3.7. Keterbatasan Penelitian a. Teknis
Peneliti sangat merasakan adanya kendala teknis selama penelitian seperti informan kurang memahami pertanyaan dan takut dalam memberi jawaban. Akan
tetapi peneliti dapat mensiasatinya dengan pendekatan yang pribadi. Peneliti membuka diskusi seputar masalah-masalah pertanian secara umum sambil
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya dengan skripsi ini. Karena informan tidak nyaman pendapatnya ditulis maka peneliti menggunakan
alat bantu tape recorder tanpa sepengetahuan informan.
b. Waktu
Keterbatasan waktu dalam melakukan wawancara sering terjadi. Hal ini dikarenakan aktivitas petani yang terus bergerak. Informan tidak suka di
wawancara saat bekerja. Sedangkan ketika selesai bekerja, informan memberikan alasan ingin istirahat. Dalam kurun waktu seminggu informan memiliki waktu
istirahat dua hari yaitu Rabu dan Minggu. Pada waktu tersebut merupakan kesempatan yang baik bagi peneliti. Sedangkan hari lainnya peneliti melakukan
observasi. Walaupun demikian peneliti tetap berusaha sebaik mungkin melakukan
penelitian yang dapat dipertahankan dalam sidang akhir serta dipertanggungjawakan secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Desa
Pada tahun 2006 telah terjadi pemekaran wilayah di Kecamatan Silimakuta menjadi dua bagian yaitu Kecamatan Silimakuta yang lama dan Pematang Silima
Huta hasil pemekaran. Dan Desa Rakut Besi masuk ke dalam wilayah administrasi dari Kecamatan hasil pemekaran yaitu Kecamatan Pamatang Silima Huta. Jumlah
penduduk desa ini merupakan yang terbesar dibandingkan desa lain di kecamatan Pamatang Silima Huta.
Secara geografis, desa ini berada di dataran tinggi atau 1.400 meter diatas permukaan laut. Udara yang dingin dan bersih serta hawa sejuk pegunungan dapat
dirasakan di desa ini. Secara umum, rumah–rumah penduduk dikelilingi oleh kawasan hutan dan perladangan.
Luas wilayah desa ini yaitu 14.50 km², dimana luas wilayah tersebut 90 didominasi lahan kering untuk perladangan yang tersebar luas mengelilingi desa
sampai ke perbatasan desa sekitarnya. Sebagian besar penduduk desa hidup dan bekerja di bidang pertanian. Komoditas pertanian yang utama adalah sayur–mayur
dan buah–buahan. Adapun bidang pekerjaan lain di luar pertanian adalah bidang ekonomi seperti pedagang dan juga di bidang pemerintahan seperti pegawai negeri
sipil yang jumlahnya sedikit. Adapun letak geografis desa, yaitu: a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Saribujandi
Universitas Sumatera Utara
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mardinding
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Purbatua.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nagasaribu.
Dilihat dari tipologi wilayah, desa ini dapat digolongkan kedalam desa swasembada. Ini dicerminkan dari fasilitas dan sarana yang terdapat di desa ini yang
telah memenuhi syarat. Fasilitas dan sarana umum yang ada cukup memadai namun minimnya perawatan membuat kebanyakan fasilitas menjadi rusak.
Salah satunya adalah jalan. Jalan menjadi salah satu sarana yang penting untuk menggerakkan perekonomian masyarakat di bidang pertanian. Masyarakat desa
sadar dan tahu betapa pentingnya sarana jalan tetapi mereka tidak pernah termotivasi untuk sekedar merawat apalagi memperbaikinya. Perbaikan jalan sebagai sarana
penghubung kegiatan sehari-hari mereka dianggap bukan menjadi kewajiban mereka melainkan kewajiban pihak pemerintah. Dengan kondisi jalan yang rusak parah
tersebut dapat membuat kerugian baik waktu maupun materi dalam mendistribusikan hasil-hasil pertanian desa ini.
Kondisi jalan yang rusak dan berdebu serta sesekali berlumpur bahkan jika terjadi hujan menjadi semakin parah. Beberapa bulan ini, pemerintah kecamatan yang
baru hasil pemekaran mulai melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki jalan. Sedikit demi sedikit terealisasi dengan di aspalnya kembali jalan penghubung antar
desa ini. Namun perbaikan keseluruhan tidak bisa dilakukan pemerintah kecamatan yang baru karena keterbatasan dana.
Jalan penghubung Desa Rakut Besi ke kota Kecamatan Pematang Silima Huta Nagasaribu tidaklah terlalu jauh yaitu ± 6 kilometer. Namun tidak tersedia
Universitas Sumatera Utara
angkutan umum pedesaan menuju kota kecamatan yang baru. Hanya angkutan desa menuju ke PekanPasar serta kota kecamatan yang lama sebelum pemekaran
masyarakat dapat gunakan. Sarana transportasi lainnya adalah kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil yang tidak dimiliki semua penduduk. Pemekaran
kecamatan yang lama ke kecamatan yang baru membuat kota kecamatan juga ikut berpindah. Sehingga kantor kecamatan yang baru Nagasaribu lebih sering terkunci
dan belum banyak kegiatan apapun disana.
4.1.2 Sarana dan Prasarana Desa
Pembangunan yang dilakukan pemerintah cukup membantu desa ini keluar dari keterasingan dan ketertinggalannya dari desa lain. Pembangunan fasilitas umum
cukup terpenuhi walaupun masih terdapat beberapa kekurangan. Dari pengamatan, sarana dan prasarana desa, antara lain:
1. Jalan
Kondisi jalan-jalan di desa ini kurang baik. Jalan-jalan dipenuhi oleh bebatuan yang cukup besar dan sangat sulit dilewati oleh kenderaan. Kondisi
jalan yang baik hanya berjarak 1 kilometer. 2.
Listrik Fasilitas listrik sudah dapat digunakan masyarakat sejak tahun 2000.
Walaupun demikian, Perusahaan Listrik Negara PLN sebagai penyedia belum sepenuhnya dapat menyediakan sesuai kebutuhan masyarakat desa. Bahkan
beberapa warga secara sukarela membuat sendiri tiang-tiang listrik tambahan bagi warga lain yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Air Bersih
Sarana air bersih diperoleh dari sumber–sumber mata air yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat untuk kemudian disalurkan ke rumah–rumah
penduduk. Kualitas air dari sumber mata air tersebut cukup baik dan sehat. 4.
Transportasi Ketersediaan transportasi massal bagi masyarakat masih sangat minim.
Angkutan umum yang langsung menuju kota kecamatan desa ini belum tersedia. Satu-satunya angkutan umum yang ada hanya menuju kota kecamatan atau
pekanpasar lain. Jika ingin berpergian keluar atau ke ibukota kecamatan dengan menggunakan kenderaan umum, maka harus memutar dahulu dari desa lain.
5. Tempat Ibadah
Adapun tempat ibadah yang ada di desa ini hanya terdapat gereja. Gereja yang ada berjumlah tiga buah. Dua buah Gereja Kristen Protestan Simalungun
GKPS dan satu buah Gereja Pantekosta di Indonesia GPdI. Salah satu dari gereja GKPS tersebut masih dalam pembangunan.
6. Kesehatan
Untuk jumlah penduduk yang besar, fasilitas kesehatan yang ada masih sangat terbatas. Hanya ada satu balai kesehatan tempat praktek seorang bidan
desa. Fasilitas kesehatan lainnya, seperti: Puskesmas atau Posyandu belum tersedia di desa ini.
7. Aula
Aula digunakan masyarakat sebagai tempat pertemuan. Biasanya pertemuan diadakan untuk memperingati atau mengadakan acara–acara khusus,
Universitas Sumatera Utara
seperti: pesta tahunan, pesta pernikahan, dukacita, upacara adat, dsb. Aula desa berjumlah tiga buah. Satu diantaranya dibangun dan dikelola secara sukarela oleh
masyarakat. Sedangkan sisanya dimiliki secara pribadi dan disewakan bagi masyarakat. Karena kondisi aula bersama milik masayarakat yang kurang baik,
banyak warga lebih suka menggunakan aula sewaan. Semua bangunan aula tersebut didirikan secara permanen.
8. Sekolah
Fasilitas pendidikan seperti sekolah, sudah tersedia bagi masyarakat desa. Tetapi jumlahnya hanya satu yaitu Sekolah Dasar SD Negeri. Sekolah dasar
inilah yang diperuntukkan bagi seluruh penduduk desa. Pada awal berdirinya sekolah di desa ini ada dua, satu berstatus negeri dan satu lagi berstatus Inpres.
Tetapi pada tahun 2000, SD inpres tersebut digabungkan dengan SD Negeri.
4.1.3 Keadaan Penduduk
Setelah pemekaran kecamatan, desa ini menjadi desa yang memiliki jumlah penduduk terpadat dari desa lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS
Simalungun, jumlah penduduk desa pada tahun 2005 adalah 2.445 jiwa dengan jumlah rumah tangga adalah 462. Sedangkan jumlah penduduk laki–laki adalah 1.235
orang atau 50,51 dan perempuan adalah 1.210 orang atau 49,49 . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
No Kelompok Usia Laki – Laki
Perempuan Jumlah
Presentase 1
0 – 14 465
423 888
36.32 2
15 – 64 736
734 1470
60.12 3
64 + 34
53 87
3.56 Jumlah
1235 1210
2445 100
Sumber: BPS Simalungun Tahun 2005 Berdasarkan data komposisi penduduk diatas, maka kelompok usia yang
paling banyak adalah kelompok usia 15-64 tahun 1.470 orang atau 60,12 . Jumlah penduduk usia tersebut merupakan kelompok yang produktif atau kelompok pekerja.
Pekerjaan di bidang pertanian yang terbesar menyerap penduduk usia produktif ini. Tabel berikut memperlihatkan komposisi penduduk usia 15 tahun keatas
beserta jenis pekerjaannya. Tabel 4.2.
Komposisi Penduduk Umur 15 Tahun Keatas dan Jenis Pekerjaan No
Jenis Pekerjaan Jumlah
Presentase 1
Sekolah 86
5,68 2
Pertanian 1285
84,88 3
Industri 4
Konstruksi 5
Perdagangan 2
0,13 6
Transportasi 7
Jasa Pemerintahan 9
0,59 8
Lainnya 132
8,72 Jumlah
1514 100
Sumber: BPS Simalungun Tahun 2005
Universitas Sumatera Utara
Data diatas memperlihatkan bahwa secara umum masyarakat bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 1.285 orang atau 84.88 dari keseluruhan jumlah
penduduk desa bekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian telah menjadi sektor perekonomian utama bagi masyarakat. Salah satu penyebab adalah tingkatan
pendidikan masyarakat yang masih rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Presentase
1 Tidak Belum Sekolah
492 20,7
2 Tidak Tamat SD
492 20,7
3 SD
601 25,28
4 SLTP
445 18,72
5 SLTA
324 13,63
6 Diploma I – IV
12 0,55
7 Diploma IV – S-1
11 0,42
Jumlah 2377
100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2003
Data pada tabel diatas menunjukan dimensi tingkat pendidikan yang bervariasi. Apabila dilihat lebih rinci, maka ditemukan tiga kelompok besar, yaitu:
tidakbelum sekolah dan tidak tamat SD dengan jumlah yang sama yaitu sebesar 492 orang 20,7 sedangkan SD sebesar 601 orang 25,28 .
Terbatasnya fasilitas atau sarana pendidikan seperti sekolah dan tenaga pengajar dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat desa. Sarana formal pendidikan, seperti bangunan sekolah dan tenaga pengajar bagi masyarakat desa hanya ada satu sekolah dasar SD.
Jika dilihat komposisi masyarakat desa berdasarkan pembagian sukuetnis, maka yang terbesar adalah masyarakat yang berasal dari sukuetnis Simalungun
kemudian sukuetnis Karo dan Toba. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan SukuEtnis
No Suku Etnis
Jumlah Presentase
1 Simalungun
1760 72
2 Karo
318 13
3 Toba
196 8
4 Lainnya Jawa, Nias, Pakpak
171 7
Jumlah 2445
100 Sumber: Statistik Desa Rakut Besi Tahun 2004
Peranan dari masyarakat yang berasal dari sukuetnis Simalungun terhadap pembangunan desa begitu besar. Masyarakat juga lebih sering menggunakan bahasa
Simalungun dibandingkan bahasa Indonesia. Bahasa Simalungun bahkan digunakan dalam instansi pemerintahan, pasar, bank dan gereja. Budaya Simalungun sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dari pengamatan di lapangan diketahui, apabila seorang pendatang tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa
Simalungun maka akan mengalami kesulitan melakukan interaksi bahkan akan teralenasi dari masyarakat.
Adapun pembagian penduduk desa berdasarkan agama yang dianut adalah:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut
No Agama
Jumlah Presentase
1 Islam
25 1,05
2 Katholik
3 Protestan
2352 98,95
4 Hindu
5 Budha
6 Lainnya
Jumlah 2377
100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2003
Sistem ekonomi penduduk desa yang didominasi oleh sektor pertanian terkonsentrasi pada penggunaan lahan kering ladang dibandingkan lahan basah
sawah. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.6.
Jenis Penggunaan Lahan No
Jenis Penggunaan Jumlah ha
Presentase 1
Lahan Basah 100
6,89 2
Lahan Kering 1290
88,96 3
Halamam Pekarangan 18
1,24 4
Lainnya 42
2,89 Jumlah
1450 100
Sumber: BPS Simalungun Tahun 2005 Dan jika dilihat dari jumlah rumah tangga penduduk desa ini yaitu 462 RT,
maka 97,62 nya 451 RT adalah rumah tangga pertanian yang menggunakan lahannya di bidang pertanian. Persentase yang besar tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pembagian Rumah Tangga Pertanian
No Rumah Tangga Pertanian
Jumlah Persentase
1 Rumah Tangga Petani
451 97,62
2 Rumah Tangga Bukan Petani
11 2,38
3 Rumah tangga Buruh Tani
Jumlah 451
100 Sumber: BPS Simalungun Tahun 2003
4.1.4. Kondisi Sosial Budaya
Di desa ini masih terdapat lembaga desa yang informal yaitu lembaga adat. Pada awal terbentuknya, lembaga adat memiliki peranan kuat dalam
menjaga keharmonisan antar masyarakat bahkan lebih daripada lembaga formal pemerintah desa. Peraturan atau hukum adat dibuat oleh para ketua atau
pemimipin adat dari masing-masing wilayah. Akan tetapi, lembaga adat mulai kehilangan peranannya oleh lembaga formal seperti pemerintahan desa.
Walaupun demikian, nilai-nilai adat masih tetap dipegang oleh masyarakat desa ini. Hanya saja penerapannya bisa berbeda bergantung kepada
anggota masyarakat sendiri. Salah satu contohnya adalah kebiasaan masyarakat yang berhenti bekerja pada hari Rabu atau pekan, namun bagi sebagian
masyarakat, hal itu bukan suatu keharusan lagi. Contoh lainnya, dalam bertani ada masyarakat yang sudah mengunakan pupuk kimia, namun beberapa petani
masih menggunakan pupuk non kimia.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu penyebab terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya adalah masuknya informasi melalui media massa seperti: televisi, radio dan surat kabar.
Melalui media massa seperti inilah nilai-nilai baru yang berasal dari luar daerah masuk dengan cepat.
Budaya yang digunakan umumnya adalah budaya Simalungun. Dari beberapa nilai-nilai budaya Simalungun yang masih bertahan salah satunya ada
dalam bentuk upacara-upacara keagamaan dan adat-istiadat seperti : ‘horja tahun’. ‘Horja Tahun’ adalah suatu bentuk acara adat yang dilakukan untuk
merayakan keberhasilan bekerja dalam kurun waktu setahun ataupun setengah tahun.
4.2. Profil Informan dan Temuan Data 4.2.1. Petani Penyewa
a. Kasianus Sipayung
Informan ini adalah seorang suami yang berusia 53 tahun. Pendidikan informan hanya tamatan Sekolah Dasar. Informan ini mempunyai seorang istri
dan tujuh orang anak. Ketujuh anak tersebut memiliki pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Dua orang tamatan Sekolah Menengah Atas dan lima
orang tamatan Sekolah Menengah Pertama. Lima diantaranya sudah berkeluarga sedangkan dua orang lainnya belum berkeluarga. Mereka masih tinggal bersama
dan membantu orangtua bekerja di ladang. Setelah beberapa anaknya berkeluarga, informan justru merasakan
pekerjaan sebagai petani penyewa semakin berat. Informan berpendapat bahwa
Universitas Sumatera Utara
tenaga anak-anaknya sangat dibutuhkan terutama pada waktu tertentu, seperti menanam dan memanen.
Namun, di sisi lain ia juga merasakan manfaat yang lebih besar dari anaknya yang sudah berkeluarga yaitu jumlah beban ekonomi keluarga menjadi
berkurang. Saat ini, penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannnya sebagai petani menjadi cukup.
Informan telah sepuluh tahun menjadi petani penyewa. Sebelumnya, ia mengelola tanahlahan secara gratis. Ia diberi kesempatan mengelola tanah oleh
seorang warga, namun kemudian ditarik dengan alasan akan dipergunakan kembali oleh pemilik tanah. Menurutnya, tanah merupakan bagian yang penting
bagi masyarakat desa sehingga setiap hal yang berhubungan dengan tanah dinilai secara ekonomis. Bahkan, pernah terjadi perselisihan yang menyangkut luas
tanah yang disebakan oleh salah satu pemilik yang sudah lama tidak menggunakannya. Berdasarkan pengalaman informan, mencari tanah sewaan di
desa ini sangat sulit. Pemilik tanah bersikap selektif terhadap petani yang akan menyewa tanahnya. Namun, karena dia tidak mempunyai keahlian lain diluar
bertani maka dia terus mencoba. “Saya pernah memohon sama pemilik tanah supaya mau menyewakan
tanahnya sama saya...kadang dikasi kadang tidak, ...kalo gak ada yang dikasi... saya tanya sama dia apa saya bisa bantu dia bekerja sebagai
buruh tani” . Wawancara, April 2007
Pilihan menjadi seorang buruh tani bukan tanpa alasan. Petani melakukannya untuk mempertahankan hidupnya. Belum lagi semakin jarangnya
pemilik tanah yang mau menyewakan tanahnya. Akan tetapi, jika harus memilih
Universitas Sumatera Utara
informan memilih tetap menjadi petani penyewa. Dia berpendapat bahwa menyewa tanah lebih mungkin berhasil dibandingkan dengan bekerja sama
orang lain. Berikut petikan wawancara: “ ...menyewa ladang, hasilnya tidak sama terus. Bisa aja panennya
melimpah Tp bisa juga rugi karena harganya rendah... kalau kitai sakit, tanaman itu masih bisa kita tunggui hasilnya, lain kalau jadi buruh
tani”. Wawancara, April 2007
Dia berpendapat, tidak menjadi masalah harga sewalahan yang mahal karena tanahlahan itu memang berharga. Informan merasakan
ketergantungannya pada tanahlahan pertanian. Berdasarkan pengalamannya, tidak jarang petani penyewa seperti dirinya dirugikan oleh pemilik tanah. Dia
pernah beberapa kali dirugikan oleh pemilik tanah. Pemilik tanah melanggar kesepakatan awal mengenai harga sewa tanah. Pemilik menaikkan harga sewa
tanah karena melihat panen saya berhasil. Namun, saya tidak bisa berbuat apa- apa, karena pemilik mengancam tidak akan menyewa tanah lagi kepada saya.
“Saya tidak suka sama pemilik tanah yang melanggar perjanjian Seringnya, saya yang rugi Biasanya saya akan marah padanya...
supaya kembali ke janji awal... kalau tidak bisa juga, saya akan cari orang pemilik tanah lain. Tapi kalau yang lain tidak ada... saya akan
balik samanya minta tanahnya disewakan lagi sama saya”. Wawancara, April 2007
Selain membutuhkan tanah, informan juga membutuhkan alat–alat bertani dan modal uang. Alat-alat pertanian dibutuhkan untuk mempermudah
pekerjaan sedangkan uang perlu untuk membeli pupuk, membayar tenaga kerja, dll. Dia selalu meminjam atau menyewa dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
“saya juga perlu alat dan uang... kaya traktor, itu penting kali. tenaga kerja juga... Biasanya saya sewa traktor sama orang lain. Kalo pinjam
uang sama keluarga dulu, kalo gak ada sama pemilik tanah yang saya sewa... bayarnya bisa pake hasil panen. Kadang-kadang dia pemilik
tanah minta saya bayar pakai tenaga menjadi pekerjaburuh tani diladang orang itu”. Wawancara, April 2007
Informan merasakan keadaan semakin sulit khususnya mendapat tanah sewaan yang sesuai. Ini dikarenakan banyaknya pemilik tanah yang mengolah
tanahnya sendiri kalaupun disewakan harganya mahal. “dulu masih enak Masih bisa pake tanah gratis. Sekarang tergantung
kita? Kalo mau bertahan... ya kaya gini terus. Saya aja udah 10 tahun nyewa tanah terus... gak pernah berkembang.... saya uda coba kerja lain,
tapi masih lebih enak disini... memang uda nasib saya buktinya tetap menyewa bergantung sama mereka”. Wawancara, April 2007
b. R. Manihuruk