur wanprestasi, apabila dalam perjanjian kredit telah disepakati sengketa yang timbul
dari perjanjian diselesaikan oleh badan arbitrase. Untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan dan mencegah dilaksanakan proses litigasi, dan juga dalam setiap tingkat
peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, adanya pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Adapun beberapa mekanisme proses penyelesaian masalah pengikatan jaminan secara non litigasi, antara lain : Melalui
proses lelang objek jaminan fidusia.
165
Alternative dispute resolution perkara perdata http:www.google.co.id.peranan
Universitas Sumatera Utara
80
Bank terlebih dahulu membuat surat peringatan pertama, dan bila debitur tidak memenuhi surat peringatan pertama dapat diajukan surat peringatan terakhir,
bahkan dapat membuat pernyataan pembatalan. Bila debitur tidak juga melaksanakan kewajibannya atau mengacuhkan surat peringatan terakhir tersebut, Bank dapat
mengajukan kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara KPPLN yang acuan penerapannya diatur pada Pasal 24 ayat 3, 4, 5, dan 6 Kep. DJPLN
Nomor 35PL2002. Penjualan agunan melalui suatu pelelangan umum dengan harga minimal sebesar nilai limit lelang yang telah ditentukan dan bertujuan untuk
membayar kewajiban kredit debitur. Penjualan jaminan dengan cara lelang melalui suatu pelelangan umum dangan
harga minimal sebesar nilai limit lelang yang telah ditentukan dan bertujuan untuk membayar kewajiban kredit debitur, yang dibagi atas 2 dua, yaitu
166
: 1. Lelang sukarela
Merupakan penjualan agunan yang belumtidak dilakukan pengikatan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menurunkan atau melunasi kewajiban kredit debitur
kepada Bank, baik atas permohonan debitur selaku pemilik agunan atau atas permohonan pemilik agunan dengan persetujuan debitur. Nilai limit lelang
ditetapkan sebesar nilai pasar dengan ketentuan sebagai berikut :
166
Hasil wawancara dengan Bapak Basril di PT. Bank Mandiri Persero Tbk Balai Kota Medan, hari Rabu tanggal 30 Januari 2013.
Universitas Sumatera Utara
81
a. Hasil penilaian oleh konsultan penilai rekanan Bank dan telah ditentukan oleh Credit
Operations Unit,
untuk kredit
dengan batas
debet di
atas Rp.5.000.000.000,00 lima milyar rupiah.
b. Hasil penilaian oleh Credit Operations Unit untuk kredit dengan batas debet sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 lima milyar rupiah
2. Lelang Eksekusi Pelaksanaan lelang eksekusi ini, tidak diperlukan adanya persetujuan dari debitur
atau pemilik agunan. Proses pelaksanaan lelang eksekusi dapat dilakukan dengan 2 dua cara :
a. Lelang eksekusi melalui eksekusi pengadilan, yaitu lelang yang berdasarkan title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Credietverband, Hipotik, Hak
Tanggungan yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”
dan adanya
penetapan Hakim
Pengadilan untuk
melaksanakan eksekusi. Pelaksanaan lelang eksekusi mengacu pada ketentuan tentang penyelesaian kredit melalui pengadilan tentang proses permohonan
eksekusi sertifikat hipotik, hak tanggungan, credietverband ke Pengadilan Negeri.
b. Lelang eksekusi tanpa melalui pengadilan, yaitu lelang sebagai pelaksanaan dari yang diperjanjikan dalam APHT Akta Pemberian Hak Tanggungan
Jaminan Fidusia antara lain janji, bahwa apabila debitur cidera janji maka pemegang Hak Tanggungan PertamaJaminan Fidusia mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak TanggunganJaminan Fidusia atas kekuasaan Bank sendiri
Universitas Sumatera Utara
82
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Secara umum adapun proses lelang yang dilakukan sebagai berikut
167
: a. Penjual mengajukan permohonan kepada Kantor Lelang.
Pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri keuangan Nomor 304KMK 012002 jo.Nomor 450KMK 012002, dimana permohonan diajukan secara tertulis kepada
Kepala Kantor Lelang, disertai dengan dokumen yang berisi syarat-syarat. Apabila Ketua Pengadilan Negeri hendak melaksanakan Lelang Eksekusi berdasarkan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, berarti Pengadilan Negeri berkedudukan sebagai penjual. Oleh karena itu, untuk pelaksanaan penjualan lelang
itu, Ketua Pengadilan Negeri mengajukan permohonan kepada Kantor Lelang. b. Kantor Lelang tidak boleh menolak permohonan
Kantor lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi. Sesuai Pasal 7 Peraturan
Lelang Stb. 1908-189 jo. Stb. 1940-56, adanya pengecualian terhadap alasan penolakan permintaan lelang, yaitu apabila permohonan lelang yang diajukan berada
di luar wilayah kerja Kantor Lelang yang bersangkutan, karena dalam hal yang demikian penerimaan itu melampaui batas wilayah kompetensi relatifnya. Penolakan
permohonan yang diatur Pasal Peraturan Lelang, tidak membicarakan ketidakabsahan pelaksanaan lelang. Apabila permohonan tidak dilengkapi Dokumen Persyaratan
167
M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 215.
Universitas Sumatera Utara
83
Lelang, Kantor Lelang tidak boleh menolak, melainkan menyuruh pemohon untuk melengkapinya.
c. Dokumen persyaratan lelang Persyaratan lelang secara umum diatur dalam Pasal 2 Kep. DJPLN Nomor
35PL2002, terdiri dari : salinanfotokopi Surat Keputusan penunjukan penjual, syarat lelang dari penjual apabila ada, dan daftar barang yang akan dijual.
Persyaratan lelang lainnya masih banyak lagi yang diatur pada Pasal 3 Keputusan DJPLN tersebut. Lelang dapat dilaksanakan di tempat barang berada atau terletak
Pasal 4 Kep. DJPLN Nomor 35PL2002 dan dapat juga dilaksanakan di luar tempat barang berada dengan persetujuan dari DJPLN Pasal 4 ayat 2 Kep. DJPLN Nomor
35PL2002. Pada dasarnya Bank lebih mengutamakan penyelesaian secara non litigasi dari
pada litigasi, disebabkan prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Dan terhadap putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu putusan serta-merta pada prakteknya
sulit dilaksanakan, meskipun telah diterima dari Mahkamah Agung.
168
Masyarakat bisnis utamanya menginginkan adanya penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat
dan murah serta tepat. Penyelesaian sengketa yang lambat akan dapat mengganggu kinerja pebisnis dalam menggerakkan roda perekonomian dan memerlukan roda
perekonomian serta memerlukan biaya yang relatif besar.
168
Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery, di PT. Bank Mandiri Persero Tbk, Balai Kota Medan, hari Kamis tanggal 14 Maret 2013.
Universitas Sumatera Utara
84
D. Faktor Penghambat Dalam Eksekusi Jaminan Fidusia