Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun dihitung dengan rumus :
CBR Propinsi x 1,1 x jumlah penduduk setempat
Bila propinsi tidak mempunyai data CBR, dapat digunakan angka nasional, sehingga rumus perhitungannya sebagai berikut: 3 x jumlah penduduk
setempat Depkes, 2006.
2.8.2. Cakupan Ibu Hamil K4
K4 Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat lebih, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Dengan
indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang telah ditetapkan yang menggambarkan
tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumusnya adalah Depkes, 2006 : 100
x tahun
1 dalam
hamil ibu
sasaran Jumlah
4 K
hamil ibu
kunjungan Jumlah
2.9. Cakupan Peserta KB Paska Persalinan
Keberhasilan program KB yang dilaksanakan sejak era tahun 1970-an telah dibuktikan dengan menurunnya angka fertilitas di Indonesia, yaitu Total Fertility
Rate TFR yang pada tahun 1970-an beradadi level 5,6 dapat diturunkan sebesar 53 menjadi 2,6 pada tahun 2002-2003. Keberhasilan program KB ini harus terus
dipelihara dan ditingkatkan agar usaha yang telah dilaksanakan selama lebih dari 3
Universitas Sumatera Utara
dasawarsa ini tidak menjadi sia-sia. Diperlukan berbagai upaya dalam memelihara keberhasilan dan kelangsungan program KB, antara lain dengan meningkatkan
kualitas pelayanan KB. Peningkatan kualitas pelayanan KB saat ini menjadi salah satu sasaran pokok program KB nasional.
Cakupan peserta KB Paska Persalinan adalah jumlah peserta KB paska melahirkan yang mendapatkan pelayanan Keluarga Berencana pasca salin antara lain
adalah kontrasepsi mantap Kontap, IUD, Implant, dan Suntik. Tatalaksana Pelayanan KB dan ketersediaan Alokon sebagai upaya untuk pengendalian jumlah
penduduk dan keterkaitannya dengan Jaminan Persalinan, maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada
Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP atau Kontrasepsi Mantap Kontap Juknis Jampersal, 2011.
2.10. Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh pada masyarakat dalam suatu wilayah
kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok. Menurut Depkes 1991, Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara
Universitas Sumatera Utara
menyeluruh atau terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
2.10.1. Fungsi Puskesmas
Puskesmas berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya dan membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
2.10.2. Kegiatan Pokok Puskesmas
Ada delapan belas kegiatan pokok Puskesmas antara lain; Upaya kesehatan Ibu dan anak, upaya Keluarga Berencana, upaya peningkatan gizi, upaya kesehatan
lingkungan, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan, upaya perawatan
kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya laboratorium sederhana, upaya
pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional Nasrul Efendi, 1998.
2.11. Landasan Teori
Pendapat Grindle dalam Samudra, 1994 bahwa implementasi kebijakan pada dasarnya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan memengaruhi proses implementasi kebijakan, konteks kebijakan ini meliputi
kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor-aktor yang terlibat. Pencapaian keberhasilan suatu program kebijakan sangat tergantung dari para
aktor yang mempunyai peranan di dalam kebijakan. Oleh karena ini dalam menentukan keberhasilan suatu program maka model kesesuaian D.C.Korten
merupakan bentuk yang ideal untuk mencapai keberhasilan suatu program kebijakan. Keberhasilan suatu program juga akan terjadi jika terdapat kesesuaian antara hasil
program dengan kebutuhan sasaran, syarat tugas pekerjaan program dengan kemampuan organisasi pelaksana dengan sarana pengungkapan kebutuhan sasaran.
Keterkaitan antara elemen-elemen dalam pelembagaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Program outputs Task Requirements
Beneficiary need
Expression Decision Making
Gambar 2.2. Implementasi Kebijakan Program Model D.C.Korten
Sumber : Samudra,1994 Program
Beneficiaris Organization
Universitas Sumatera Utara
Menurut George C.Edwards III dalam Winarno, 2002 terdapat faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber-sumber
sumber daya, kecenderungansikap dan struktur birokrasi. Selanjutnya implementasi kebijaksanaan adalah tahap pembuatan kebijaksanaan antara pembentukan
kebijaksanaan dan konsekuensi bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijaksanaan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi permasalahan yang timbul
meskipun telah diimplementasikan, akan mengalami kegagalan. Interaksi keterpengaruhan dapat digambarkan berikut ini :
Gambar 2.3 Model Implementasi menurut G.C.Edward III
Mengacu pada berbagai pendapat para ahli yang telah disampaikan diatas maka peneliti akan mengadopsi pendapat dari George C.Edwards III.
Komunikasi
Sumber daya
Struktur Birokrasi Disposisi
Implementasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena peneliti mencoba mengadopsi pendapat George C.Edwards III, maka diperlukan sedikit penjelasan tentang 4 empat faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan implementasi kebijakan. 1. Komunikasi
Menurut Harold Koontz dalam Akhmad Zaeni 2006 yang dimaksud dengan komunikasi adalah penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima dan
informasi itu dimengerti oleh yang belakangan, selanjutnya menurut Stephen P. Robbins komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman suatu maksud, kemudian
Yudith R. Gordon dkk mengartikan komunikasi sebagai pemindahan informasi, gagasan, pengertian, atau perasaan antar orang. Dari berbagai pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi atau penyampaian warta dari komunikator kepada komunikan.
Unsur-unsur komunikasi administrasi menurut Harold Koontz adalah pengirim warta, pengiriman warta, penerima warta, perubahan sebagai akibat
komunikasi, faktor-faktor situasi dan organisasi dalam komunikasi; sedangkan menurut Stephen P Robbins komunikasi administrasi adalah pembuatan sandi, warta
saluran, penafsiran sandi, penerima umpan balik, dan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat di atas unsur-unsur komunikasi adalah adanya sumber warta
saluran, penerima, hasil umpan balik, dan lingkungan. Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi yang efektif menurut Moekijat
adalah a kemampuan orang untuk menyampaikan informasi; b pemilihan dengan seksama apa yang ingin disampaikan oleh komunikator; c saluran komunikasi yang
Universitas Sumatera Utara
jelas dan langsung; d media yang memadai untuk menyampaikan pesan; e penentuan waktu dan penggunaan media yang tepat; f tempat-tempat penyebaran
yang memadai apa bila diperlukan untuk memudahkan penyampaian pesan yang asli, tidak dikurangi, tidak diubah, dan dalam arah yang tepat.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan apabila memilih komunikasi menurut Deyer adalah a kecepatan, b kecermatan, ckeamanan, d kerahasiaan, e
catatan, f kesan, g biaya, h senang memakainya, i penyusunan tenaga kerja, j Jarak. Dilihat dari jenis komunikasi ada 4 empat, yaitu : 1 komunikasi dari atas ke
atas, 2 Komunikasi dari bawah ke atas, 3 komunikasi horizontal, 4 komunikasi diagonal.Melihat berbagai pendapat para ahli di atas, komunikasi merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan efektivitas implementasi kebijakan serta merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik komunikasi dari atas ke
bawah, dari bawah ke atas, maupun secara horizontal, yang hal ini merupakan modal yang sangat menentukan berhasil tidaknya implementasi kebijakan Jampersal.
2. Sumber Daya Menurut Flippo dalam Akhmad Zaeni 2006 manajemen sumber daya adalah
perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan
pengawasan kegiatan,
pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, memelihara dan pelepasan SDM sumber daya manusia agar tercapai tujuanorganisasi dan masyarakat.
Kemudian menurut Hani Handokodalam Akhmad Zaeni,manajemen sumberdaya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan
sumberdaya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun tujuan
Universitas Sumatera Utara
organisasi. Manajemen
sumberdaya menurut
Henry Simamora
adalah pendayagunaan, pengembangan penilaian, pemberian balas jasa,dan pengelolaan
individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.Manajemen sumber daya yang efektif mengharuskan manajemen menemukan cara terbaik dalam mengkaryakan
orang-orang agar mencapai tujuan perusahaan dan meningkatkan kinerja organisasi. Lebih lanjut dijelaskan ada 4 empat tipe sumber daya yaitu: 1 finansial,2 fisik,
3 manusia, 4 kemampuan tekhnologi dan system.Ketersediaan dan kelayakan sumberdaya dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena
implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber yang dibutuhkan tidak cukup memadai. Sumber-sumber yang dimaksud menurut George C. Edwards
III adalah : a staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan ketrampilan untuk melaksanakan kebijakan, binformasi yang memadai atau relevan
untuk keperluan implementasi danc adanya dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasidan d adanya wewenang yang dimiliki implementator
untuk melaksanakan kebijakan, e fasilitas-fasilitas lain. 3. Disposisi
Disposisi sebagaimana dijelaskan oleh Subarsono AGdalam Akhmad Zaeni 2006 diartikan sebagai watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratik. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
Universitas Sumatera Utara
juga menjadi tidak efektif. Disposisi implementator ini mencakup tiga hal penting, yang meliputi :1 Respons implementator terhadap kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; 2 kognisi,yakni pemahaman para implementator terhadap kebijakan yang dilaksanakan; 3 intensitas
disposisi implementator, yakni freferensi nilai yang dimiliki oleh implementator Subarsono,2005
4. Struktur Birokrasi Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlahorang untuk
mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab. Organisasi karakteristik tertentu yaitu
mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung pada komunikasi anggotanya untuk mengkoordinasikan aktiffitas
dalamorganisasi itu. Selanjutnya Kochler dalam Akhmad Zaeni mengatakan bahwa organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu
kelompok untuk mencapai tujuantertentu, sedangkan pendapat Wright dalam Akhmad Zaeni mengatakan bahwa organisasi adalah suatu bentuk system terbuka dariaktifitas
yang dikoordinasikan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Kendatipun kedua pendapat mengenai organisasi tersebut kelihatan berbeda-beda
perumusannya, akan tetapi ada 3 tigahal yang sama-sama dikemukakan, yaitu : 1 organisasi merupakan suatu sistem; 2 mengkoordinasikan aktivitas, dan 3
mencapai tujuan bersama. Suatu struktur birokrasi menetapkan bagaimana tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal, dan menurut
Universitas Sumatera Utara
Stephen P. Robbins struktur birokrasi meliputi : 1spesialisasi kerja, 2 departementasi, 3 rantai komando, 4 rentang kendali, 5 sentralisasi dan
desentralisasi, 6 farmalisme. Adanya pengaruh struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan
dinyatakan oleh Sofyan Effendi 2000, menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi kinerja kebijakan, yaitu : 1 kebijakan itu sendiri, 2 organisasi, 3 lingkungan
implementasi. Struktur birokrasi dapat dinilai sebagai faktor penting dalam berhasil tidaknya implementasi suatu kebijakan. Dua hal yang tak kalah pentingnya dari
organisasi yang dipilih dan struktur birokrasi serta bagaimana saling berhubungan antar organisasi-organisasi implementator berlangsung, serta lingkungan organisasi
yang meliputi; kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik di sekitar organisasi.
2.12. Kerangka Pikir