“saya juga perlu alat dan uang... kaya traktor, itu penting kali. tenaga kerja juga... Biasanya saya sewa traktor sama orang lain. Kalo pinjam
uang sama keluarga dulu, kalo gak ada sama pemilik tanah yang saya sewa... bayarnya bisa pake hasil panen. Kadang-kadang dia pemilik
tanah minta saya bayar pakai tenaga menjadi pekerjaburuh tani diladang orang itu”. Wawancara, April 2007
Informan merasakan keadaan semakin sulit khususnya mendapat tanah sewaan yang sesuai. Ini dikarenakan banyaknya pemilik tanah yang mengolah
tanahnya sendiri kalaupun disewakan harganya mahal. “dulu masih enak Masih bisa pake tanah gratis. Sekarang tergantung
kita? Kalo mau bertahan... ya kaya gini terus. Saya aja udah 10 tahun nyewa tanah terus... gak pernah berkembang.... saya uda coba kerja lain,
tapi masih lebih enak disini... memang uda nasib saya buktinya tetap menyewa bergantung sama mereka”. Wawancara, April 2007
b. R. Manihuruk
Informan adalah seorang kepala keluarga yang berusia 41 tahun. Informan hanya dapat menamatkan pendidikan di tingkat SMA Sekolah
Menegah Atas. Informan memiliki seorang istri dengan lima orang anak. Tiga diantaranya, sedang duduk di bangku Sekolah Dasar SD, satu orang di TK
Taman kanak–kanak , dan satu orang lagi belum sekolah. Informan tidak memiliki sedikitpun tanahlahan pertanian. Ia hanya
menyewa tanah dari orang lain. Luas tanahlahan yang sedang disewa adalah ± 1 Ha. Pendapatan informan tidak menentu setiap bulannya. Kadangkala dapat
cukup untuk kebutuhan sehari-hari, kadangkala tidak. Namun, seringkali hasil pekerjaannya dari bertani hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari–hari.
Universitas Sumatera Utara
Menurutnya, pendidikan anak-anak adalah prioritas utama. Dia berusaha menyisihkan penghasilan setiap bulan untuk pendidikan anak. Walaupun
demikian, hal tersebut bisa dilakukannya karena biaya pendidikan anak-anaknya tidak terlalu mahal.
Informan mengikutsertakan anak dan istri untuk membantu bekerja. Keikutsertaan mereka dirasa cukup membantu, apalagi ketika menanam dan
memanen. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat upahsewa tenaga kerja dan menghemat waktu.
Informan merupakan seorang warga pendatang sedangkan istrinya adalah wargapenduduk setempat. Mereka baru dua tahun menetap di desa ini.
Sebelumnya mereka bertempat tinggal di kota Medan kemudian merantau ke desa ini. Pada awalnya, informan merasakan kesulitan berinteraksi karena
ketidakmampuannya berkomunikasi dalam bahasa Simalungun. Ditambah lagi, dia merupakan warga pendatang yang berasal dari kota.
Saat ini, informan sudah merasakan manfaat dari bersoalisasi dengan warga. Dia juga melakukannya untuk mendapat kepercayaan mereka.
Kepercayaan yang didapat berupa kesempatan mengolah ataupun memakai tanahlahan pertanian, meminjam uang, dan lain–lain. Selain itu, informan sering
berpartisipasi dalam acara–acara, seperti pesta perkawinan, dukacita, tahunan, dan lain–lain.
Selama tinggal di desa ini, informan sudah beberapa kali menyewa tanah orang lain. Berdasarkan pengalaman, tanah merupakan bagian penting bagi
masyarakat desa. Tanah merupakan sumber penghasilan bagi masyarakat. Tanah
Universitas Sumatera Utara
merupakan penopang ekonomi bagi masyarakat desa maupun kecamatan. Kualitas tanah yang baik telah mendorong beberapa warga kabupaten lain,
seperti Kabupaten Karo berniat membelinya. Sama seperti warga pendatang lainnya, informan tidak mempunyai
banyak pilihan bekerja selain menjadi petani penyewa ataupun buruh tani. Umumnya, pemilik tanah sulit untuk mempercayai warga pendatang. Oleh
karena itu, informan tetap mempertahankan pemilik tanah yang sekarang walaupun pernah merugikannya. Informan belum berani mencoba menyewa
dengan pemilik tanah lain. Dia takut menyinggung perasaan pemilik tanah yang sekarang.
Informan selalu melakukan pendekatan keluarga untuk mendapatkan tanah sewaan. Bahkan, orang tua istrinya ikut membantu melakukan pendekatan.
Informan pernah tidak memperoleh penghasilan sama sekali karena tidak ada tanah sewaan dan pekerjaan lain. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia
meminjam uang dari orang lain. Bahkan, hal itu sudah sering dilakukannya. Dia berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan pemilik tanah
kepadanya. Dia sering membantu pemilik tanah walaupun tanpa imbalan. Dia berpendapat, lebih baik mengambil insiatif membantu sebelum pemilik tanah
memintanya. “Kalo pemilik tanah menaikkan harga sewa tiba–tiba, kami akan
protes Tapi... kalo hasil panen cukup, kami bayar... ya terpaksa kami bayar. Tapi kalau tidak sanggup bayar, kami coba cari yang lain tanah
sewaan ditinggalkandikembalikan kepada pemilik tanah. Kalo tidak ada ladang yang bisa disewa, kami jadi tenaga kerja buruh tani”.
Wawancara, April 2007
Universitas Sumatera Utara
Dia berpendapat hal itu masih wajar karena ia juga menyadari posisinya sebagai orang yang menyewa tanah dari orang tersebut. Terkadang jasa atau
tenaganya itu dihargai oleh pemilik tanah lewat pemberian upah. Akan tetapi, ia tidak berani meminta, hanya dari kesadaran pemilik tanah saja.
Selama menyewa, informan merasa telah bekerja keras bahkan berusaha menabung namun keadaan ekonomi keluarga masih tetap sulit.
“.....Sangat ingin lah seperti dia pemilik tanah. Caranya... ya dengan berusaha keras dari ladang kami.
Kami merasa... kehidupan kami seperti ini–ini saja. Maunya, pemerintah memperhatikan nasib para petani”. Wawancara,
April 2007
Informan berpendapat, perhatian pemerintah begitu penting bagi para petani.
“Orang-orang di atas, pemerintah, DPR,… termasuk LSM yang selalu rapat… tidak pernah jalan ke desa-desa. Hanya janji-janji… tidak
pernah terjadi. Saat pemilu, kampanye baru datang…ada poster, bendera… kasi duit… Buktinya... sampe sekarang janjinya tidak ada.
Lihat aja jalan itu Bohong mereka semua Daripada buang-buang duit untuk pemilu… bagusan kasi tanah gratis. Daripada sembako, BOS,
kredit atau apalah itu, lebih baik kasi tanah gratis. Itulah harapanku.” Wawancara, April 2007
c. Malem Perangin-angin