1.5.4. Petani Penyewa
Petani diartikan sebagai pencocok tanam pedesaan yang mencari nafkah dan cara hidupnya dengan mengolah tanah, dimana kegiatan usahanya bersifat
mencari keuntungan. Sedangkan penyewa adalah orang yang menyewakan barang atau benda miliknya kepada orang lain. Jadi petani penyewa adalah
petani yang menyewa tanahlahan pertanian dari pemilik tanah. Petani tersebut berkonsentrasi pada tanaman pangan palawija.
Dalam penelitian ini, petani penyewa yang dimaksud adalah petani yang mempunyai lahan terbatas, akses pemasaran yang terbatas, pemenuhan
kebutuhan hidup yang terbatas, tidak mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk berubah, tidak memiliki kecakapan terapan yang cukup
memadai untuk melindungi diri, tidak memiliki fasilitas gudang dan transportasi untuk memanfaatkan fluktuasi harga, tidak mempunyai kekuatan tawar-menawar
untuk mempengaruhi harga produk mereka atau memperoleh harga yang adil dari harga pasar.
1.5.5. Pemilik Tanah
Pemilik tanah adalah seseorang atau individu yang melakukan usaha- usaha maksimasi maksimal keuntungan melalui kegiatan sewa-menyewa
tanah. Dalam penelitian ini, pemilik tanah terkadang melakukan usaha
maksimasi keuntungan dengan melanggar norma-norma masyarakat yang berlaku secara umum. Pemilik tanah bersedia meminjamkan uang. Pemilik
Universitas Sumatera Utara
tanah bersedia menyewakan tanah kepada petani. Pemilik tanah juga mempunyai peralatan pertanian yang modern dan bersedia menyewakannya.
Pemilik tanah juga mempunyai jaringan untuk akses pemasaran hasil pertanian. Pemilik tanah juga mempunyai fasilitas lainnya dan bersedia menyewakannya,
seperti: bibit unggul, pupuk, pestisida, insektesida dan lain sebagainya
1.5.6. Pertanian
Pertanian dalam arti luas adalah semua kegiatan dalam usaha reproduksi flora dan fauna yang dibagi dalam 5 sektor, yaitu pertanian rakyat, perkebunan,
peternakan, perikanan, dan kehutanan. Dan pertanian dalam arti sempit adalah pertanian yang khususnya ditujukan terhadap pertanian rakyat.
Penggolongan pertanian menurut bidangnya ada 2 macam: pertanian tanaman perkebunan keras dan pertanian tanaman pangan palawija.
Pertanian tanaman perkebunan keras, contoh: perkebunan kelapa sawit, teh, karet dan tanaman menahun lainnya. Sedangkan pertanian tanaman pangan,
contoh: sayur-mayur, buah-buahan, padi dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Sebagai sebuah mekanisme yang terus berfungsi, masyarakat harus membagi anggotanya dalam posisi sosial yang menyebabkan mereka harus melaksanakan
tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas tersebut, maka kita cenderung menunjuknya pada pencapaian di bidang ekonomi dan
sosial seseorang dalam kaitannya dengan jabatan kekuasaan, dan peranan yang dimiliki orang bersangkutan di dalam masyarakat dimana ia menjadi anggota atau
partisipan. Dengan demikian pengertian akan tugas-tugas tersebut dapat memperlihatkan tingkat kedudukan seseorang dalam hubungannya dengan tugas
orang lain berdasarkan suatu ukuran tertentu. Ukuran atau tolak ukur yang dipakai didasarkan pada salah satu atau kombinasi yang mencakup tingkat pendapatan,
pendidikan, prestise atau kekuasaan. Dalam setiap masyarakat, orang digolongkan masing-masing dalam berbagai
kategori dari lapisan yang paling atas sampai yang paling bawah. Konsep tentang golongan sosial tergantung cara seseorang menentukan golongan sosial itu. Adanya
golongan sosial karena adanya perbedaan status dikalangan masyarakat. Max Weber melihat bahwa kekayaan, kekuasaan dan prestise merupakan tiga
faktor yang terpisah namun saling berkaitan erat. Perbedaan tingkat kekayaan melahirkan kelas-kelas di dalam masyarakat, misalnya terdapat dua kelompok strata
“orang kaya” dan “orang miskin”. Perbedaan prestise, hak dan kemudahan atas
Universitas Sumatera Utara
sesuatu yang diperoleh dapat melahirkan suatu keadaan yang saling bergantung satu sama lain.
Karl Marx lebih menekankan terhadap penggunaan kekuasaan dalam masyarakat yang merupakan suatu segi dari hubungan antara kelas-kelas sosial.
Adapun yang menciptakan kelas-kelas sosial dan ketimpangan kekuasaan adalah pembagian kerja dalam kegiatan produksi dan hubungan sosial dalam produksi. Kelas
sosial didefinisikan dalam hubungannya dengan alat-alat produksi means of production. Marx juga berpendapat bahwa kelompok besar dalam masyarakat saat
ini adalah kaum kapitalis yaitu pemilik alat produksi dan kaum proletar yang tidak memiliki apa-apa.
Ketergantungan sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kehidupan ekonomi kelompok tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi
dari kehidupan ekonomi kelompok lainnya, dimana kelompok tertentu itu hanya berperan sebagai penerima akibat saja. Hubungan saling bergantung juga terjadi
apabila satu kelompok mendominasi kelompok lain. Keadaan ekonomi dan sosial kelompok yang dominan bisa berekspansi dan berdiri sendiri berdikari sedangkan
keadaan ekonomi dan sosial kelompok yang bergantung mengalami perubahan hanya sebagai akibat dari ekspansi tersebut baik positif maupun negatif. Apabila kelompok
yang dominan berkembang maka kelompok yang bergantung juga ikut berkembang. Begitupun sebaliknya, bila kelompok yang dominan mengalami krisis maka
kelompok yang tergantung juga mengalaminya. Adapun faktor penentu terjadinya ketergantungan antar individu atau
kelompok karena adanya totalitas kedudukan sosial dan ekonominya dalam
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, termasuk kekayaan dan penghasilan, jenis pekerjaan, pendidikan, identifikasi diri, prestise keturunan, partisipasi kelompok dan pengakuan orang lain.
Ketergantungan antara kelompok yang tergantung terhadap kelompok yang dominan adalah kenyataan sosial yang penting yang selanjutnya akan membentuk pola-pola
hidup individu. Menurut pandangan Paul Baran, ketergantungan atau keterbelakangan terjadi
karena adanya pihak-pihak yang posisinya lebih kuat mengeksploitasi pihak-pihak yang lebih lemah secara tidak adil. Pihak yang lebih kuat posisinya diuntungkan oleh
ketidakberdayaan pihak yang lebih lemah dalam mengolah sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Bantuan-bantuan yang diberikan kepada pihak yang
lemah justru merupakan bantuan yang mematikan. Bantuan-bantuan tersebut mengakibatkan pihak yang lemah tidak mandiri dan terhambat untuk maju. Keadaan
seperti ini disengaja diciptakan agar pihak yang lemah tetap bergantung dan menjadi semakin terbelakang. Menurut konsepsi Paul Baran, pihak yang lemah seperti terkena
penyakit kretinisme, yaitu penyakit yang membuat orang tetap kecil dan tidak bisa besar.
Hubungan yang terjadi antara pemilik tanah dengan petani penyewa lebih mengarah kepada hubungan yang tidak sehat. Salah satu penyebabnya adalah
perolehan keuntungan yang tidak sesuai oleh pemilik tanah terhadap petani penyewa. Walaupun petani penyewa memperoleh keuntungan, namun ternyata kehidupannya
tetap terbelakang. Menurut terminologi Andre Gunder Frank disebut “perkembangan keterbelakangan” development of underdevelopment.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menggambarkan hubungan yang tidak sehat, Frank memiliki beberapa hipotesa. Pertama, pemilik tanah akan terus bertambah luas tanahnya sedangkan
petani penyewa akan tetap menyewa tanah terus-menerus. Kedua, petani penyewa akan mengalami perubahan apabila hubungan dan keterkaitan dengan pemilik tanah
intensitasnya rendah. Ketiga, petani penyewa saat ini adalah petani penyewa juga pada masa lampau.
Perkembangan yang dialami pemilik tanah bisa membuat petani penyewa merasakannya namun perkembangan tersebut masihlah merupakan perkembangan
yang tergantung atau bersifat ikutan. Dan dinamika perkembangan itu datang dari pemilik tanah baukan atas inisiatif petani penyewa sendiri. Seiring dengan
perkembangan, ketergantungan itu sendiri telah terbagi dalam berbagai bentuk atau model.
Theotonio Dos Santos, membagi ketergantungan dalam beberapa bentuk, yaitu:
a. Ketergantungan Kolonial
Ketergantungan yang terjadi dalam bentuk penguasaan kolonial atau penjajahan. Kegiatan ekonomi yang utama adalah perdagangan hasil bumi
yang dibutuhkan oleh penjajah. Para penjajah memonopoli tanah, hasil pertanian dan tenaga kerja. Hubungan antara penjajah dan yang dijajah
bersifat eksploitatif. b.
Ketergantungan Finasial-Industrial Dalam ketergantungan ini tidak ada lagi pihak yang yang terjajah
secara politik. Akan tetapi pihak yang dijajah masih belum bebas dari
Universitas Sumatera Utara
kekuatan finansial dan industrial pihak penjajah. Pihak yang dijajah masih harus mengekspor bahan mentah bagi penjajah.
c. Ketergantungan Teknologi-Industrial
Ketergantungan dalam bidang teknologi dimanfaatkan penjajah untuk memonopoli perekonomian pihak yang dijajah. Teknologi tidak dijual sebagai
komoditi melainkan disewakan secara paten. Hal ini dimaksudkan agar pihak yang membutuhkannya tidak bisa membeli atau memiliki dan secara terus-
menerus akan tetap menyewa yang membuat pihak yang dijajah tetap tergantung.
Sedangkan dalam Kajian Sosiologi Pembangunan, Teori Ketergantungan atau Teori Dependensi memiliki beberapa Asumsi Dasar
yang dapat dijadikan landasan dalam mengkaji suatu keadaan ketergantungan, adalah: Pertama, keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu gejala yang
sangat umum, berlaku bagi seluruh individu, kelompok, masyarakat bahkan negara.
Kedua, ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”. Sebab terpenting yang menghambat pembangunan tidak terletak
pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswata, melainkan terletak berada diluar jangkauan politik ekonomi
Ketiga, permasalahan ketergantungan lebih dilihat sebagai masalah ekonomi. Dengan mengalirnya surplus ekonomi dari pihak yang lemah ke
pihak yang kuat. Ini diperburuk lagi karena negara Dunia Ketiga mengalami kemerosotan nilai tukar perdagangan relatifnya.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, situasi ketergantungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Di satu pihak,
mengalirnya surplus ekonomi dari Dunia Ketiga menyebabkan keterbelakangannya, sementara hal yang sama merupakan salah satu, jika
bukan satu-satunya, faktor yang mendorong lajunya pembangunan di negara maju. Dengan kata lain, keterbelakangan di negara Dunia Ketiga dan
pembangunan di negara sentral tidak lebih tidak kurang sebagai dua aspek dari satu proses akumulasi modal yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya polarisasi regional di dalam tatanan ekonomi dunia yang global ini. Kelima, keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang
mutlak bertolak-belakang dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara pinggiran mustahil terlaksana. Teori dependensi
berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom dan berkelanjutan hampir dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus-menerus terjadi
pemindahan surplus ekonomi ke negara maju.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian