Sistem Hukum Pengelolaan Usaha-usaha Pertambangan di- Indonesia.

strategis dan vital golongan a dan b 48 Oleh karena itu konsep cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak adfalah sangat dinamis dan berkembang menurut ukuran, sebagaimana ketersediaannya dibanding dengan daya dukungnya terhadap pemenuhan kebutuhan, harapan-harapan dan permintaan pasar. . 49

D. Sistem Hukum Pengelolaan Usaha-usaha Pertambangan di- Indonesia.

Sebelum dijelaskan mengenai landasan yuridis bagi pelaksanaan usaha-usaha pertambangan, terlebih dahulu dirunut berdasarkan sejarah hingga terbentuknya pengaturan tersebut. Adapun sejarah pengaturan pertambangan di indonesia dibagi kedalam beberapa masa, yaitu: 1. Masa Kekuasaan Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC 1619-1799 Sejarah telah mencatat bahwa penjajahan belanda atas kepulauan nusantara, berawal dari tahun 1619 dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen bersama pasukannya berhasil menaklukkan jayakarta dan mendirikan kota baru yang diberi nama batavia. 50 48 Soetaryo sigit, Potensi Sumber Daya Mineral Dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, Pidato ilmiah Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung, 1996, hal 36. 49 Deno Kamelus, fungsi hukum terhadap ekonomi di indonesia, disertasi, pps-unair, surabaya, 1998, hal 42. 50 Soetaryo sigit, I B I D hal 4 VOC pada awalnya adalah perusahaan dagang belanda yang bertujuan mendapatkan monopoli atas perdagangan rempah-rempah diwilayah kepulauan nusantara, kemudian berkembangan menjadi sebuah kekuatan penjajahan. Untuk memenuhi ambisinya, VOC dibawah pimpinan J.P.Coen tidak segan-segan berperang menghancurkan raja-raja pribumi yang menghambat usaha Universitas Sumatera Utara mereka, khusunya kerajaan-kerajaan di Jawa dan Maluku. Kemudian melalui politik Pecah Belah atau lebih sering disebut devide et impera untuk mempermudah VOC untuk meruntuhkan kerajaan-kerajaan nusantara. Selama kurun waktu penguasaan belanda terhadap nusantara, usaha-usaha pertambangan dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Soetaryo Sigit, seorang pakar pertambangan terkemuka di indonesia menyimpulkan bahwa ; “Dalam hal penyelidikan geologi yang bersifat mendasar, cukp banyak yang telah dilakukan dan dihasilkan oleh pakar belanda. Hal ini tidak mengherankan, karena bangsa belanda sejak dahulu terkenal memiliki ilmuan-ilmuan besar diberbagai bidang. Dalam bidang pertambangan sebaliknya, ternyata orang- orang belanda tidak mampu mengembangkan hindia belanda sebagai suatu wilayah pertambangan terkemuka, meskipun potensi energi mineral daerah ini sangatlah besar. Hal inipun tidaklah mengherankan, karena negeri belanda tidaklah negera pertambangan. Sebelum memasuki negeri industri pad dasrnya rakyat belanda hidup dari pertanian dan perdagangan. 51 Sejalan dengan kesimpulan diatas, dapat dipahami jika VOC sebagai perusahaan dagang dalam meluaskan usahanya kedalam berbagai macam perkebunan tidak pernah menunjjukan minat untuk usaha bidang pertambangan. Meski demikian, VOC tetap terlibat kedalam kegiatan perdangan hasil tambang, sebagaimana dicatat oleh sejarah pada tahun 1710 mulai melakukan pembelian timah dari Sultan Palembang yang dihsailkan oleh tambang-tambang yang dikerjakan oleh orang-orang cina dipulau bangka. 52 51 I d e m. , hal. 5 52 Roziq B. Soetjipto, Sejarah Munculnya Pemilikan Pengusahaan Pertambangan yang berorientasi Kerakyatan, loekman soetrisno et,al, yokyakarta, 1997, hal.15 Universitas Sumatera Utara 2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda 1800-1942 Setelah bubarnya VOC karena konflik internal yang ada dalam tubuh kepengurusan internalnya. Semua aset milik dan kegiatan VOC oleh pemerintah hindia belanda sampai jatuhnya ketangan inggeris 1811, khusus yang berkenaan dengan usahakegiatan pertambangan tidak banyak mengalami perunahan yang berarti. Baru setelah ingeris menyerahkan kembali tanah jajahan ini kepada belanda 1816, dilakukanlah cara pemerintahan hindia belanda. Semasa hindia belanda, usaha pertambangan dilaksnakan oleh pemerintah maupun swasta dengan menggunakan berbagai pola atau bentuk perizinan. Semula memang telah menjadi kebijakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melaksanakan sendiri usaha-usaha pertambangan besar yang dinilai vital seperti tambang batu bara dan timah. Tetapi untuk beberapa proyek besar seperti pengembangan tambang nikel di sulawesi tenggara, pengusahaannya dilakukan oleh pihak swasta berdasarkan suatu kontrak khusus dengan pemerintah. Kontrak itu dikenal dengan nama 5a contract karena didasarkan pada ketentuan pasal 5a Indische Mijnwet. Pasal 5a adalah pasal yang ditambahkan pada indische mijnwet saat dilakukan amandemen II tahun 1918 dan amandemen I tahun 1910. 53 3. Perkembangan Pada Periode 1942-1949 Kemudian perlu dicatat bahwa pada amandemen 1918 dilakukan perubahan pada ketentuan ayat 3 pasal 5a indische mijnwet yaitu bahwa hanya kontrak yang eksplorasi saja tidak perlu disahkan dengan undang-undang. Pada tahun 1942, pemerintah hindia belanda menyerah kepada balatentara 53 Soetaryo Sigit, Potensi....Op. Cit, hal.10 Universitas Sumatera Utara jepang tepatnya pada tanggal 08 Maret 1942 menandai berakhirnya kekuasaan hindia belanda atas indonesia. Selama pendudukan jepang Indische Mijnwet 1899 praktis tidak berjalan, sebab semua kebijaksanaan mengenai pertambangan termasuk operasi minyak berada ditangan komando Militer Jepang yang disesuaikan dengan situasi perang. Beberapa kegiatan pertambangan yang sebelumya diusahakan oleh pemrintah hindia belanda dilanjutkan oleh pemerintah jepang seperti minyak bumi, batubara, timah, bauksit, nikel dibuka kembali dan diteruskan. Selain itu, selama penjajahan jepang atas indonesia jepang telah mampu mengembangkan potenis pertambangan indonesia. Sejumlah tambang batu bara dibuka untuk mendapatkan batu bara kokas seperti di daerah kalimantan selatan, sebagian lagi diberbagai lokasi dijawa barat untuk memasok batubara bagi kereta api dijawa. Selain batu bara, tambang tembaga juga mulai dibuka seperti didaerah Tirtomoyo Jawa Tengah, Sangkaropi Sulawesi Selatan, Timbulun Sumatera Barat, Bijih Besi di Lampung dan berbagai daerah dikalimantan selatan, sinaber dikalimantan barat dan jawa barat, bijih mangan di pulau Doi, Bauksit dikalimantan Barat. 54 Pada tanggal 27 Desember 1949 berlangsung secara resmi penyerahan Hingga Indonesia telah meraih kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak banyak yang dapat dilakukan atas pertambangan di indonesia. Selang tahun 1945-1949, pemerintah Belanda melalui Netherlands Indies Civil Administration NICA berhasil mengusai berbagai daerah di pulau jawa. Selama kurun waktu tersebut tidak benyak perkembangan yang terjadi atas pertambangan Indonesia. 54 Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi Universitas Sumatera Utara kedaulatan dari pihak belanda kepada republik indonesia serikat, dan pada tanggal 17 Agustus 1950 Republik Indonesia Serikat Melebur menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia. 4. Perkembangan Periode 1950-1966 Dalam periode Demokrasi terpimpin ini, banyak isu politik yang sangat peka berkembangan di Indonesia. Salah satunya adalah tentang masalah pengawasan ats usaha pertambangan timah dan minyak bumi yang masih dikuasai oleh modal belanda dan modal asing lainnya. Oleh karena itu, pada bulan juli 1951 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara DPRS, Teuku Mr.Moh.Hassan dan kawan-kawan menyusun mosi untuk mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah guna membenahi pengaturan dan pengawasan usaha pertambangan di Indonesia. Adapun mosi tersebut dinamakan “Mosi Mr.Teuku Moh. Hassan DKK”, yang memuat hal-hal penting diantaranya sebagai berikut: a. Membentuk suatu komisi negara urusan pertambangan dalam jangka waktu satu bulan dengan rugas sebagai berikut: • Menyelidiki masalah pengolahan pertambangan minyak, timah, batu bara, tambang emasperak dan bahan mineral lainnya di indonesia. • Mempersiapkan rencana rencana pembentukan undang-undang pertambangan indonesia yang sesuai dengan keadaan dewasa ini. • Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah untuk menyelesaikan dan mengatur pengolahan minyak di sumatera khususnya dan sumber- sumber minyak di daerah lainnya. Universitas Sumatera Utara • Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah mengenai status pertambangan di indonesia. • Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah mengenai penetetapan pajak dan harga minyak. • Membuat usul-usul lain mengenai pertambangan sebagai salah satu sumber penghasilan bagi negara. b. Menunda segala pemberian izin, konsesi, eksplorasi, maupun memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama menunggu hasil pekerjaan panitia negara urusan pertambangan. 55 Berdasarkan Undang-undang tersebut, maka semua hak pertambangan yang terbit sebelum tahun 1949 yang selama ini belum juga dikerjakan dan diusahakan ataupun masih dalam taraf permulaan pengusahaan dan tidak menunjukkan kesungguhan, semuanya dibatalkan. Dalam undang-undang ini ditetapkan pula bagi stiap daerah yang mengalami pembatalan akan menjadi bebas dalam artian harus dimohonkan dan diterbitkan hak pertambangan yang baru dengan ketentuan hak tersebut dapat diberikan kepada perusahaan negara danatau daerah swatantra. Menanggapi mosi parlemen ini, panitia negara yang dibentuk pemerintah berhasil menyiapkan naskah Rancangan Undang-undang pertambangan pada awal tahun 1952. Akan tetapi karena silih bergantinya kabinet, RUU ini tidak pernah disampaikan kepada DPRS. Namun demikian, pemerintah dapat menrbitkan No.5 Tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan. Adapun peraturan pelaksana Undang-undang ini termuat dalam Peraturan Pemrintah No.59 Tahun 1959. 55 Saleng Abrar,Hukum Pertambangan, UII Press, jakarta,2004, hal.59 Universitas Sumatera Utara Penerbitan hak pertambangan ini adalah wewenang Menteri Perindutrian yang waktu itu membawahi sektor pertambangan. Pada tahun 1960, pemerintah menerbitkan suatu peraturan mengenai pertambangan yang diundangkan sebagai peraturan pemerintah pengganti undang- undang yang kemudian menjadi undang-undang No.37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan yang lebih dikenal sebagai undang-undang Pertambangan 1960. Undang-undang ini mengakhiri berlakunya Indische Mijnwet 1899 yang tidak selaras dengan cita-cita kepentingan nasional dan merupakan undang-undang pertambangan nasional yang pertama. Setelah berlakunya undang-undang pertambangan 1960, pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah yang khusus mengatur pertambangan minyak dan gas bumi yang kemudian diundangkan sebagai peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang kemudian menjadi undang-undang No.44 Prp. Tahun 1960 tentang pertambangan Minyak dan Gas bumi. Dalam undang undang pertambangan 1960, mengizinkan pemerintah menarik modal asing untuk mengembangkan bidang eksplorasi dan eksploitasi bidang pertambangan berdasarkan pola production Sharing Contract. Sebagaimana diatur dalam peraturan presiden Nomor 20 Tahun 1963. Pola bagi hasil ini pada dasarnya tidak lain berupa peminjaman modal dari pihak asing yang akan dibayar kembali dengan hasil produksi. Namun pola ini, ketika itu tidak berhasil menarik minat swasta dan mendatangkan modal dari luar negeri sebagaiman yang diharapkan. 5. Periode 1967-2009 Periode ini menurut soetaryo sigit merupakan babak baru dalam kebijakan ekonomi dan perkembangan pertambangan indonesia. Babak baru ini diawali Universitas Sumatera Utara dengan keluarnya Ketetapan MPRS No.XXIIIMPRS1966 Tentang Pembaharuan Kebijaksanaan dan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Ketetapan MPRS tersebut memuat beberapa hal yang sangat penting terkait sektor pertambangan, antara lain sebagai berikut 56 a. Kekayaan potensi yang terdapat dalam alam indonesia perlu digali dan diolah agar dapat dijadikan kekuatan ekonomi yang rill Bab II pasal 8. : b. Potensi Modal, teknologi dan keahlian dari luar negegri dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan indonesia Bab II, Pasal 10. c. Dengan mengingat terbatasnya modal dari luar negeri, perlu segera ditetapkan undang-undang mengenai modal asing dan modal domestik Bab VII, Pasal 62. Berdasarkan ketetapan MPRS diatas, disusunlah rancangan undang-undang tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diundangkan menjadi undang- undang No.1 Tahun 1967. Untuk menyesuaikan kebijaksanaan baru dalam perekonomian, khususnya mengenai usaha-usaha pertambangan tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengganti undang-undang pertambangan 1960. Departemen pertambangan segera membentuk panitia penyusun rencana undang-undang pertambangan. Hasil kerja panitia diajukan kepada DPR menjelang pertengahan tahun 1967. Menyusul terbitnya undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, terbit pula undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertambangan selanjutnya dinamakan 56 Direktorat jenderal pertambangan umum departemen pertambangan dan energi, kilas balik 50 tahun pertambangan umum dan wawasan 25 tahun mendatang, jakarta, 1995, hal.II-20. Universitas Sumatera Utara UUPP 1967. 57 58 a. Penguasaan sumber daya alam oleh negara sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, dimana negara menguasai segala sumber daya alam sepenuh- penuhnya untuk kepentingan negara dan kemakmuran rakyat pasal 1. UUPP memuat beberapa prinsip-prinsip pokok yang berbeda dengan Indische Mijnwet, yaitu; b. Penggolongan bahan-bahan galian dalam golongan strategis, vital dan non srategis dan vital pasal 3. c. Sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dilakukan oleh negara atau perusahaan negaradaerah, sedangkan perusahaan swasta nasional, asing hanya dapat bertindak sebagai kontraktor dari negaraperusahaan negara dan Badan Usaha Milik Negara BUMN. d. Konsesi ditiadakan, sedang wewenang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan diberikan berdasarkan kuasa pertambangan KP, sebab konsesi memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang konsesi. Selain itu, hak konsesi merupakan hak kebendaan Zakelijkrecht, Propertyrights, sehingga dapat dijadikan Jaminan hipotik. Berbeda dengan hak kontraktor dan hak pemegang kuasa pertambangan, tidak mempunyai kekuatan hukum yang demikian, menurut hukum indonesia. 6. Undang-undang No.4 Tahun 2009-Sekarang Indonesia dianugerahi sumber daya alam termasuk bahan galian pertambangan dan indonesia mamiliki ketergantungan tinggi terhadap 57 Seotaryo Sigit 58 Survey of Indonesia Economic Law, Mining Law, Padjajaran University Law School, Bandung, 1974, Hal 11 dalam Buku Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Hal.7 2 Universitas Sumatera Utara pemanfaatan bahan galian pertambangan tersebut sebagai modal pembangunan.Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dinyatakan bahwa” bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besar nya untuk kemakmuran rakyat”. Namun dalam implementasinya, negara acap kali dihadapkan pada kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungan dan sosial, termasuk penyeimbangan pertumbuhan dengan pemerataan.Refleksi saat ini adalah penguasaan oleh negara lebih mendominasi pemanfaatannya, sehingga perlu penyeimbangan baru berupa pengelolaan kebijakan nasional. Undang Undang dasar 1945 pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalam nya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.Mengingat mineral dan batu bara sebagai kekayaan alam yang terkandung didalam bumi merupakansumber daya alam yang tidak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungki, efisien, transparan,berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar besar abgi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Guna memenuhi ketentuan pasal 33 ayat 3 Undang undang dasar 1945 tersebut, telah diterbitkaN Undang undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan.Undang Undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang Undang tersebut yang muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan Universitas Sumatera Utara tantangan diamsa depan.disamping itu pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional.Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batu bara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia,lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi,hak atas kekayaan intelektual, serta tuntutan penigkatan peran swasta dan masyarakat. Untuk menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan perundang-undangan baru dibidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengisahaan pertambangan mineral dan batubara. Undang Undang ini mengandung pokok-pokok pikiran, yakni sebagai berikut: a. Mineral dan batu bara sebagai sumberdaya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha. b. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan keoada badan usaha yang yang berbadan hukum indonesia,koperasi ,perseorangan,maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batu bara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah yang sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Universitas Sumatera Utara c. Dalam rangka penyelengggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah. d. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar besar bagi kesejahteraan rakyat indonesia. e. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuh nya industri penunjang pertambangan. f. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatiakn prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian dengan adanya Ketentuan Pertambangan Mineral dan BatuBara Nomer 4 Tahun 2009 yang baru, diperkenalkan Izin Usaha Pertambangan di Wilayah Izin Usaha PertambanganWIUP dan tidak dipergunakan lagi Perjanjian Kontrak Karya bagi Investor Pertambangan Umum yang mengajukan izin usaha pertambangan umum. Konsep dasar pemberian hak untuk melakukan kegiatan pertambangan umum yang 30 tahun yang lalu adalah melalui perjanjian, dengan adanya Undang- undang yang baru ini, akan diubah berbentuk pemberian izin usaha pertambangan. Selain Izin Usaha Pertambangan IUP di atas, terdapat juga IPR atau Izin Pertambangan Rakyat untuk melakukan aktivitas Pertambangan di WPR Wilayah Pertambangan Rakyat dan ada di IUPK atau Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk melaksanakan aktivitas kegiatan pertambangan di WIUPK Universitas Sumatera Utara Wialyah Izin Pertambangan Khusus. Pengelompokan dari bahan galiannya pun terjadi perbedaan pengelompokan dimana ada pertambangan mineral yang terdiri dari radioaktif, logam, dan non logam dan batuan, pengelompokan batu bara. Kita melihat bahwa pemberian izin dari kuasa pertambangan adalah dikaitkan dengan usaha pertambangan nya yang dibedakan berdasarkan jenis bahan mineral serta dikaitkan dengan luasnya lahan maupun kapasitas kemampuan finansial dari pihak kontraktor Badan Usaha danatau BUMNBUMD, koperasi maupun perorangan yang akan melakukan kegiatan pertambangannya.

E. Penggolongan Bahan Galian Pertambangan