Keterbatasan Penelitian a. Teknis Waktu Profil Informan dan Temuan Data 1. Petani Penyewa Kasianus Sipayung

3.7. Keterbatasan Penelitian a. Teknis

Peneliti sangat merasakan adanya kendala teknis selama penelitian seperti informan kurang memahami pertanyaan dan takut dalam memberi jawaban. Akan tetapi peneliti dapat mensiasatinya dengan pendekatan yang pribadi. Peneliti membuka diskusi seputar masalah-masalah pertanian secara umum sambil memberikan pertanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya dengan skripsi ini. Karena informan tidak nyaman pendapatnya ditulis maka peneliti menggunakan alat bantu tape recorder tanpa sepengetahuan informan.

b. Waktu

Keterbatasan waktu dalam melakukan wawancara sering terjadi. Hal ini dikarenakan aktivitas petani yang terus bergerak. Informan tidak suka di wawancara saat bekerja. Sedangkan ketika selesai bekerja, informan memberikan alasan ingin istirahat. Dalam kurun waktu seminggu informan memiliki waktu istirahat dua hari yaitu Rabu dan Minggu. Pada waktu tersebut merupakan kesempatan yang baik bagi peneliti. Sedangkan hari lainnya peneliti melakukan observasi. Walaupun demikian peneliti tetap berusaha sebaik mungkin melakukan penelitian yang dapat dipertahankan dalam sidang akhir serta dipertanggungjawakan secara keseluruhan. Universitas Sumatera Utara BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Desa Pada tahun 2006 telah terjadi pemekaran wilayah di Kecamatan Silimakuta menjadi dua bagian yaitu Kecamatan Silimakuta yang lama dan Pematang Silima Huta hasil pemekaran. Dan Desa Rakut Besi masuk ke dalam wilayah administrasi dari Kecamatan hasil pemekaran yaitu Kecamatan Pamatang Silima Huta. Jumlah penduduk desa ini merupakan yang terbesar dibandingkan desa lain di kecamatan Pamatang Silima Huta. Secara geografis, desa ini berada di dataran tinggi atau 1.400 meter diatas permukaan laut. Udara yang dingin dan bersih serta hawa sejuk pegunungan dapat dirasakan di desa ini. Secara umum, rumah–rumah penduduk dikelilingi oleh kawasan hutan dan perladangan. Luas wilayah desa ini yaitu 14.50 km², dimana luas wilayah tersebut 90 didominasi lahan kering untuk perladangan yang tersebar luas mengelilingi desa sampai ke perbatasan desa sekitarnya. Sebagian besar penduduk desa hidup dan bekerja di bidang pertanian. Komoditas pertanian yang utama adalah sayur–mayur dan buah–buahan. Adapun bidang pekerjaan lain di luar pertanian adalah bidang ekonomi seperti pedagang dan juga di bidang pemerintahan seperti pegawai negeri sipil yang jumlahnya sedikit. Adapun letak geografis desa, yaitu: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Saribujandi Universitas Sumatera Utara b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mardinding c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Purbatua. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nagasaribu. Dilihat dari tipologi wilayah, desa ini dapat digolongkan kedalam desa swasembada. Ini dicerminkan dari fasilitas dan sarana yang terdapat di desa ini yang telah memenuhi syarat. Fasilitas dan sarana umum yang ada cukup memadai namun minimnya perawatan membuat kebanyakan fasilitas menjadi rusak. Salah satunya adalah jalan. Jalan menjadi salah satu sarana yang penting untuk menggerakkan perekonomian masyarakat di bidang pertanian. Masyarakat desa sadar dan tahu betapa pentingnya sarana jalan tetapi mereka tidak pernah termotivasi untuk sekedar merawat apalagi memperbaikinya. Perbaikan jalan sebagai sarana penghubung kegiatan sehari-hari mereka dianggap bukan menjadi kewajiban mereka melainkan kewajiban pihak pemerintah. Dengan kondisi jalan yang rusak parah tersebut dapat membuat kerugian baik waktu maupun materi dalam mendistribusikan hasil-hasil pertanian desa ini. Kondisi jalan yang rusak dan berdebu serta sesekali berlumpur bahkan jika terjadi hujan menjadi semakin parah. Beberapa bulan ini, pemerintah kecamatan yang baru hasil pemekaran mulai melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki jalan. Sedikit demi sedikit terealisasi dengan di aspalnya kembali jalan penghubung antar desa ini. Namun perbaikan keseluruhan tidak bisa dilakukan pemerintah kecamatan yang baru karena keterbatasan dana. Jalan penghubung Desa Rakut Besi ke kota Kecamatan Pematang Silima Huta Nagasaribu tidaklah terlalu jauh yaitu ± 6 kilometer. Namun tidak tersedia Universitas Sumatera Utara angkutan umum pedesaan menuju kota kecamatan yang baru. Hanya angkutan desa menuju ke PekanPasar serta kota kecamatan yang lama sebelum pemekaran masyarakat dapat gunakan. Sarana transportasi lainnya adalah kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil yang tidak dimiliki semua penduduk. Pemekaran kecamatan yang lama ke kecamatan yang baru membuat kota kecamatan juga ikut berpindah. Sehingga kantor kecamatan yang baru Nagasaribu lebih sering terkunci dan belum banyak kegiatan apapun disana.

4.1.2 Sarana dan Prasarana Desa

Pembangunan yang dilakukan pemerintah cukup membantu desa ini keluar dari keterasingan dan ketertinggalannya dari desa lain. Pembangunan fasilitas umum cukup terpenuhi walaupun masih terdapat beberapa kekurangan. Dari pengamatan, sarana dan prasarana desa, antara lain: 1. Jalan Kondisi jalan-jalan di desa ini kurang baik. Jalan-jalan dipenuhi oleh bebatuan yang cukup besar dan sangat sulit dilewati oleh kenderaan. Kondisi jalan yang baik hanya berjarak 1 kilometer. 2. Listrik Fasilitas listrik sudah dapat digunakan masyarakat sejak tahun 2000. Walaupun demikian, Perusahaan Listrik Negara PLN sebagai penyedia belum sepenuhnya dapat menyediakan sesuai kebutuhan masyarakat desa. Bahkan beberapa warga secara sukarela membuat sendiri tiang-tiang listrik tambahan bagi warga lain yang membutuhkan. Universitas Sumatera Utara 3. Air Bersih Sarana air bersih diperoleh dari sumber–sumber mata air yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat untuk kemudian disalurkan ke rumah–rumah penduduk. Kualitas air dari sumber mata air tersebut cukup baik dan sehat. 4. Transportasi Ketersediaan transportasi massal bagi masyarakat masih sangat minim. Angkutan umum yang langsung menuju kota kecamatan desa ini belum tersedia. Satu-satunya angkutan umum yang ada hanya menuju kota kecamatan atau pekanpasar lain. Jika ingin berpergian keluar atau ke ibukota kecamatan dengan menggunakan kenderaan umum, maka harus memutar dahulu dari desa lain. 5. Tempat Ibadah Adapun tempat ibadah yang ada di desa ini hanya terdapat gereja. Gereja yang ada berjumlah tiga buah. Dua buah Gereja Kristen Protestan Simalungun GKPS dan satu buah Gereja Pantekosta di Indonesia GPdI. Salah satu dari gereja GKPS tersebut masih dalam pembangunan. 6. Kesehatan Untuk jumlah penduduk yang besar, fasilitas kesehatan yang ada masih sangat terbatas. Hanya ada satu balai kesehatan tempat praktek seorang bidan desa. Fasilitas kesehatan lainnya, seperti: Puskesmas atau Posyandu belum tersedia di desa ini. 7. Aula Aula digunakan masyarakat sebagai tempat pertemuan. Biasanya pertemuan diadakan untuk memperingati atau mengadakan acara–acara khusus, Universitas Sumatera Utara seperti: pesta tahunan, pesta pernikahan, dukacita, upacara adat, dsb. Aula desa berjumlah tiga buah. Satu diantaranya dibangun dan dikelola secara sukarela oleh masyarakat. Sedangkan sisanya dimiliki secara pribadi dan disewakan bagi masyarakat. Karena kondisi aula bersama milik masayarakat yang kurang baik, banyak warga lebih suka menggunakan aula sewaan. Semua bangunan aula tersebut didirikan secara permanen. 8. Sekolah Fasilitas pendidikan seperti sekolah, sudah tersedia bagi masyarakat desa. Tetapi jumlahnya hanya satu yaitu Sekolah Dasar SD Negeri. Sekolah dasar inilah yang diperuntukkan bagi seluruh penduduk desa. Pada awal berdirinya sekolah di desa ini ada dua, satu berstatus negeri dan satu lagi berstatus Inpres. Tetapi pada tahun 2000, SD inpres tersebut digabungkan dengan SD Negeri.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Setelah pemekaran kecamatan, desa ini menjadi desa yang memiliki jumlah penduduk terpadat dari desa lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Simalungun, jumlah penduduk desa pada tahun 2005 adalah 2.445 jiwa dengan jumlah rumah tangga adalah 462. Sedangkan jumlah penduduk laki–laki adalah 1.235 orang atau 50,51 dan perempuan adalah 1.210 orang atau 49,49 . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin No Kelompok Usia Laki – Laki Perempuan Jumlah Presentase 1 0 – 14 465 423 888 36.32 2 15 – 64 736 734 1470 60.12 3 64 + 34 53 87 3.56 Jumlah 1235 1210 2445 100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2005 Berdasarkan data komposisi penduduk diatas, maka kelompok usia yang paling banyak adalah kelompok usia 15-64 tahun 1.470 orang atau 60,12 . Jumlah penduduk usia tersebut merupakan kelompok yang produktif atau kelompok pekerja. Pekerjaan di bidang pertanian yang terbesar menyerap penduduk usia produktif ini. Tabel berikut memperlihatkan komposisi penduduk usia 15 tahun keatas beserta jenis pekerjaannya. Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Umur 15 Tahun Keatas dan Jenis Pekerjaan No Jenis Pekerjaan Jumlah Presentase 1 Sekolah 86 5,68 2 Pertanian 1285 84,88 3 Industri 4 Konstruksi 5 Perdagangan 2 0,13 6 Transportasi 7 Jasa Pemerintahan 9 0,59 8 Lainnya 132 8,72 Jumlah 1514 100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2005 Universitas Sumatera Utara Data diatas memperlihatkan bahwa secara umum masyarakat bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 1.285 orang atau 84.88 dari keseluruhan jumlah penduduk desa bekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian telah menjadi sektor perekonomian utama bagi masyarakat. Salah satu penyebab adalah tingkatan pendidikan masyarakat yang masih rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan No Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase 1 Tidak Belum Sekolah 492 20,7 2 Tidak Tamat SD 492 20,7 3 SD 601 25,28 4 SLTP 445 18,72 5 SLTA 324 13,63 6 Diploma I – IV 12 0,55 7 Diploma IV – S-1 11 0,42 Jumlah 2377 100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2003 Data pada tabel diatas menunjukan dimensi tingkat pendidikan yang bervariasi. Apabila dilihat lebih rinci, maka ditemukan tiga kelompok besar, yaitu: tidakbelum sekolah dan tidak tamat SD dengan jumlah yang sama yaitu sebesar 492 orang 20,7 sedangkan SD sebesar 601 orang 25,28 . Terbatasnya fasilitas atau sarana pendidikan seperti sekolah dan tenaga pengajar dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan Universitas Sumatera Utara masyarakat desa. Sarana formal pendidikan, seperti bangunan sekolah dan tenaga pengajar bagi masyarakat desa hanya ada satu sekolah dasar SD. Jika dilihat komposisi masyarakat desa berdasarkan pembagian sukuetnis, maka yang terbesar adalah masyarakat yang berasal dari sukuetnis Simalungun kemudian sukuetnis Karo dan Toba. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan SukuEtnis No Suku Etnis Jumlah Presentase 1 Simalungun 1760 72 2 Karo 318 13 3 Toba 196 8 4 Lainnya Jawa, Nias, Pakpak 171 7 Jumlah 2445 100 Sumber: Statistik Desa Rakut Besi Tahun 2004 Peranan dari masyarakat yang berasal dari sukuetnis Simalungun terhadap pembangunan desa begitu besar. Masyarakat juga lebih sering menggunakan bahasa Simalungun dibandingkan bahasa Indonesia. Bahasa Simalungun bahkan digunakan dalam instansi pemerintahan, pasar, bank dan gereja. Budaya Simalungun sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dari pengamatan di lapangan diketahui, apabila seorang pendatang tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Simalungun maka akan mengalami kesulitan melakukan interaksi bahkan akan teralenasi dari masyarakat. Adapun pembagian penduduk desa berdasarkan agama yang dianut adalah: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut No Agama Jumlah Presentase 1 Islam 25 1,05 2 Katholik 3 Protestan 2352 98,95 4 Hindu 5 Budha 6 Lainnya Jumlah 2377 100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2003 Sistem ekonomi penduduk desa yang didominasi oleh sektor pertanian terkonsentrasi pada penggunaan lahan kering ladang dibandingkan lahan basah sawah. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.6. Jenis Penggunaan Lahan No Jenis Penggunaan Jumlah ha Presentase 1 Lahan Basah 100 6,89 2 Lahan Kering 1290 88,96 3 Halamam Pekarangan 18 1,24 4 Lainnya 42 2,89 Jumlah 1450 100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2005 Dan jika dilihat dari jumlah rumah tangga penduduk desa ini yaitu 462 RT, maka 97,62 nya 451 RT adalah rumah tangga pertanian yang menggunakan lahannya di bidang pertanian. Persentase yang besar tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pembagian Rumah Tangga Pertanian No Rumah Tangga Pertanian Jumlah Persentase 1 Rumah Tangga Petani 451 97,62 2 Rumah Tangga Bukan Petani 11 2,38 3 Rumah tangga Buruh Tani Jumlah 451 100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2003

4.1.4. Kondisi Sosial Budaya

Di desa ini masih terdapat lembaga desa yang informal yaitu lembaga adat. Pada awal terbentuknya, lembaga adat memiliki peranan kuat dalam menjaga keharmonisan antar masyarakat bahkan lebih daripada lembaga formal pemerintah desa. Peraturan atau hukum adat dibuat oleh para ketua atau pemimipin adat dari masing-masing wilayah. Akan tetapi, lembaga adat mulai kehilangan peranannya oleh lembaga formal seperti pemerintahan desa. Walaupun demikian, nilai-nilai adat masih tetap dipegang oleh masyarakat desa ini. Hanya saja penerapannya bisa berbeda bergantung kepada anggota masyarakat sendiri. Salah satu contohnya adalah kebiasaan masyarakat yang berhenti bekerja pada hari Rabu atau pekan, namun bagi sebagian masyarakat, hal itu bukan suatu keharusan lagi. Contoh lainnya, dalam bertani ada masyarakat yang sudah mengunakan pupuk kimia, namun beberapa petani masih menggunakan pupuk non kimia. Universitas Sumatera Utara Salah satu penyebab terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya adalah masuknya informasi melalui media massa seperti: televisi, radio dan surat kabar. Melalui media massa seperti inilah nilai-nilai baru yang berasal dari luar daerah masuk dengan cepat. Budaya yang digunakan umumnya adalah budaya Simalungun. Dari beberapa nilai-nilai budaya Simalungun yang masih bertahan salah satunya ada dalam bentuk upacara-upacara keagamaan dan adat-istiadat seperti : ‘horja tahun’. ‘Horja Tahun’ adalah suatu bentuk acara adat yang dilakukan untuk merayakan keberhasilan bekerja dalam kurun waktu setahun ataupun setengah tahun. 4.2. Profil Informan dan Temuan Data 4.2.1. Petani Penyewa

a. Kasianus Sipayung

Informan ini adalah seorang suami yang berusia 53 tahun. Pendidikan informan hanya tamatan Sekolah Dasar. Informan ini mempunyai seorang istri dan tujuh orang anak. Ketujuh anak tersebut memiliki pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Dua orang tamatan Sekolah Menengah Atas dan lima orang tamatan Sekolah Menengah Pertama. Lima diantaranya sudah berkeluarga sedangkan dua orang lainnya belum berkeluarga. Mereka masih tinggal bersama dan membantu orangtua bekerja di ladang. Setelah beberapa anaknya berkeluarga, informan justru merasakan pekerjaan sebagai petani penyewa semakin berat. Informan berpendapat bahwa Universitas Sumatera Utara tenaga anak-anaknya sangat dibutuhkan terutama pada waktu tertentu, seperti menanam dan memanen. Namun, di sisi lain ia juga merasakan manfaat yang lebih besar dari anaknya yang sudah berkeluarga yaitu jumlah beban ekonomi keluarga menjadi berkurang. Saat ini, penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannnya sebagai petani menjadi cukup. Informan telah sepuluh tahun menjadi petani penyewa. Sebelumnya, ia mengelola tanahlahan secara gratis. Ia diberi kesempatan mengelola tanah oleh seorang warga, namun kemudian ditarik dengan alasan akan dipergunakan kembali oleh pemilik tanah. Menurutnya, tanah merupakan bagian yang penting bagi masyarakat desa sehingga setiap hal yang berhubungan dengan tanah dinilai secara ekonomis. Bahkan, pernah terjadi perselisihan yang menyangkut luas tanah yang disebakan oleh salah satu pemilik yang sudah lama tidak menggunakannya. Berdasarkan pengalaman informan, mencari tanah sewaan di desa ini sangat sulit. Pemilik tanah bersikap selektif terhadap petani yang akan menyewa tanahnya. Namun, karena dia tidak mempunyai keahlian lain diluar bertani maka dia terus mencoba. “Saya pernah memohon sama pemilik tanah supaya mau menyewakan tanahnya sama saya...kadang dikasi kadang tidak, ...kalo gak ada yang dikasi... saya tanya sama dia apa saya bisa bantu dia bekerja sebagai buruh tani” . Wawancara, April 2007 Pilihan menjadi seorang buruh tani bukan tanpa alasan. Petani melakukannya untuk mempertahankan hidupnya. Belum lagi semakin jarangnya pemilik tanah yang mau menyewakan tanahnya. Akan tetapi, jika harus memilih Universitas Sumatera Utara informan memilih tetap menjadi petani penyewa. Dia berpendapat bahwa menyewa tanah lebih mungkin berhasil dibandingkan dengan bekerja sama orang lain. Berikut petikan wawancara: “ ...menyewa ladang, hasilnya tidak sama terus. Bisa aja panennya melimpah Tp bisa juga rugi karena harganya rendah... kalau kitai sakit, tanaman itu masih bisa kita tunggui hasilnya, lain kalau jadi buruh tani”. Wawancara, April 2007 Dia berpendapat, tidak menjadi masalah harga sewalahan yang mahal karena tanahlahan itu memang berharga. Informan merasakan ketergantungannya pada tanahlahan pertanian. Berdasarkan pengalamannya, tidak jarang petani penyewa seperti dirinya dirugikan oleh pemilik tanah. Dia pernah beberapa kali dirugikan oleh pemilik tanah. Pemilik tanah melanggar kesepakatan awal mengenai harga sewa tanah. Pemilik menaikkan harga sewa tanah karena melihat panen saya berhasil. Namun, saya tidak bisa berbuat apa- apa, karena pemilik mengancam tidak akan menyewa tanah lagi kepada saya. “Saya tidak suka sama pemilik tanah yang melanggar perjanjian Seringnya, saya yang rugi Biasanya saya akan marah padanya... supaya kembali ke janji awal... kalau tidak bisa juga, saya akan cari orang pemilik tanah lain. Tapi kalau yang lain tidak ada... saya akan balik samanya minta tanahnya disewakan lagi sama saya”. Wawancara, April 2007 Selain membutuhkan tanah, informan juga membutuhkan alat–alat bertani dan modal uang. Alat-alat pertanian dibutuhkan untuk mempermudah pekerjaan sedangkan uang perlu untuk membeli pupuk, membayar tenaga kerja, dll. Dia selalu meminjam atau menyewa dari orang lain. Universitas Sumatera Utara “saya juga perlu alat dan uang... kaya traktor, itu penting kali. tenaga kerja juga... Biasanya saya sewa traktor sama orang lain. Kalo pinjam uang sama keluarga dulu, kalo gak ada sama pemilik tanah yang saya sewa... bayarnya bisa pake hasil panen. Kadang-kadang dia pemilik tanah minta saya bayar pakai tenaga menjadi pekerjaburuh tani diladang orang itu”. Wawancara, April 2007 Informan merasakan keadaan semakin sulit khususnya mendapat tanah sewaan yang sesuai. Ini dikarenakan banyaknya pemilik tanah yang mengolah tanahnya sendiri kalaupun disewakan harganya mahal. “dulu masih enak Masih bisa pake tanah gratis. Sekarang tergantung kita? Kalo mau bertahan... ya kaya gini terus. Saya aja udah 10 tahun nyewa tanah terus... gak pernah berkembang.... saya uda coba kerja lain, tapi masih lebih enak disini... memang uda nasib saya buktinya tetap menyewa bergantung sama mereka”. Wawancara, April 2007

b. R. Manihuruk

Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

8 122 118

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin, dan Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Puskesmas 24 Jam Di Kecamatan Pamatang Silimahuta Kabupaten Simalungun Tahun 2014”,

3 77 146

Dampak Pembangunan Irigasi Terhadap Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kabupaten Simalungun", studi kasus Desa Totap Majawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

3 61 116

Status Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu

3 69 140

Perkembangan Kota Perdagangan Di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun (1980-1999)

4 58 88

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

Pengaruh Kegiatan Optimasi Lahan Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Nagori/Desa Naga Saribu, Kecamatan Pamatang Silima Huta)

0 30 8

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Analisis Efisiensi Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus: Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun)

0 0 1