Budaya Resiprositas Petani Penyewa Pola Ketergantungan Interaktif

begitu kuat dan melemahkan keterikatan mereka dalam memenuhi kewajiban tradisional dalam konteks sistem produksi pertanian.

4.3.4. Budaya Resiprositas Petani Penyewa

Prinsip resiprositas dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan masyarakat turun-temurun dan sudah menjadi kebiasaan sosial. Prinsip ini merupakan hal yang biasa bagi masyarakat desa Rakut Besi. Prinsip ini sudah menjadi suatu kebiasaan sosial dan keharusan bagi setiap individu yang telah mendapat bantuan dari orang lain. Dalam hal ini, petani penyewa dengan pemilik tanah. Petani penyewa yang diberi kesempatan menggelola tanah dituntut untuk memberi bantuan sukarela kepada pemilik tanah. Kebanyakan petani penyewa memberi bantuan dalam bentuk fisik berupa tenaga yang berguna pada masa tanam maupun panen. Selain itu, petani penyewa sering dilibatkan ketika pemilik tanah mengadakan acara-acara tertentu, seperti pesta perkawinan, dukacita ataupun perayaan keagamaan. Sengaja atau tidak, prinsip ini sudah melekat dalam kelompok petani penyewa. Petani penyewa beranggapan sudah merupakan kewajiban penyewa membantu pemilik tanpa perlu menunggu perintah secara langsung. Namun, secara tidak langsung, petani penyewa tetap mengharapkan adanya imbalan dari pemilik tanah. Imbalan berupa kesempatan menyewakan tanah pada musim berikutnya. Alasan lain yang mendorong petani penyewa melakukan prinsip resiprositas adalah masih sulitnya mencari pekerjaan di luar sektor pertanian. Universitas Sumatera Utara Ditambah adanya pendapat bahwa pertanian merupakan salah satu bentuk usaha yang menjanjikan secara ekonomi. Dalam penerapan prinsip tersebut, petani penyewa sering mengalami hal yang sangat merugikan, seperti hilangnya kesempatan menyewa tanah kembali. Pemilik sering beralasan bahwa ingin menggunakan tanahnya kembali.

4.3.5. Pola Ketergantungan Interaktif

Ketergantungan petani penyewa terhadap pemilik tanah dilihat sebagai pola ketergantungan yang interaktif. Pola ini menunjukkan adanya ketergantungan yang seimbang dan berkesinambungan antara petani penyewa dengan pemilik tanah. Dimana petani penyewa bergantung kepada tanah sebagai sumber produksi sedangkan pemilik bergantung kepada penyewa sebagai sumber investasi. Dalam pola ketergantungan interaktif, hubungan antara petani penyewa dengan pemilik tanah, alat-alat pertanian dan modal merupakan hubungan yang tidak terpisahkan. Setelah memutuskan untuk menyewa maka petani telah masuk dalam pola ketergantungan yang interaktif. Awalnya, petani hanya bergantung kepada tanah kemudian terhadap modal mis: uang, bibit, pupuk obat-obatan sampai ketergantungan terhadap alat-alat pertanian seperti traktor, mesin penyemprot hama sampai peralatan pertanian sederhana lainnya. Gambar Pola Ketergantungan Interaktif : Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1. Pola Ketergantungan Interaktif Gambar menunjukkan terjadinya hubungan yang seimbang antara petani penyewa dengan pemilik tanah, pemilik alat-alat pertanian maupun pemilik modal. Hubungan tersebut ditandai dengan anak panah yang berfungsi sebagai penghubung setiap bagian pola. Pola ketergantungan interaktif dapat disusun kedalam kerangka kerja petani, yaitu: Pertama, petani membuka lahan pertanian yang baru atau menggarap lahan yang sudah lama ditinggalkan dengan menggunakan mesin traktor. Dengan alat tersebut, petani dapat menghemat waktu. Besaran biaya sekitar Rp.400.000 – Rp.500.000 per hektar. Kedua, penanaman, pemupukan sampai perawatan sudah dapat dilakukan sendiri. Pada tahapan ini, modal yang dibutuhkan juga cukup besar tergantung akan kondisi tanah dan jenis tanaman. Petani Penyewa Pemilik Tanah Pemilik Modal Pemilik Alat-alat Pertanian Universitas Sumatera Utara Fluktuasi harga kebutuhan pertanian serta perubahan kondisi cuaca juga ikut mempengaruhi. Semakin besar modal, kemungkinan mendapatkan hasil maksimal juga semakin besar. Pada tahapan ini, seringkali petani harus meminjam uang ataupun bibit, pupuk, dan obat-obatan dari pemilik tanah. Ketiga, tahapan terakhir adalah memanen hasil. Pada tahapan ini, petani harus menggunakan tenaga kerja upahan dengan jumlah sesuai waktu dan luas lahan. Besaran biaya sekitar Rp. 25.0000 per orang. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

8 122 118

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin, dan Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Puskesmas 24 Jam Di Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun Tahun 2014”,

3 77 146

Dampak Pembangunan Irigasi Terhadap Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kabupaten Simalungun", studi kasus Desa Totap Majawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

3 61 116

Status Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu

3 69 140

Perkembangan Kota Perdagangan Di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun (1980-1999)

4 58 88

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

Pengaruh Kegiatan Optimasi Lahan Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Nagori/Desa Naga Saribu, Kecamatan Pamatang Silima Huta)

0 30 8

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 1