Interpretasi Data Penelitian 1. Pola Hidup Petani Penyewa dan Pemilik Tanah

membuat tidak berhasil. Dari pengamatan, informan sering memberi tambahan modal kepada petani penyewa. Dengan terpenuhinya kebutuhan sehari–hari, pendidikan anak terlaksana serta telah memiliki tabungan, informan dapat membeli atau memperluas tanahnya. Informan memiliki pendapat yang sama dengan para pemilik tanah lainnya bahwa menaikkan atau memberi harga sewa tanah tinggi merupakan hal yang wajar. Informan tidak merasa salah apabila mempekerjakan petani penyewa di luar perjanjian yang telah disepakati. Namun, informan tetap memberikan imbalan atas jasa dan tenaga apabila petani penyewa tanahnya melakukan hal tersebut. 4.3. Interpretasi Data Penelitian 4.3.1. Pola Hidup Petani Penyewa dan Pemilik Tanah a. Pola Hidup Pola hidup merupakan seluruh aktivitas sehari-hari yang nampak berulang-ulang secara terus-menerus sehingga menampakkan suatu bentuk yang terpola mantap di kalangan para petani penyewa maupun pemilik tanah. Pola hidup ini dapat dilihat dari aneka ragam dan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam rumah serta di luar rumah setiap hari. Pengamatan terhadap aneka ragam kegiatan dengan bentuknya sendiri itu, dibarengi dengan pemahaman mendalam mengenai norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam berbagai bentuk aktivitas kehidupan sehari-hari tersebut. Pemahaman Universitas Sumatera Utara mengenai pola hidup ini untuk mengetahui apakah pola hidup tersebut dapat mendorong atau menghambat potensi maupun aktualisasi potensi di tengah- tengah kehidupan masyarakat. Pola hidup petani penyewa dan pemilik tanah dapat diamati dari beberapa segi, antara lain: pola penggunaan waktu setiap hari; pola konsumsi; pola menabung; maupun cita-cita hidup. b. Pola Curahan Waktu Curahan waktu yang dilakukan setiap hari yang bersifat rutinitas dan berlangsung terus menerus, akan membentuk pola tertentu. Dari pengamatan yang dilakukan setiap hari pada beberapa informan yang dikategorikan sebagai petani penyewa dan pemilik tanah di dapat pola sebagai berikut. • Pola Curahan Waktu Petani Penyewa Dari pengamatan pada beberapa informan yang berlangsung terus-menerus selama satu bulan, maka didapat suatu bentuk atau pola curahan waktu sehari-hari sebagai berikut : Tabel 4.8. Pola Curahan Waktu Petani penyewa Pukul WIB Kegiatan Keterangan 07.00 – 08.00 08.00 – 09.00 09.00 – 13.00 - Bangun Tidur - Ke warung - Sarapan pagi - Mandi - Bersiap ke ladang - Berladang - Nonton TV atau minum tehkopi di warung - Ada juga yang tidak mandi - Kadang-kadang hanya Universitas Sumatera Utara 13.00 – 14.30 14.30 – 18.00 18.00 – 21.00 21.00 - ....... - Istirahat - Berladang - Mandi - Makan malam - Ke warung - Tidur bekerja ringan - Tidur atau malas- malasan di ladang - Kadang-kadang hanya bekerja ringan - Nonton TV, main caturkartu atau ngobrol di warung Keterangan: Hari Rabu pergi ke pekanpasar Sumber: Pengamatan Lapangan Dari tabel di atas terlihat bahwa kegiatan sehari-hari yang dikerjakan oleh sebagian besar petani penyewa adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan atau pekerjaan yang tidak terlalu produktif. Dilihat dari tabel di atas sebetulnya masih terlihat waktu kosong, seperti pada pukul 07.00 – 09.00 dan 13.00 – 14.30. Bahkan pada pukul 09.00 – 13.00 dan 14.30 – 18.00, terkadang mereka tidak melakukan pekerjaan yang berat atau cenderung santai, seperti: mencabut rumput, menyemprot tanaman tidak selalu dilakukan, dll. Padahal pada jam-jam tersebut, dapat digunakan untuk melakukan kegiatan lebih produktif yang sifatnya lebih ekonomis serta dapat menambah penghasilan, seperti: menjadi tenaga kerja atau buruh tani di ladang orang atau bahkan beternak kerbau atau babi. Kecuali pada hari Rabu dimana mereka pada umumnya ke pekanpasar untuk menjual hasil panen atau belanja kebutuhan sehari-hari. Universitas Sumatera Utara • Pola Curahan Waktu Pemilik Tanah Dari seluruh informan pemilik tanah, hampir seluruhnya terlibat dalam kegiatan yang lebih produktif selain berprofesi sebagai petani. Jenis pekerjaan yang dikerjakan bersifat usaha sendiri, bukan mereka yang bekerja di instansi atau perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, oleh karena itu mereka lebih fleksibel dalam mengatur waktunya. Pola curahan waktu bagi pemilik tanah yang bekerja sedikit berbeda dari pola curahan waktu petani penyewa yang tidak bekerja sampingan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9. Pola Curahan Waktu Pemilik Tanah Pukul WIB Kegiatan Keterangan 06.00 – 08.00 09.00 – 13.00 13.00 – 14.30 14.30 – 18.00 18.00 – 21.00 - Bangun tidur - Melakukan pekerjaan sampingan - Mandi - Sarapan pagi - Ke ladang - Makan siang - Istirahat - Bekerja - Mandi - Pekerjaan sampingan seperti: memelihara hewan ternak, kedaiwarung atau bengkel - Apabila tidak ada pekerjaan yang mendesak, ke ladang hanya untuk mengawasi - Ada juga yang tidak istirahat - Pekerjaan yang lebih penting diutamakan - Nonton TV, Main Universitas Sumatera Utara 21.00 - ..... - Makan malam - Ke warung - Tidur caturkartu atau sekedar ngobrol di warung Keterangan : Hari Rabu pergi ke pekanpasar Sumber: Pengamatan Lapangan Bagi pemilik tanah yang bekerja sampingan, bangun satu jam lebih awal dari petani penyewa yang tidak bekerja sampingan, seperti yang terlihat pada tabel di atas. Kegiatan pertama-tama yang dilakukan seperti: membuka warungkedai, memberi makan hewan ternak ataupun membuka bengkel. Pekerjaan ini dihentikan atau selesai pukul 09.00 dan dilanjutkan dengan kegiatan seperti mandi dan sarapan pagi di rumah ataupun di warung. Kemudian pergi ke ladang untuk bekerja atau sekedar melihat-lihat para pekerja di ladang. Kegiatan ini selesai pada pukul 13.00, yang dilanjutkan dengan kembali melakukan pekerjaan produktif, seperti menjaga kedai ataupun mengumpulkan makanan ternak diladang. Bahkan tidak jarang mereka melakukan pekerjaan sampingan selama satu hari dan sekedar menyempatkan diri melihat para pekerja di ladang. Sebelum pukul 18.00, mereka memberi makan dan memasukkan hewan ternak ke kandang. Dan kemudian mandi, makan malam dan pergi ke warung untuk nonton TV atau sekedar ngobrol dengan tetangga. Tidur malam biasanya dilakukan setelah pukul 21.00. Universitas Sumatera Utara Curahan waktu dan kegiatan di atas dilakukan setiap hari dengan pola yang sama kecuali hari Rabu. Pada umumnya hari Rabu mereka pergi ke pekanpasar untuk berjualan hasil panen ataupun berbelanja kebutuhan sehari- hari. c. Pola Konsumsi Yang dimaksud konsumsi disini adalah konsumsi makanan sehari-hari. Setiap manusia memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Namun adakalanya kebutuhan makanan ini dapat bersifat sampingan yang artinya ala kadarnya, dan dapat juga merupakan kebutuhan utama yang harus disediakan walaupun dengan mencurahkan sebagian besar sumber daya yang dimiliki. Dari menu hidangan yang disediakan setiap hari yang berlangsung terus- menerus dapat diketahui pola konsumsi petani penyewa maupun pemilik tanah. Hasil pengamatan dan wawancara mendalam maka diketahui pola konsumsi informan sebagai berikut. Tabel 4.10. Pola Konsumsi Waktu Jenis Konsumsi Keterangan Pagi Siang - Nasi, sayur, lauk- pauk sisa semalam - Kue-kue - Tehkopi manis - Nasi, sayur, lauk- pauk - Bisa sisa makanan semalam - Kadang, pemilik tanah membuat makanan lain, Universitas Sumatera Utara Malam - Lauk ikan, daging, dll. - Seperti menu siang - Tehkopi manis seperti gorengan. Sumber : Pengamatan Lapangan Seperti yang tertera pada tabel di atas, pada waktu sarapan pagi penyediaan menu ala kadarnya, artinya jika sisa menu semalam masih ada, maka dimakan pada waktu pagi. Ada kalanya mereka hanya membeli kue-kue di warung. Tehkopi manis selalu dikonsumsi setiap pagi. Bagi pemilik tanah, untuk makanan siang dan malam, menu lauk pauk yang disediakan selalu enak, seperti ikan atau daging. Sedangkan sayur, buah dan bahan untuk membuat makanan tersebut, dimanfaatkan dari ladang. Keterbatasan pilihan makanan yang dapat membuat rasa bosan, maka terkadang mereka membeli makanan di warung. Sedangkan petani penyewa, makanan sedikit kurang lengkap dibandingkan dengan pemilik tanah yaitu dengan pilihan makanan yang lebih terbatas. Ikan atau daging dipilih yang harganya tidak terlalu mahal atau jumlahnya yang dikurangi. Gizi yang tercakup dalam komposisi Empat Sehat Lima Sempurna juga tidak terpenuhi, yaitu dengan tersedianya susu sebagai penyempurna. Dengan pola konsumsi seperti tertera pada tabel di atas, khususnya bagi petani penyewa, uang penghasilan dari belanja sehari-hari habis tersedot Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi keperluan makan. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk keperluan lain seperti kebutuhan sekolah anak. Dengan habisnya sumber daya pendapatanhari untuk kebutuhan makan, maka kebutuhan sandang petani penyewa sangat memprihatinkan. Umumnya sandang atau pakaian yang dikenakan oleh mereka telah lusuh. Dan ini memang diakui, bahwa mereka jarang membeli pakaian, kalaupun membeli, mereka lebih senang membeli pakaian bekas. d. Pola Menabung Menabung uang sudah menjadi hal yang umum bagi masyarakat yang tinggal di daerah pertanian tidak terkecuali bagi masyarakat Desa Rakut Besi. Berbeda dengan masyarakat pertanian padi di Pulau Jawa yang menggunakan lumbung padi sebagai tempat menyimpan hasil panen, masyarakat desa Rakut Besi lebih memilih menyimpan uang ketimbang hasil panen. Dalam menabung, masyarakat desa ini memilih lembaga keuangan, seperti bank atau koperasi. Namun, beberapa informan petani penyewa lebih memilih menyimpan uangnya di rumah. Mereka beralasan bahwa uang tersebut dapat segera digunakan apabila dibutuhkan dan uang yang disimpan jumlahnya tidak terlalu besar. Sebaliknya, pemilik tanah memilih menyimpan uangnya di bank dengan alasan keuntungan. Dari hasil wawancara, banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari menabung uang di bank. Salah satunya adalah kemudahan mendapatkan fasilitas kredit dari bank tempat menabung. Seorang informan Universitas Sumatera Utara pemilik tanah memilih menabung di bank untuk mempermudah mengirim uang kepada anaknya yang sekolah di Kota Medan. e. Pandangan Hidup Pandangan hidup adalah pandangan yang diikuti oleh persiapan kehidupan pada saat kini untuk menyongsong kehidupan masa depan. Dengan mengemukakan pandangan hidup, akan diketahui bagaimana sesungguhnya apresiasi terhadap masa depan. Pandangan ini dapat dilihat dari cara pandangan mereka terhadap pendidikan anak, pembatasan jumlah kelahiran, kesehatan anakkeluarga dan pandangan tentang masa depan keluarga. f. Pandangan Tentang Pembatasan Kelahiran Pembatasan kelahiran dengan jumlah anak dengan program KB merupakan suatu program yang bertujuan untuk menciptakan keluarga kecil dan sejahtera. Dengan jumlah anak yang kecil dimaksudkan agar dapat direncanakan masa depan keluarga khususnya anak dengan lebih baik. Dengan jumlah anak yang sedikit sumber daya yang dimiliki dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas anak seperti penyediaan gizi yang baik dan cukup, sandang yang baik, pendidikan yang tinggi serta pengasuhan dan bimbingan yag lebih intensif. Namun kondisi di atas tidak dijumpai di Desa Rakut Besi. Pada umumnya mereka menganggap bahwa kelahiran anak merupakan suatu karunia dan kepercayaan yang diberikan Tuhan kepadanya, sehingga menghindari atau membatasi kelahiran anak merupakan penolakan terhadap kepercayaan serta karuniaNya. Dengan anggapan seperti ini, mereka tidak ada Universitas Sumatera Utara yang bersedia mengikuti program KB. Oleh karena itu, umumnya mereka mempunyai anak banyak. Bahkan ada salah seorang informan, yang pernah melahirkan beberapa kali dan tidak lama anaknya kemudian meninggal tanpa sempat tumbuh besar. g. Pandangan Tentang Pendidikan Anak Pendidikan merupakan institusi yang dapat mengubah pola pikir atau pandangan seseorang. Dengan pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang melakukan mobilitas dan status sosialnya. Pada umumnya orangtua selalu berkeinginan agar anak-anaknya mempunyai pendidikan yang tinggi. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, biasanya dibarengi dengan persiapan- persiapan yang memadai seperti: menabung, mengarahkanmembimbing belajar, maupun mengadakan perencanaan jumlah anak. Namun faktor-faktor penunjang tersebut tidak dijumpai di lapangan. Pada umumnya mereka menginginkan anaknya dapat memperoleh pendidikan tinggi, namun kenyataannya anak-anak telah putus sekolah pada tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai alasan karena faktor ekonomi tidak menunjang bagi pendidikan anak. Namun sebetulnya jika dianalisis lebih jauh faktor ekonomi ini dapat diatasi dengan merubah pola konsumsi dan pola menabung. Dimana jatah menu dikurangi untuk ditabung dan menggunakan uang untuk hal-hal penting agar dapat ditabung sebagai persiapan biaya pendidikan anak. Lebih jauh lagi, sebetulnya kondisi ini dapat ditelusuri dari proses sosialiasi anak sejak dini oleh orangtua, dimana anak telah dikenalkan dengan Universitas Sumatera Utara alam pertanian yang “notabene” tidak memerlukan pendidikan formal di sekolah. Walaupun demikian, anak-anak masih tetap boleh sekolah, namun mereka harus membantu orangtua bekerja di ladang setelah pulang sekolah. Menurut mereka, yang diperlukan adalah pengetahuan tentang bertani, yang dapat diperoleh dari belajar bersama orang tua. Oleh karena itu orangtua tidak risau jika anaknya tidak mau sekolah dan lebih memilih menjadi petani. Kedua, arahan dan bimbingan orangtua khususnya ibu terhadap belajar anak kurang, bahkan tidak ada sama sekali. Anak-anak dibiarkan bermain atau belajar sendiri, sehingga minat belajar anak tidak ada. Sebetulnya ini juga disebabkan pandidikan ibu yang rendah sehingga kurang tahu tentang materi pelajaran sekolah dan kurang akses terhadap informasi. Ketiga, seperti yang telah dijelaskan di atas, jumlah anak tidak dibatasi sehingga porsi sumber daya yang diperoleh setiap anak akan berkurang dan ini juga mengakibatkan terganggunya kesempatan yang lebih tinggi. h. Pandangan Tentang Kesehatan Anak Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat menujang produktivitas dan kualitas seseorang, terutama kepedulian kesehatan sejak dini, yakni kesehatan pada bayi dan anak-anak. Pada umumnya kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan orangtua khususnya ibu. Dengan pendidikan yang tinggi diasumsikan dapat menambah wawasan kepedulian terhadap kesehatan, terutama dalam pemberian gizi yang cukup, pemberian imunisasi, penggunaan pelayanan-pelayanan kesehatan untuk mereka yang sakit, serta menjaga kebersihan rumah, lingkungan dan anak. Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah dikemukakan pada pembahasan tentang pendidikan, dimana rata-rata pendidikan masyarakat desa adalah rendah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah tenyata pandangan mereka tentang kesehatan sangat kurang. Pada umumnya masyarakat kurang tahu tentang gizi yang terdapat pada makanan. Di rumah biasanya hanya makan nasi, sayuran, buah-buahan serta sedikit ikan tanpa susu sebagai komposisi Empat Sehat Lima Sempurna. Usaha-usaha preventif pencegahan penyakit seperti imunisasi pada anak hampir tidak pernah dilakukan oleh ibu-ibu. Padahal imunisasi dapat mencegah penyakit seperti TBC, Tetanus, Campak dan Polio. Keenganan mereka mengimunisasi anaknya lebih disebabkan adanya anggapan yang salah tentang imunisasi, dimana mereka mengaggap imunisasi hanya bagi anak yang sakit. Perhatian terhadap kebersihan rumah, lingkungan dan anak dapat dikatakan sangat kurang. Keadaan rumah umumnya sangat kotor dan tidak teratur. Juga dalam pembuangan limbah rumah tangga kurang diperhatikan sehingga lingkungan jadi becek, air parit yang tergenang. Perhatian terhadap kebersihan anak juga sangat kurang, dimana banyak terlihat anak-anak yang kondisinya sangat kumal dan lusuh. Dari kondisi kesehatan yang demikian, sangat sulit diharapkan akan muncul manusia-manusia dewasa yang produktif dan berkualitas. Penggunaan pelayanan-pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu, dsb untuk mengobati anak maupun keluarga yang sakit jarang dilakukan. Hal ini lebih disebabkan, minimnya fasilitas kesehatan yang ada. Universitas Sumatera Utara Hanya ada satu balai pengobatan yang ditempati oleh seorang bidan desa. Untuk ukuran desa yang berjumlah lebih dari 400 kepala rumah tangga, seorang bidan desa masih sangat kurang. Sehingga masyarakat lebih memilih menyembuhkan penyakit melalui cara-cara tradisional, seperti menggunakan obat-obatan tradisional. i. Pandangan Tentang Masa Depan Pada umumnya setiap keluarga mempunyai cita-cita hidup atau secara tegas mempunyai pandangan tentang masa depan keluarga yang diinginkan. Namun bagi petani penyewa, orientasi hidup lebih ditekankan pada masa kini masa yang sedang dijalani, tanpa mau berpikir bagaimana masa depan keluarganya nanti. Penghasilan yang diperoleh hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi setiap hari tanpa ada usaha untuk menabung sedikit demi sedikit sebagai cadangan untuk biaya pendidikan, kesehatan, dll. Pandangan mereka lebih menyiratkan sikap apatis, pasrah pada nasib dan apa adanya. Sikap dan pandangan ini sepertinya berasal dari sikap dan pandangan tradisional mereka yang “notabene” sebagai masyarakat desa. Berbeda dengan petani penyewa, pandangan masa depan bagi pemilik tanah adalah bagaimana mereka memperoleh keuntungan yang maksimal. Baik melalui pekerjaan yang sudah ada maupun yang baru akan ditekuni. Beberapa informan pemilik tanah mengaku telah mempunyai tanah di luar desa bahkan seorang diantaranya memiliki perkebunan di luar Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 4.3.3. Pola Ketergantungan Petani Penyewa Terhadap Pemilik Tanah a. Ketergantungan Terhadap TanahLahan Pertanian Prosedur menyewakan tanah menjadi tolak ukur dalam melihat pola ketergantungan antara penyewa dengan pemilik tanah. Syarat penyewaan lebih sering menguntungkan pemilik tanah. Pemilik sering memberikan syarat yang cukup memberatkan petani penyewa yang notabene tidak memiliki posisi tawar dalam hal akses terhadap tanah. Kesenjangan kepemilikan tanah yang terus bertambah luas semakin merugikan petani yang akan menyewa tanah. Perubahan sistem pertanian dari tradisional menjadi pertanian modern juga tidak membuat kehidupan petani berubah. Salah satu contoh, terjadinya pengalihan surplus ekonomi dari petani penyewa ke pemilik tanah dalam bentuk penjualan hasil-hasil pertanian ataupun jasa. Secara tidak langsung, pemerintah telah ikut berperan menciptakan kesenjangan kepemilikan tanah di dalam masyarakat desa. Dalam hal ini peranan pemerintah adalah sebagai faktor eksternal. Sebagai faktor eksternal, pemerintah berperan dalam menciptakan ketergantungan antara petani penyewa dengan pemilik tanah melalui kebijakkan di bidang pertanian. Salah satunya adalah modernisasi dalam bidang pertanian. Modernisasi pertanian dinilai sangat menguntungkan baik secara ekonomis maupun politis. Namun, hal tersebut berlaku bagi petani kaya saja. Karena secara umum, petani kaya telah memiliki kesiapan dan kepandaian memupuk jaringan politik dengan pihak pemerintah desa dan masyarakat desa Universitas Sumatera Utara itu sendiri. Petani kaya juga memiliki akses penguasaan komunikasi yang lebih baik, selalu berupaya mengembangkan usaha taninya dan menginvestasikan kembali keuntungan-keuntungan yang diperolehnya. Salah satu bentuk investasi yang dilakukan adalah dengan menambah luas tanah yang dikuasainya, baik dengan cara membeli tanah baru ataupun menyewa tanah kepada petani lain secara keberlanjutan. Sebaliknya bagi petani yang tidak mempunyai tanah maupun yang hanya menguasai tanah sempit, modernisasi pertanian menjadi salah satu faktor yang mempersempit ruang dan gerak usaha tani mereka. Modernisasi pertanian lebih banyak menuntut pemakaian input pertanian modern berbeda dengan sistem pertanian tradisional. Sehingga banyak petani menjadi tidak mampu meneruskan usaha taninya karena biaya produksi yang terus meningkat dan semakin tidak terjangkau. Dalam keadaan seperti ini “godaan- godaan ekonomis” akan cenderung memaksa petani lahan sempit melepaskan hak kepemilikan tanahnya dengan cara menjual kepada petani kaya ataupun dengan cara meminjam uang dari petani kaya sebagai biaya tambahan usaha. Petani tuna kisma yang biasanya mengerjakan tanah pertanian lewat sistem sakap atau bagi hasil makin lama makin berkurang. Salah satu faktor yang menjadi penyebab adalah adanya komersialisasi pertanian yang menjadikan tingkat persaingan dalam penyakapan makin ketat. Karena orientasi para pemilik tanah cenderung komersial, syarat-syarat penyakapan pun menjadi semakin berat. Kondisi seperti ini pada akhirnya sangat tidak Universitas Sumatera Utara menguntungkan petani tuna kisma dan secara ekonomis mereka tidak lagi memiliki akses dalam proses produksi. Masuknya modernisasi pertanian juga menambah tekanan struktural ekonomi bagi petani miskin. Banyak petani yang tadinya memiliki tanah walaupun sempit, tetapi karena tekanan struktural ekonomi harus melepaskan hak pemilikan tanahnya, baik dengan menjual secara lepas maupun disewakan pada petani lain yang umumnya lebih kaya. Akibatnya para petani miskin yang memiliki tanah sempit ini menjadi kelompok petani yang tidak lagi menguasai tanah. Mereka kehilangan kontrol atas tanahnya sebagai barang dasar produksi dan karena itu keterlibatan dalam organisasi ekonominya pun menjadi berkurang. Kondisi ini semakin mendorong kelompok petani pemilik tanah sempit kearah stratifikasi golongan masyarakat desa yang paling bawah. Dalam struktur kelas masyarakat pedesaan, kelas pemilik tanah secara dominan memiliki kuasa dalam pengambilan keputusan baik secara individual maupun komunal. Pemilik tanah ikut mempengaruhi persepsi masyarakat dalam pemilihan jenis bibit, pupuk dan juga pendekatan pengendalian hama. Akibatnya, petani penyewa sering membayar biaya tambahan disebabkan kenaikan harga dari input produksi tersebut. Petani yang kekurangan modal dapat meminjam dari pemilik tanah. Jelas terlihat bahwa petani penyewa merupakan pihak yang paling rentan mengalami kerugian ketika panen gagal. Petani penyewa yang mengalami kerugian dan tidak mampu mengembalikan modal dipekerjakan oleh pemilik tanah sebagai buruh tani tanpa upah untuk melakukan pekerjaan seperti menyiangi dan memanen hasil pertanian. Dalam Universitas Sumatera Utara kerangka agraria kapitalis, para buruh tani dan petani penyewa dijadikan barang dagangan, dibeli dengan upah yang diberikan pemilik tanah. Tanggung jawab dan pengambilan keputusan produksi, akumulasi dan investasi terletak sepenuhnya di tangan pemilik. Orientasi pemilik tanah ialah orientasi bisnis, bukan kerjasama berkelanjutan. Luas tanah yang semakin sempit atau kehilangan kepemilikan tanah tanah merupakan hal yang sangat umum terjadi. Ini membuat petani yang tidak mempunyai kemampuan di luar bertani menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pemilik tanah. Tidak heran, petani berlahan sempit, petani penyewa ataupun petani tuna-kisma lebih berorientasi terhadap hasil. Untuk jangka waktu pendek, semakin besar hasil produksi yang dihasilkan maka semakin besar kemampuan dalam penyediaan kebutuhan pangan keluarga. Terciptanya kemandirian petani penyewa dari mereka yang menguasai tanah luas, sangat kecil kemungkinan terjadi. Walaupun ada keinginan dan tindakan maksimal dari petani penyewa untuk maju, usahanya sering gagal akibat regulasi yang diberikan pemilik tanah. Ketika petani ingin menggunakan bibit lokal yang ekonomis, pemilik tanah menyarankan penanaman benih hibrida yang rentan dan mahal harganya. Peningkatan jumlah petani yang tidak mempunyai tanah, penjualan tanah kepada pemilik luar pertanian dan luar desa, dan konsentrasi penguasaan tanah di tangan segelintir orang merupakan ancaman serius terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup petani. Struktur pemilikan Universitas Sumatera Utara tanah yang tidak seimbang telah memunculkan kelas-kelas di dalam masyarakat desa. Berbeda dengan kelas petani atas, sudah tentu kelas petani paling bawah tidak dapat diharapkan sebagai sumber-sumber ekonomis dari segala kegiatan politik pedesaan. Karena itu dalam proses pengambilan keputusan politik di tingkat desa mereka jarang dilibatkan. Mekanisme pengambilan keputusan politik yang jarang melibatkan kelas petani bawah mengakibatkan peluang petani bawah dalam berpartisipasi di bidang politik menjadi sangat kecil. Dengan kata lain, tekanan struktural ekonomi telah membuat petani bawah kehilangan peluang untuk menentukan arah dan corak kegiatan serta proses politik lokal pedesaan.

b. Ketergantungan Terhadap Alat-alat Pertanian

Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

8 122 118

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin, dan Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Puskesmas 24 Jam Di Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun Tahun 2014”,

3 77 146

Dampak Pembangunan Irigasi Terhadap Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kabupaten Simalungun", studi kasus Desa Totap Majawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

3 61 116

Status Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu

3 69 140

Perkembangan Kota Perdagangan Di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun (1980-1999)

4 58 88

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

Pengaruh Kegiatan Optimasi Lahan Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Nagori/Desa Naga Saribu, Kecamatan Pamatang Silima Huta)

0 30 8

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 1