Tinjauan Pustaka Kepastian Hukum Penguasaan Negara Atas Usaha-Usaha Pertambangan Mineral dan Batabara di Indonesia

karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penulisan karya tulis selanjutnya sehingga dapat memberkan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dibidang hukum, khususnya hukum agraria tentang pertambangan minerba. b. Manfaat Praktis Karya tulis ini dapat dijadikan sebagai acuan secara yuridis bagi pemerintah dalam mengatur tata pengelolaan pertambangan di Indonesia. Selain itu, karya tulis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang kepastian hukum atas pengelolaan kekayaan alam yang terdapat dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Karya Tulis ini dalam pengesahannya adalah melalui tahap pemeriksaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan hasilnya belum pernah ada ataupun tidak ada karya tulis yang membahas maupun menulis tentang pembahasan yang sama. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara ilmiah oleh penulis.

E. Tinjauan Pustaka

1. Kepastian Hukum Kepastian hukum Legal Certainty atau Certain in Law terdapat dua suku kata dimana salah satunya terdapat kata “certain”. Berdasarkan Blak’s Law Dictionary merumuskan pengertian “certain” adalah sebagai berikut: Certain, Ascertained : precise, identified; exact;definitife;clearly known; without liability to mistake or ambiguity; from data already given. Free from Universitas Sumatera Utara about.” Dalam artian Dipastikan tertentu pada : tepat, mengindetifikasi, tepat, definitif, jelas diketahui, tanpa adanya kesalahan atau ambiguitas, memberikan kepada seseorang apa yang seharusnya menjadi miliknya. Kepastian hukum merupakan satu asas esensisal dalam negara hukum. 11 Adapun dalam teori mengenai kepastian hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.Friedman terdapat tiga elemen berkaitan dengan hukum, yaitu struktur structure, substansi substance dan budaya hukum legal culture. Boediono kusumohamidjojo berpendapat bahwa kepastian hukum nyaris merupakan syarat mutlak bagi suatu negara hukum dan demokratis. Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan dari hukum itu sendiri mengadung arti adanya konsistensi dalam penyelenggaraan hukum. Konsistensi tersebut diperlukan sebagai acuan atau patokan bagi perilaku manusia sehari-hari dalam berhubungan dengan masnuai lainnya. Fungi dari kepastian tersebut antara lain untuk memberikan patokan bagi perilaku yang tertib, damai, dan adil. 12 “The structure of a legal system consists of elements of this kind : the number and size of court;their jurisdiction that is, what kind of cases they hear, and how and why; and modes of appeal from onecourt to Berkaitan dengan struktur yang dimaksud oleh Friedman, merupakan kerangka yang memberikan perlindungan menyeluruh terhadap suatu sistem hukum, struktur terdiri dari elemen-elemen lembaga peradilan, peraturan perundang-undangan dan prosedur yang menjadi acuan oleh penegak hukum. Berikut pendapat Friedman mengenai struktur : 11 Budiono kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil, Gramedia Widiasarana Indonesia, jakarta 1999. Hal 109 12 Lawrence M.Friedman, American Law New York : W.W. Norton and Company,1984, hal 7 Universitas Sumatera Utara another . Structure also means how the legislature is organized, how many members sit on the Federal Trade Commision, what a president can legally do or not do, what procedures the policies department follows, and so on. Structure, in way, is a kind of cross section of the legal system – a kind of still photograph, whichfreezes the action.” 13 ”Another aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system; Substance also means the “the product” that people within the legal system manufacture – the decision they turn out, the new rules they contrive” Friedman memfokuskan bahasan mengenai hukum secara struktur sebagai susunan pranata yang mengisi kedudukan-kedudukan yang mempunyai peran dan fungsinya masing-masing di dalam sebuah sistem hukum. Sedangkan substansi atau substance merupakan hal-hal apa saja yang dihasilkan oleh struktur, hal itu bisa berupa peraturan perundang- undangan, keputusan-keputusan maupun kebijakan- kebijakan. Substansi merupakan peraturan, norma, tatanan, dan perilaku suatumasyarakat dalam suatu sistem yang dibuat oleh yang berwenang. Friedman berpendapat mengenai substansi substance sebagai berikut : 14 Setelah membahas mengenai struktur dan substansi, Friedman juga berpendapat mengenai budaya hukum. Budaya hukum merupakan sikap perilaku masyarakat, sikap masyarakat terhadap suatu norma hukum. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan, nilai, ide dan pengharapan dari suatu masyarakat terhadap hukum. Pandangan masyarakat terhadap hukum sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh sub kebudayaan seperti etnik, jenis kelamin, pendidikan, keyakinan, dan lingkungan. Adapun pendapat 13 I b i d hal 5 14 I B I D hal 6 Universitas Sumatera Utara Friedman mengenai budaya hukum sebagai berikut: “The stress here is on living law, not just rules in law books. And this brings us the third component of a legal system, which is, in some ways, the least obvious : the legal culture. By this we mean people’s attitudes toward law and the legal system–their beliefs, values, ideas, and expectations. In other words, it is that the part of the general culture which concerns the legal system. These ideas and opinion are, in a sense, what sets the legal process going;thelegalculture,inotherwords,istheclimateofsocialthoughtandsoci al force which determines how law is used, avoided, or abused.” 15 Berkaitan dengan kepastian hukum juga terdapat pendapat dari Leonard J.Theberge yang menyatakan sistem hukum yang dikembangkan agar hukum tersebutmampu berperan dalam pembangunan ekonomi, yang mampu menciptakan prediktabilitas predictablitiy, stabilitas stability, dan keadilan fairness. Ketiga hal diatas yang telah dijelaskan merupakan tiga kesatuan yang utuh. Tiga komponen hukum tersebut menurut Friedman, struktur itu ibarat sebuah mesin, sementara substansi itu adalah hasil karya mesin tersebut sedangkan budaya hukum sebagai perilaku atau tata cara si pengguna yang menggunakan mesin tersebut. 16 Berkaitan dengan stability, peranan dari suatu negara yang dikuasakan melalui sistem hukum yang sah pada dasarnya untuk menjamin dan menjaga keseimbangan dari perpolitikan negara tersebut. Keseimbangan ini meliputi kepentingan individu, kelompok dan kepentingan umum yang dikaitkan Berkaitan dengan predictablitiy, hal ini diperlukan agar hukum dapat menciptakankepastian. Dengan adanya kepastian, investor dapat memperkirakan akibat tindakan- tindakan yang akan dilakukannya dan memiliki kepastian bagaimana pihak lain akan bertindak. 15 I b i d hal 6 16 Leonard J.Theberge, ”Law and Economic Development”, Journal of International Law and Policy,Vol 9, 1980, hlm. 232. Universitas Sumatera Utara dengan tantangan yang sedang dihadapi baik dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam hal ini, hukum dilihat sebagai alat untuk mengakomodasi dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada di masyarakat. 17 2. Penguasaan Negara Hal ketiga yang disampaikan oleh Leonard adalah keadilan atau fairness. Fairness adalah hukum harus menciptakan keadilan bagi masyarakat dan mencegah terjadinya praktek-praktek yang tidak adil dan bersifat diskriminatif. Aspek fairness seperti due-process, persamaan perlakuan dan standar tingkah laku pemerintah adalah suatu kebutuhan untuk menjaga mekanisme pasar dan mecegah dampak negatif tindakan birokrasi yang berlebih-lebihan. Tidak adanya standar keadilan, dikatakan sebagai masalah paling besar yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Dalam jangka panjang tidak adanya standar tersebut dapat mengakibatkanhilangnyalegitimasi pemerintah. 126 Dalam penelitian ini, dapat digunakan untuk melihat bagaimana kepastian hukum yang ditimbulkan oleh pemberian izin usaha pertambangan terhadap masyarakat hukum adat, pengembangan masyarakat lingkar tambang dan terhadap kehutanan di Indonesia. Penguasaan negara adalah suatu kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Namun, yang menjadi pemikiran tentang penguasaan BARAKA oleh negara berangkat dari pemahaman atas ketentuan alinea keempat pembukaan UUD 1945 yaitu : 17 Suparji, Penanaman Modal Asing, Insentiv vs pembatasan UAI, Jakarta : 2008 , hal 5- 16., yang mengutip dari Leonard J.Theberge, hlm. 232 Universitas Sumatera Utara “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yangdipimpinolehhikmah kebijaksanaan dalamPermusyawaratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pemerintah memiliki tanggungjawab sekaligus tugas utama untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kata-kata tumpah darah memiliki makna tanah air. Tanah air Indonesia meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kesemuanya itu ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Negara melalui pemerintah mengupayakan agar kekayaan alam yang ada di Indonesia meliputi yang terkandung di dalamnya adalah dipergunakan utamanya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Penjabaran lebih lanjut lanjut dari kalimat ini dituangkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945. Hak penguasaan negara yang dimaksud dalam skripsi ini adalah hak pengelolaan yang bersumber dari Hak Menguasai negara yaitu Hak Menguasai Negara atas usaha pengelolaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan lama yang terkandung didalamnya. Dimana mineral dan batu bara sebagai objek bahan pertambangan tentu sekali yang menjadi dasar hukum Universitas Sumatera Utara yang mengaturnya adalah pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengannya. Hak Menguasai Negara yang dimaksud disini adalah hak menguasai atas bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Menguasai yang dimaksud bukanlah dalam artian negara sebagai pemilik namun menguasai dalam artian negara yang mengatur mengenai peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan BARAKA, Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum orang-orang dengan BARAKA, juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa sesuai pasal 2 ayat 1 dan 2 UUPA, yang bunyinya: Ayat 1 “atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagaimana terdapat pada pasal 1, Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalmnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat.” Ayat 2 “Hak menguasai oleh negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.” Dalam rangka penguasaan negara atas usaha-usaha pertambangan mengandung pengertian negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan indonesia. Jika dirunut ke-pasal 33 ayat 3 Universitas Sumatera Utara UUD 1945 “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dari ayat tersebut terdapat dua aspek kaidah yang tidak dapat dipisahkan, yaitu “Hak penguasaan negara” dan “dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Hak penguasaan negara merupakan instrumen alat atau bersifat instrumental, sedangkan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat merupakan tujuan objektivitas dari pada alat setelah dipergunakan. Hak penguasaan negara merupakan konsep yang didasarkan pada organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat. 18 Maka, untuk delegasi wewenang pelaksanaan Hak menguasai Negara itu tidakah mungkin dapat dilaksanakan oleh pusat secara keseluruhan. Mengingat adanya program otonomi daerah, sehingga kewenangan untuk mengatur sendiri daerahnya dapat dilegasikan kepada daerah. Demikian juga Hak penguasaan negara selain berisi wewenang untuk mengatur dan mengurus dan mengawasi pengelolaan atau penguasaan bahan galian, juga berisi kewajiban untuk mempergunakannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengusahaan dan penggunaan bahan galian disesuaikan dengan tujuan dan diantara keduanya memiliki sifat kesesuaian yang mutlak dan tidak dapat diubah. Kemakmuran rakyat merupakan semangat dan cita negara kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh negara dan pemerintah negara indonesia. Oleh karena itu, HPN atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya pada hakikatnya merupakan suatu perlindungan dan jaminan akan terwujudnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 18 Abrar Saleng,Hukum Pertambangan,UII Press, jakarta,2004, hal.21 Universitas Sumatera Utara dikehendaki oleh UUPA pasal 2 Ayat 4 yang bunyinya: “Dari hak menguasai negara tersebut diatas pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan peraturan pemerintah. Dari uraian ayat 4 tersebut diatas, ternyata ada kemungkinan dibuka untuk menerbitkan suatu hak baru yang namanya ketika itu belum ada tetapi merupakan delegasi pelaksanaan kepada daerah-daerah otonom dan masyarakat hukum adat. Untuk delegasi wewenang pelaksanaan Hak Menguasai Negara itu kepada daerah swatantra sejak berlakunya undang- undang nomor 5 Tahun 1974 istilah ini sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan daerah tingkat I yaitu Provinsi dan daerah tingkat II yaitu KabupatenKota, sementara untuk pendelegasian kepada Masyarakat Hukum Adat masih belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya sehingga masih menjadi suatu das sollen Teori atau konsep semata sungguhpun UUPA cukup fleksibel untuk menampung kelak suatu ketentuan hak pengelolaan bagi daerah-daerah pedesaan yang tercantum dalam suatu masyarakat hukum tertentu. 19 3. pengelolaan dan pengusahaan pertambangan di Indonesia. 20 19 A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Medan, 1994. Hal.1 Pengelolaan berdasarkan KBBI memiliki kata dasar “kelola” yang artinya mengendalikan, mengurus, menyelenggarakan, jika ditambah awalan pe- dan akhiran an- membentuk kata pengelolaan yang artinya : 20 http:kamusbahasaindonesia.orgpengelolaanmirip. diakses tanggal 10 Februari 2017.pukul 19.25 WIB. Universitas Sumatera Utara a. Proses, cara, perbuatan mengelola. b. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain. c. Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi, d. Proses yang memberikan pengawasan kepada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. 21 Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 22 Kegiatan pasca tambang yang selanjutnya disebut pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal diseluruh wilayah penambangan. 23 Penambangan sendiri merupakan bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral danatau batubara dan mineral dan ikutannya. 24 21 Pasal 1 ayat 1 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara. 22 Pasal 1 ayat 27 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara 23 Pasal 1 ayat 19 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara. 24 Pasal 1 ayat 2 dan 3 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara. Mineral adalah senyawa organik yang terbentuk dialam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Sementara Universitas Sumatera Utara Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 25 Dalam pengusahaan suatu usaha pertambangan, haruslah mendapat izin usaha pertambangan selanjutnya disebut IUP. IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. 26 Usaha-Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. Prinsip saling menguntungkan yang dimaksud dalam hal ini adalah antara masyarakat sekitar wilayah pertambangan dengan pihak pengelola usaha-usaha pertambangan baik melalui pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah maupun perusahaan pengemban usaha pertambangan. Dimana diantara subjek hukum tersebut haruslah saling memberikan pengaruh yang positif dalam bidang-bidang yang sudah dijelaskan diatas. 27 Suatu perusahaan pertambangan haruslah memberikan kontribusi Wilayah pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral danatau batu bara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Maka, Masyarakat sekitar wilayah pertambangan adalah masyarakat yang bermukim disekitar wilayah usaha-usaha pertambangan mineral danatau batubara dan mineral ikutan-nya. 25 Pasal 1 ayat 7 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara. 26 Pasal 1 ayat 6 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara 27 Pasal 1 ayat 29 undang-undang no.4 Tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan batubara Universitas Sumatera Utara terhadap masyarakat lingkar tambang. Pengembangan ini dinamakan dengan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dalam pasal 1 angka 28 yang bunyinya “pemberdayaan masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun secara kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.

F. Metode Penelitian