keramahan pada setiap pengguna jampersal informan pokok yang terlihat pada Tabel matriks 5. Sehingga setiap keraguan dari penggunanya pada saat pertama kali,
menjadi hilang karena pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakanVan Mater
dan Van Horn dalam Widodo, 2007
5.2 Pencapaian Cakupan Kunjungan Antenatal
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun
janin. Pelayanan antenatal merupakan upaya kesehatan perorangan yang memperhatikan presisi dan kualitas pelayanan medis yang diberikan. Agar dapat
melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu,sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal. Keadaan kesehatan
ibuyang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya. Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 empat kali selama kehamilan. Salah satu tujuan khusus kebijakan Jampersal adalah meningkatnya cakupan
pemeriksaan kehamilan Cakupan Antenal Care, jadi kebijakan Jampersal dikatakan berhasil jika, suatu tujuan dapat tercapai, dalam konteks ini yaitu terjadinya
peningkatan cakupan kunjungan ANC di wilayah kerja Puskesmas Panei Tongah.
Universitas Sumatera Utara
Semua informan kunci untuk pertama kali menggunakan Jampersal dan melakukan pemeriksaan K1 Kunjungan pertama pada trimester pertama dapat
dilihat pada Tabel Matriks 6. Informan 1 dan 4 memeriksakan kehamilannya pada usia kandungan 2 bulan, informan 2 memeriksakan kehamilannya pada usia
kandungan 1 bulan, dan informan 3 memeriksakan kehamilannya pada usia kandungan 3 bulan. Pelayanan K1 yang diberikan kepada pengguna Jampersal
menurut informan pokok dan informan kunci terdapat kesamaan yaitu konsultasi, pemeriksaan berat badan, dan pengukuran tekanan darah, pemberian tablet zat besi.
Respon yang diberikan oleh informan pokok setelah kunjungan pertama sangatlah positif, mereka merasa bahwa program Jampersal sangat membantu dalam
pembiayaan pemeriksaan bagi mereka, terkhusus bagi masyarakat yang kurang mampu.
Hal ini sesuai dengan maksud yang dari kebijakan Jampersal yang tertera pada Juknis Jampersal yaitu
“Jaminan Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang
didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan.” Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud dari pejabat pembuat kebijakan Jampersal sudah dapat
dirasakan oleh masyarakat pengguna Jampersal di wilayah kerja Puskesmas Panei Tongah.
Program Jampersal membuat para pengguna manfaatnya menjadi lebih termotivasi untuk memeriksaan kehamilannya, hal tersebut dapat dilihat dari
pernyataan setiap informan pokok, pada Tabel Matriks 6. Kenyataan tersebut juga
Universitas Sumatera Utara
terlihat dari setiap pernyataan informan pokok, dimana cakupan K1 makin meningkat dengan adanya Jampersal ini yaitu sekitar 94,7, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel Matriks 2. Sehingga dengan meningkatnya cakupan KI, menunjukkan bahwa Jampersal berperan serta ataupun memberikan pengaruh terhadap pencapaian
target K1. Informan
pokok menyatakan
bahwa mereka
telah memeriksakan
kehamilannya sebanyak 4 kali, layanan yang mereka dapatkan berupa konsultasi, suntik tetanus, pemeriksaan letak lahir, dan pengukuran tekanan darah, ada
kesesuaian pernyataan yang diberikan oleh informan kunci dan informan pokok. Respon yang diberikan pengguna jampersal pada K4 juga baik, mereka
menyatakan sangat senang dan tidak menyangka bahwa pembiayaan benar-benar ditanggung pemerintah secara keseluruhan. Informan pokok juga menyatakan bahwa
mereka tak perlu khawatir memikirkan masalah pembiayaan jika ingin memeriksakan diri ke Puskesmas. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan pokok, bahwa cakupan
K4 mengalami kenaikan yaitu sebesar 85. Dilihat pada kenyataan bahwa program jampersal memberikan pengaruh terhadap kenaikan cakupan K4. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa program Jampersal cukup efektif dalam peningkatan cakupan K1 dan K4.
Keefektifan program Jampersal dalam peningkatan cakupan K1 dan K4 di wilayah kerja Puskesmas Panei Tongah di dorong oleh kebutuhan yang ada di
masyarakat yaitu berupa pembiayaan pelayanan persalinan terkhusus pada pemeriksaan kehamilan, terlihat bahwa masyarakat yang tidak mampu bisa
Universitas Sumatera Utara
menikmati pelayanan kesehatan secara profesional oleh tenaga kesehatan, dan hal tersebut menjadi kebutuhan bagi mereka dan Jampersal bisa memenuhi kebutuhan itu.
Sehingga, program ini sangat diterima oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan D.C Korten yang menyatakan bahwa suatu program akan berhasil
dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang
ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran pemanfaat. Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu
kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan
organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok
sasaran program. Dalam setiap program pasti ada kendala dalam setiap prosesnya. Kendala
yang dihadapi pada Program Jampersal adalah dari masyarakat sendiri yaitu berupa persyaratan KTP dan KK tapi bisa dipermudah melalui surat resi dari kantor
kelurahan, sosialisasi kepada masyarakat masih kurang tentang Jampersal. Sehingga, pengetahuan mereka tentang Jampersal rendah, dari pihak penyedia pelayanan
Jampersal juga mengalami kendala berupa sosialisasi program Jampersal dan cara pengklaimannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Subarsono yang menyatakan bahwa
disposisi implementator ini mencakup tiga hal penting, yang meliputi :1 Respons implementator terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan kebijakan; 2 kognisi,yakni pemahaman para implementator terhadap kebijakan yang dilaksanakan; 3 intensitas disposisi implementator, yakni freferensi
nilai yang dimiliki oleh implementator. Sosialisasi yang kurang dari dinas menyebabkan tidak semua manfaat
Jampersal diterima oleh pengguna Jampersal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 informan pokok tidak mengetahui bahwa KB merupakan manfaat yang ada
pada program Jampersal, sehingga tujuan dari program tersebut tidak tercapai. Tidak hanya itu saja, cara pengklaiman yang sulit atau prosedur pengklaiman yang sulit,
terkadang membuat para penyedia jasa Jampersal merasa dirugikan, terlihat dari pernyataan informan pokok pada Tabel Matriks 3, bahwa terjadi pemotongan dari
pihak dinas penyedia jasa tidak menerima secara sepenuhnya klaim yang diajukan. Jika penyedia jasa Jampersal merasa dirugikan maka terkadang informasi mengenai
Jampersal akan ditutupi di kalangan masyarakat. Masalah tersebut bisa terjadi karena manajemen sumberdaya yang kurang seperti pendapat Henry Simamora dalam
AKhmad Zaeni yang menyatakan bahwa manajemen sumberdaya adalah pendayagunaan, pengembangan penilaian, pemberian balas jasa,dan pengelolaan
individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Manajemen sumber daya yang efektif mengharuskan manajemen menemukan cara terbaik dalam mengkaryakan
orang-orang agar mencapai tujuan perusahaan dan meningkatkan kinerja organisasi.Lebih lanjut dijelaskan ada 4 empat tipe sumber daya yaitu: 1
finansial,2 fisik, 3 manusia, 4 kemampuan tekhnologi dan system.Ketersediaan dan kelayakan sumberdaya dalam implementasi kebijakan memegang peranan
Universitas Sumatera Utara
penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber yang dibutuhkan tidak cukup memadai. Hal ini bisa terjadi karena masalah disposisi
sebagaimana dijelaskan oleh Subarsono AG dalam Akhmad Zaeni 2006 bahwa disposisi diartikan sebagai watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratik. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
juga menjadi tidak efektif Menurut Van Mater dan Van Horn 1974 dalam Widodo, 2007
implementasi kebijakan, dipengaruhi oleh sikap oleh pelaksananya, sikap mereka itu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh
kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan- kepentingan pribadinya.
5.3 Pencapaian Cakupan Peserta KB Keluarga Berencana Pasca Persalinan