penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber yang dibutuhkan tidak cukup memadai. Hal ini bisa terjadi karena masalah disposisi
sebagaimana dijelaskan oleh Subarsono AG dalam Akhmad Zaeni 2006 bahwa disposisi diartikan sebagai watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratik. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
juga menjadi tidak efektif Menurut Van Mater dan Van Horn 1974 dalam Widodo, 2007
implementasi kebijakan, dipengaruhi oleh sikap oleh pelaksananya, sikap mereka itu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh
kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan- kepentingan pribadinya.
5.3 Pencapaian Cakupan Peserta KB Keluarga Berencana Pasca Persalinan
KB adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen Prawirohardjo, 2005. Program KB
pasca persalinan Jampersal ditujukan Sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jaminan Persalinan, maka pelayanan KB pada
masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada
Universitas Sumatera Utara
Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP atau Kontrasepsi Mantap Kontap.
Program Jampersal tidak cukup efektif dalam peningkatan cakupan KB di wilayah kerja Puskesmas Penei Tongah terlihat dari cakupan KB hanya sebesar 35,
dan yang paling sering digunakan adalah KB pil dan suntik diluar program Jampersal dan hal serupa juga terjadi pada penelitian Yhastra 2012 yang menyatakan bahwa
tidak ada pengaruh program Jampersal terhadap keikutsertaan ber-KB. Respon masyarakat juga tidak terlalu antusias dengan program KB. Informan pokok
menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan dan menunda menggunakan program KB tersebut, dengan alasan penggunaan KB dilarang suami, ataupun merupakan hal
yang tabu di lingkungan mereka dan mereka merasa bahwa mereka masih kotor, jika setelah nifas langsung menggunakan KB. Hal serupa juga terjadi pada penelitian
Evariana 2013 yang menyatakan banyak peserta Jampersal menunda untuk menggunakan KB segera setelah bersalin bahkan tidak mau memakai KB karena
masih percaya bahwa banyak anak banyak rezeki, dan juga hasil penelitian Yhastra 2012 yang menyatakan bahwa p
eran serta suami mempunyai pengaruh paling kuat terhadap keikutsertaan KB sebesar 84.5. Suami yang berperan dalam pengambilan
keputusan istri ber-KB 23,9 kali beresiko untuk ikut KB dibandingkan yang suami yang tidak berperan.Apalagi di Kecamatan Panei mayoritas penduduknya adalah suku Batak
yang menganut budaya Patriarkhi Garis keturunan Ayah sehingga keputusan mutlak di tangan suami.
Universitas Sumatera Utara
Tidak berjalannya program KB ini disebabkan dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari masyarakat itu sendiri, seperti anggapan
negatif mereka mengenai KB yang disebabkan oleh rendah pengetahuan tentang KB. Notoatmodjo, 2007 menyatakan bahwa informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang jika dia mendapat informasi yang baik dari berbagai media,baik media cetak maupun media elektronik akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang yang mempengaruhi perilaku. Hasil penelitian Herlina.T,dkk 2012 menyimpulkan ada pengaruh pengetahuan dengan keikutsertaan KB.Sikap
menolak terhadap penggunaan alat kontrasepsi pasca salin dan suami tidak mendukung juga ternyata memberi pengaruh. Oleh karena itu disarankan pada tenaga
kesehatanuntuk meningkatkan konseling mengenai penggunaan alat kontrasepsi pasca salin padaibu peserta Jampersal di Puskesmas Panei Tongah.
Faktor eksternal yaitu dari penyedia jasa Jampersal yang tidak mengetahui bahwa KB merupakan salah satu manfaat yang disediakannya oleh program
Jampersal. Ketidaktahuan dari penyedia Jampersal adalah kurangnya sosialisasi mengenai manfaat apa saja yang diterima oleh pengguna Jampersal. Akibat yang
terjadi yaitu tidak ada peningkatan cakupan KB walaupun Program Jampersal telah terlaksana. Sehingga dapat dikatakan implementasi kebijakan yang efektif, sangat
ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten accuracy and consistency Van Mater dan Van Horn, dalam Widodo
2007. Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak
yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan