Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Landasan Teori 1. Wortel

5 adanya penelitian ini diharapkan produktivitas usahatani wortel dapat ditingkatkan melalui pengetahuan tentang faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi wortel dan jumlah faktor-faktor produksi yang harus digunakan sehingga petani bisa memperoleh pendapatan maksimal karena dalam usahatani berlaku hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang, dimana penambahan faktor produksi secara terus menerus pada suatu titik akan menyebabkan output yang akan semakin berkurang Soekartawi, 2003.

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini masalah-masalah yang akan diteliti: 1. Faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap usahatani wortel di Kabupaten Karangayar ? 2. Bagaimana skala usahatani wortel di Kabupaten Karanganyar ? 3. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi yang dialokasikan petani sudah mencapai efisiensi ekonomis ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap usahatani wortel di Kabupaten Karangayar 2. Mengetahui skala usahatani wortel di Kabupaten Karanganyar. 3. Mengetahui alokasi penggunaan faktor produksi tersebut dalam memenuhi syarat efisiensi ekonomi. 6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai alat untuk mencoba mengaplikasikan teori yang telah dipelajari selama ini, sehingga dapat membandingkan dengan keadaan yang sebenarnya dan untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat S-2. 2. Bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ataupun bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan usahatani wortel . 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan pembanding pada permasalahan yang sama. 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Wortel

Wortel termasuk 18 jenis sayuran komersil yang dihasilkan di Indonesia. Dilihat dari luas panen sayuran nasional tahun 1991, wortel berada di urutan ke-16 setelah cabai, kacang panjang, bawang merah, ketimun, kubis, kacang merah, terung, tomat, kentang, petsai dan sawi, bayam, buncis, bawang daun, kangkung, dan bawang putih. Rukmana, 1995 Di Indonesia produksi wortel masih rendah, yakni 20-25 ton per hektar. Di negara-negara lain, misalnya seperti di Amerika dan Eropa, produksi wortel dapat mencapai kisaran 30 -35 ton per hektar. Rendahnya produksi wortel di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor seperti penggunaan faktor produksi yang kurang tepat dan tehnik budidaya yang kurang baik, sehingga untuk meningkatkan produksi wortel di Indonesia harus dilakukan perbaikan dalam penggunaan faktor produksi dan tehnik budidaya serta pengendalian hama dan penyakit yang lebih intensif dan tepat sasaran, serta penggunaaan benih yang baik. Cahyono, 2002 Menurut Cahyono 2002, taksonomi tumbuhan wortel adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta tumbuhan berbiji Sub-Divisi : Angiospermae 8 Klas : Dicotyledonae Ordo : Umbelliferales Famili : Umbelliferae Apiaceae Genus : Daucus Spesies : Daucus carrota L. Tanaman wortel diklasifikasikan menjadi tiga jika dilihat dari bentuk umbinya yaitu: a Tipe Chantenay, berbentuk bulat panjang dengan ujung yang tumpul. b Tipe Imperator, berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing. c Tipe Nantes, merupakan tipe gabungan antara imperator dan chantenay. Tanaman wortel dipanen setelah berumur 3 bulan sejak sebar benih atau tergantung varietasnya dan ukuran umbinya telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu tua meyebabkan umbi menjadi keras dan berkayu, sehingga kualitasnya rendah dan tidak laku dijual di pasar Rukmana, 1995 Pada umumnya, kegiatan pemasaran umbi wortel tidak terjadi di kebun secara langsung antara produsen petani dan konsumen, tetapi melalui lembaga-lembaga tata niaga. Lembaga-lembaga yang berperan dalam pemasaran wortel adalah tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar grosir, pedagang pengecer pasar, supermarket dan eksportir. Dengan adanya lembaga pemasaran ini memudahkan petani memasarkan produknya tapi juga mempengaruhi harga jual di pasar maupun harga ditingkat petani. Panjangnya rantai pemasaran ini menyebabkan harga di pasar terlalu tinggi 9 dan harga di tingkat petani terlalu rendah sehingga pendapatan petani menjadi rendah dan konsumen harus membayar lebih tinggi. Cahyono, 2002 Kuatnya pasaran wortel dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan perusahaan industri pengolahan yang mengolah umbi wortel menjadi berbagai bentuk produk makanan maupun minuman, misalnya jus wortel dan chips wortel. Selain itu, kuatnya pasaran wortel juga bisa dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan perusahan kosmetik yang memerlukan bahan baku wortel Cahyono, 2002 Menurut Cahyono 2002 usahatani wortel dalam satu kali masa tanam pada lahan seluas 1 hektar dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 23.654.175 rupiah dengan asumsi harga jual wortel ditingkat petani sebesar Rp. 800 rupiahkg. Sedangkan menurut Cahyati 2006 usahatani wortel di Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menghasilkan keuntungan Rp. 29.695.000 dengan asumsi harga wortel Rp. 2.300 rupiahkg. Menurut Dirjen DIKTI pada artikel Sinar Tani 2007 usahatani wortel memberikan keuntungan sebesar Rp. 19.156.600 dengan harga jual ditingkat petani Rp. 1.000 rupiahkg.

2. Fungsi Produksi

Produksi adalah perubahan dua atau lebih input faktor produksi menjadi satu atau lebih output produk. Ada hubungan antara produksi dengan input yaitu output maksimum yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu. Dalam teori produksi diasumsikan produsen berusaha memproduksi output maksimum dengan menggunakan input tertentu dan 10 biaya yang paling rendah, serta berusaha memaksimumkan keuntungan Pindyck dan Rubinfeld, 1999 . Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik output dengan faktor produksi input Mubyarto, 1995. Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini dituliskan sebagai berikut : Y = f x 1 , x 2 ,…....…, x n Dimana : Y = hasil produksi fisik x 1 ,…....…, x n = faktor-faktor produksi Menurut Soekartawi 2003 fungsi produksi yang sering dipakai adalah fungsi produksi linear, kuadratik, eksponensial, CES Constant Elasticity Substitution, trancendental dan translog. a. Fungsi Produksi Linear Rumus matematiknya adalah sebagai berikut : Y = f X 1 , X 2 ,…X i ,…,, x n Dimana : Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan Fungsi produksi linear bisaanya dibedakan menjadi dua yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : 11 Y = a + bX Dimana : a = intersep perpotongan b = koefisien regresi Bila a = 0, maka Y = bX, dan garis ini akan melewati titik origin. Koefisien regresi b, sekaligus merupakan slope kemiringan dari garis Y = a + bX dan Y = bX, sehingga merupakan produk marginal dari garis Y = a + bX atau Y = bX dan dapat ditulis sebagai berikut : b = ∆Y∆ X b. Fungsi Produksi Linear Berganda multiple regression Fungsi produksi ini mempunyai variabel X yang lebih dari satu, secara mateatis dapat ditulis sebagai berikut : Y = f X 1 , X 2 ,…....…, X n ; atau Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + ..........+ b i X i Dimana a, b, X dan Y telah dijelaskan sebelumnya. c. Fungsi Produksi Kuadratik Fungsi produksi kuadratik ini biasanya dituliskan sebagai berikut : Y = f X i ; atau dapat dituliskan Y = a + bX + cX 2 Dimana : Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga 12 d. Fungsi Produksi Eksponensial Fungsi produksi eksponensial dapat berbeda satu sama lain tergantung pada ciri data yang ada, tapi umumnya fungsi produksi eksponensial ini dapat dituliskan sebagai berikut : Y = a X b biasanya disebut Fungsi Produksi Cobb-Douglas dan Y = a b X Penyelesaian fungsi produksi eksponensial ini dengan menggunakan logaritma karena merupakan bilangan berpangkat. e. Fungsi Produksi CES Fungsi ini dipakai bila berlaku asumsi constant return to scale. Rumus matematis CES adalah sebagai berikut : Y = γ [ δ K –p + 1 - δ L –p ] -1p Dimana : Y = output γ = parameter efisiensi γ 0 δ = distribusi parametaer 0 δ 1 K = kapital L = input tenaga kerja p = parameter substitusi p -1 f. Fungsi Produksi Transcedental Rumus umum dari fungsi transcedental adalah sebagai berikut: 13 Y = A X 1 b 1 e c 1 x 1 x 2 b 2 e c 2 x 2 + u, Dimana : Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga e = bilangan konstan u = galat disturbance term g. Fungsi Produksi Translog Fungsi produksi translog ini dapat dituliskan sebagai berikut : Log Y = Log A + b 1 log X 1 + b 2 log X 2 + b 3 log X 1 log X 2 + u Dimana : Y = output X = input a, b, c = parameter yang diduga A = parameter yang berfungsi sebagai intersep u = galat disturbance term Memilih fungsi produksi yang sesuai dengan keinginan peneliti bukan pekerjaan yang mudah hal ini disebabkan karena data yang ada belum tentu sesuai dengan model fungsi produksi yang telah disiapkan sebelumnya. Kejadian ini sering ditemui pada analisis yang menggunakan data yang tidak terkontrol seperti data survei sosial ekonomi Soekartawi, 2003. Pada penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb- Douglass karena Soekartawi 2003 mengemukakan bahwa ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu : 14 a. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain karena fungsi Cobb-Douglas mudah di transformasikan ke bentuk linier. b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas. c. Besarnya elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan return to scale. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Debertin, 1986 adalah sebagai berikut : Y = Ax 1 α x 2 1- α Dimana x 1 = Tenaga kerja x 2 = Modal Fungsi tersebut dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma menjadi : Log y = log A + α log x 1 + 1- α log x 2 Bentuk fungsi Cobb Douglas tersebut dapat diperluas menjadi beberapa variabel x sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: Y = u b n b i b 2 b 1 e X ... X .... X aX n i 2 1 Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka: Y = f X 1 , X 2 ,…X i ,…,, x n Dimana : Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b = besaran yang akan diduga 15 u = kesalahan disturbance term e = logaritma natural, e = 2,718 Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas maka persamaan tersebut di ubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Bentuk logaritma dari persamaan di atas adalah: Log Y = Log a + b 1 log X 1 + b 2 log X 2 + u Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi liner, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain Soekartawi, 2003 : a Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui infinite. b Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. c Tiap variabel X adalah perfect competition. d Perbedaan lokasi seperti iklim termasuk dalam faktor kesalahan, u. 3 Skala Usaha Analisis skala usaha return to scale digunakan untuk mengkaji kemungkinan perluasan usaha dalam proses produksi, yang merupakan upaya maksimisasi keuntungan. Skala usaha menggambarkan respon pada output akibat perubahan dari input. Suatu usaha yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale dapat diketahui dengan nilai RTS Return 16 To Scale. Dalam fungsi Cobb Douglass dapat dijelaskan oleh jumlah besaran elastisitasnya b 1 ,b 2 , ..., b n yaitu lebih besar dari satu, lebih kecil dari satu atau sama dengan satu Soekartawi, 1994. Ada tiga kemungkinan alternatifnya, yaitu: a Decreasing return to scale, bila b 1 + b 2 + … + b n 1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. b Constant return to scale, bila b 1 + b 2 + … + b n = 1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c Increasing return to scale, bila b 1 + b 2 + … + b n 1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

4. Efisiensi Ekonomi

Petani dalam melaksanakan usahataninya dapat menggunakan kombinasi dari beberapa faktor produksi sekaligus seperti lahan, benih, tenaga kerja, pupuk dan modal sehingga petani diharapkan dapat menyesuaikan skala usahataninya. Dengan kombinasi yang tepat berarti petani dapat mengalokasikan faktor produksi sehingga tercapai tingkat efisiensi yang tinggi dan pendapatan yang tinggi pula Soekartawi, 1994 Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan masukan yang sekecil- kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi ekonomi tertinggi terjadi pada saat keuntungan maksimal yaitu pada saat selisih antara penerimaan dengan biaya yang paling besar. Dalam keadaan ini banyaknya 17 ongkos yang digunakan untuk menambah penggunaan input sama dengan tambahan output yang dapat diterima. Keuntungan maksimal terjadi saat nilai produk marginal sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam usahatani Mubyarto, 1995. Dalam terminologi ekonomi pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu: efisiensi teknis, efisiensi alokatif efisiensi harga dan efisiensi ekonomis Pengukuran secara teknis terhadap usahatani yang dilaksanakan petani ditunjukkan oleh perbandingan antara produksi aktual dan produksi estimasi potensial usahatani. Dengan memasukkan faktor manajemen yang merupakan tingkat efisiensi teknis Technical Efficiency Rating, TER, maka dapat diperoleh suatu fungsi produksi yang lebih baik. Secara matematis besar efisiensi teknis TER yang merupakan rasio antara tingkat produksi aktual Y dengan tingkat produksi potensial Yi dapat ditulis: TER=YY i Yotopoulos dan Nugent, 1976. Menurut Yatopoulos dan Nugent 1976, efisiensi akan menunjukkan pencapaian keluaran yang optimal dari seperangkat sumber daya tertentu. efisiensi dibagi menjadi dua jenis yaitu efisiensi harga price efficiency dan efisiensi teknis technical efficiency. Efisiensi harga berkaitan dengan pembuatan keputusan mengenai pengalokasian dari faktor-faktor produksi variabel, yaitu faktor yang berbeda dalam kontrol perusahaan. Efisiensi ini biasanya ditunjukkan dengan nilai produk marjinal untuk suatu input tertentu sama dengan harga input tersebut. efisiensi teknis merupakan besaran yang menunjukkan perbandingan antara produksi 18 sebenarnya dengan produksi maksimum. Sedangkan efisiensi ekonomi adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum Soekartawi, 2003. Efisiensi ekonomis dicari berdasarkan asumsi petani berorientasi pada keuntungan jangka pendek yang maksimum. Dalam menganalisis efisiensi ekonomis, penggunaan faktor produksi didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Harga input dan output ditetapkan oleh pasar persaingan sempurna. Produsen secara individu tidak dapat mempengaruhi harga hasil produksi dan harga faktor produksi yang mereka gunakan. b. Produsen akan berbuat rasional dan mempunyai keinginan untuk mencapai keuntungan bersih yang maksimal. c. Harga dan hubungan input dengan output diasumsikan diketahui sempurna. Efisiensi ekonomi merupakan kombinasi dari efisiensi teknis dan efisiensi harga. Menurut Soekartawi 2003, bila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai maka usahatani tersebut telah mencapai efisiensi ekonomis. EE = ET x EH………………………………………………………3 Keterangan : EE = efisiensi ekonomi ET = efisiensi teknis EH = efisiensi harga 19 Secara sederhana ukuran efisiensi menurut Farell dapat dijelaskan sebagai berikut: Gambar 2.1. Ukuran Efisiensi Menurut Cara Farrell Soekartawi, 2003 Garis lengkung UU’ garis isokuan yang menggambarkan tempat kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan input X 1 dan X 2 terhadap produksi Y. Dalam gambar tersebut titik D adalah kombinasi optimum yang dapat dicapai maximum possible yield, sedangkan titik C adalah kombinasi yang digunakan oleh perusahaan. Model Farrell ini menghubungkan efisiensi teknis OBOC dengan kesalahan pemilihan fungsi produksi dan efisiensi harga OAOB dengan kesalahan pemilihan fungsi produksi dan efisiensi harga OAOB menggambarkan pilihan terbaik atau kesalahan pemilihan kombinasi input. Dalam meneliti efisiensi ekonomi OAOC sering kesulitan untuk memisahkan efisiensi teknis dengan efisiensi hargaalokatif. U P O A D B C U’ P’ Y x 2 Y X 1 20 Analisis efisiensi ekonomi biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat optimalisasi pemakaian faktor produksi. Efisiensi ekonomi tertinggi tercapai pada saat keuntungan mencapai maksimal. Menurut Suprapto 2005, efisiensi ekonomi maksimum bisa ditentukan dengan memaksimumkan fungsi keuntungan: Keuntungan = Total Penerimaan- Total Biaya = Produksi X Harga Produk – Biaya Variabel + Biaya Tetap = Y. Py – X. Px + TFC Keuntungan maksimum terjadi saat turunan pertama fungsi keuntungan = 0 dY d X = 0 dYdX. Py – Px = 0 dYdX. Py = Px MPx. Py = Px NPMx = Px Menurut Soekartawi 2003 efisiensi ekonomis terjadi saat nilai produk marginal dari setiap unit tambahan masukan sama dengan harga dari setiap unit masukan tersebut yang dapat dituliskan sebagai berikut: 21 NPMx = Hx Dimana NPMx = Nilai produk marginal dari masukan X Hx = Harga masukan Namun demikian kenyataan yang banyak terjadi NPMx tidak selalu sama dengan Hx yang sering terjadi : a. NPMxi 1 artinya penggunaan masukan x belum mencapai efisiensi Hxi ekonomi tertinggi. Pada kondisi ini masukan x masih bisa ditambah. b. NPMxi 1 artinya penggunaan masukan tidak efisien, masukan x Hxi perlu dikurangi Soekartawi, 2003. Jika petani memperoleh keuntungan besar dalam usahataninya karena pengaruh harga petani tersebut langsung dikatakan mengalokasikan faktor produksi tersebut secara efisien. Selanjutnya jika petani mampu meningkatkan produksi dengan nilai faktor produksi yang dapat ditekan dan menjual produksi dengan harga tinggi maka petani telah melaksanakan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersamaan. Situasi yang demikian disebut efisiensi ekonomi Soekartawi, 2003. 22 Secara sederhana ukuran efisiensi dapat dijelaskan sebagai berikut: Gambar 2.2 Kurva Isoquant dan Isocost Sumber : McEachern, 2001 Isoquant merupakan kurva yang menunjukkan kombinasi efisien dari dua sumber daya input yang menghasilkan tingkat output tertentu. Pada gambar 1 di atas kurva isoquant ditunjukan oleh garis lengkung Q 1 , Q 2 , Q 3 dan Q 4 . Kurva isoquant yang semakin menjauhi titik origin menunjukkan bahwa tingkat output yang diproduksi semakin tinggi dengan kombinasi input yang semakin besar. Sifat –sifat isoquant menurut McEachern 2001 adalah isoquant yang semakin jauh dari titik nol mencerminkan tingkat output yang semakin tinggi, isoquant mempunyai slope negatif, isoquant tidak pernah saling berpotongan dan isoquant cembung terhadap titik nol. Isocost merupakan kurva yang menunjukkan kombinasi sumber daya pada biaya yang sama. Isocost pada gambar 1 ditunjukkan oleh garis TC 1 , TC 2 , TC 3 , TC 4 . Kurva isocost yang semakin jauh dengan titik nol 23 menunjukkan biaya yang semakin tinggi. Titik perpotongan antara kurva isoquant dengan isocost yaitu titik a, b, c, d menunjukkan biaya minimum yang diperlukan untuk memproduksi tingkat output tertentu dari kombinasi input yang telah ditetapkan. Kondisi ini berarti bahwa suatu usaha telah mencapai efisiensi.

B. Penelitian Terdahulu