2. Perumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Manfaat Penelitian 5. Kerangka Teori 5. 1. Otonomi Daerah

I. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Adakah Pengaruh Pemekaran Kelurahan Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kota Tebing Tinggi? 2. Seberapa besar pengaruh pemekaran kelurahan terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Tebing Tinggi? 3. Bagaimana pengaruh pemekaran kelurahan terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Tebing Tinggi?

I. 3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui adakah pengaruh pemekaran kelurahan terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Tebing Tinggi. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemekaran kelurahan terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Tebing Tinggi. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemekaran kelurahan terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Tebing Tinggi.

I. 4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di Departemen Ilmu Universitas Sumatera Utara Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran kepada pemerintah kota Tebing Tinggi untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan publik. 3. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah. I. 5. Kerangka Teori I. 5. 1. Otonomi Daerah Bagaimanapun kecilnya suatu negara, negara tersebut akan membagi-bagi pemerintahannya menjadi sistem yang lebih kecil pemerintahan daerah untuk memudahkan pelimpahan tugas dan wewenang. Di Indonesia, kebijakan seperti ini dikenal dengan istilah desentralisasi. Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada daerah-daerah ini bertujuan untuk memungkinkan daerah-daerah tersebut meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian, daerah perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki Universitas Sumatera Utara pendapatan daerah seperti pajak dan retribusi daerah, dan lain-lain pemberian. 8 Salah satu unsur penting dalam gagasan desentralisasi adalah adanya keinginan yang sangat kuat agar proses pembangunan di masa depan benar-benar bertumpu pada kepentingan rakyat kebanyakan, terutama mereka yang ada di daerah-daerah. Keinginan yang sangat kuat ini didasarkan pada kenyataan di masa lalu yang lebih mengedepankan pandangan pusat, yang dianggap telah mencerminkan dan mewakili kepentingan rakyat daerah. Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi ini adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari pada kondisi tersebut. Pada saat yang sama, pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas daerah akan terpacu, sehingga kapabilitasnya dalam mengatas berbagai masalah domestik akan semain kuat. Desentralisasi merupakan simbol adanya trust kepercayaan dari pemerintah pusat kepada daerah. Hal ini akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Kalau dalam sistem yang 8 Inu Syafii Kencana, Sistem pemerintahan Indonesia, Jakarta:Rineka Cipta,1994, hal.79. Universitas Sumatera Utara sentralistik, pemerintah daerah tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi berbagai masalah, dalam sistem otonomi ini mereka ditantang untuk secara kreatif menemukan solusi-solusi dari berbagai masalah yang dihadapi. Di masa lalu, banyak masalah terjadi di daerah yang tidak tertangani secara baik karena keterbatasan wewenang pemerintah daerah di bidang itu; misalnya berkenaan dengan hal perizinan investasi, alokasi anggaran dari dana subsidi pemerintah pusat, penetapan prioritas pembangunan, penyusunan organisasi pemerintah yang sesuai kebutuhan daerah, pengangkatan dalam jabatan struktural, perubahan batas wilayah administrasi, pembentukan kecamatan, kelurahan dan desa, serta pemilihan kepala daerah. 9 Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang merupakan hasil revisi dari UU No. 22 tahun 1999 kewenangan-kewenangan tersebut didesentralisasikan ke daerah. Artinya pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat tidak lagi mempatron, apalagi mendominasi kepentingan di daerah. Hal ini dibuktikan dengan dilimpahkannya segala urusan kepada pemerintah daerah kecuali yang menyangkut hukum dan perundang-undangan, agama, pertahanan dan keamanan, kebijakan dan politik luar negeri, serta kebijakan fiskal. 9 Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatruan, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004, hal 172-173. Universitas Sumatera Utara Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 10 Konsep desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari perspektif organisasi dan manajemen lebih menekankan pada aspek efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas. Osborne dan Gaebler mengemukakan ada 4 keunggulan lembaga yang terdesentralisasi, yakni lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel dari pada yang tersentralisasi karena lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah; lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif dari pada tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif dari pada tersentralisasi; dan lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak, dan lebih besar produktivitas. 11 Mardiasmo mengedepankan adanya tiga misi utama, yang sekaligus bisa dipahami sebagai alasan penting yang dianutnya desentralisasi. Dikatakan bahwa tujuan penyelenggaraan otonomi suatu daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik public service dan memajukan perekonomian daerah. Misi tersebut yaitu pertama, meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat; Kedua, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; dan ketiga, memberdayakan dan 10 UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 11 Pendapat Osborne dan Gaebler yang dimuat dalam Hessel Nogi Tangkilisan, Penataan Birokrasi Publik Memasuki Era Millenium, Yogyakarta:YPAPI, 2004, hal. 11-12. Universitas Sumatera Utara menciptakan ruang bagi masyarakat publik untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. 12 Pada gilirannya, pemahaman terhadap berbagai bentuk tantangan desentralisasi akan menghadirkan kebutuhan pemerintah daerah untuk mampu mengelola setidak-tidaknya tiga hal, yakni kebijakan, sumber daya, dan program. Kemampuan dalam pengelolaan ini juga harus tetap dilandaskan pada semangat desentralisasi dalam bingkai kehidupan negara yang demokratis, masyarakat madani, dan good governance. Pendapat tersebut di atas memberikan aksentuasi, desentralisasi yang dianut dalam penyelenggaraan pemerintahan negara justru karena pertimbangan-pertimbangan sekaligus alasan-alasan yang bertalian dengan demokrasi, administrasi, kultural, dan kepentingan pembangunan ekonomi sebagai salah satu basis legitimasi terpenting bagi regim di rata-rata negara dunia ketiga. Dari butir alasan yang dikemukakan tersebut terlihat bahwa elemen teknis administratif seperti efisiensi dan efektivitas merupakan dasar pembenar bagi penerapan prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan kata lain, penganut prinsip pemencaran kekuasaaan yang dalam wujud yang nyata berupa penerapan prinsip desentralisasi yang melahirkan adanya daerah-daerah yang menggenggam otonomi didorong oleh berbagai macam asumsi dan argumentasi, baik yang bersifat politik ideologis, maupun yang bersifat teknis administratif. 13 12 Ibid.,hal.15-17. 13 Ibid.,hal.17. Universitas Sumatera Utara Perubahan sistem politik pemerintahan di Indonesia dari paradigma monolitik sentralistik ke paradigma demokrasi khususnya demokrasi lokal atau dari government yang menekankan pada otoritas ke governance yang bertumpu kepada interaksi dan kompatibilitas diantara komponen yang ada, menuntut adanya perubahan dalam kerangka berpikir kita, tidak saja di dalam formulasi kebijakan tetapi juga implementasinya. Sebagai mesin atau alat pemerintahan, maka birokrasi mengikuti atau dipengaruhi sistem politik atau pemerintahan yang berlaku. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan untuk mendorong perubahan birokrasi di Indonesia dengan asumsi dasar untuk pemulihan fungsi birokrasi sebagai lembaga negara pelayan publik yang transparan, akuntabel, responsif, dan bersih dari segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan adalah 14 1. Pemerintah pusat seharusnya merupakan sumber perubahan dan penggerak usaha perubahan. Tetapi dalam kenyataannya, pemerinah pusat tersebut merupakan komponen yang harus diubah terlebih dahulu. : 2. Selama ini reformasi birokrasi hanyalah dalam kadar retorik yang banyak diucapkan oleh pemerintah atasan. 3. Tidak saja reformasi birokrasi harus kontinyu dan terprogram serta jelas jangka waktunya, tetapi juga harus terprogram dan terencana di dalam penganggaran. 14 Diungkapkan oleh Poernomo dalam Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten, Mewujudkan Kabupaten Partisipatif, Yogyakarta:Pustaka Jogja Mandiri, 2004, hal.75. Universitas Sumatera Utara 4. Meskipun proses, prosedur, dan isi merupakan hal yang pokok dalam mereformasi birokrasi, tetapi yang harus memperoleh perhatian yang paling utama untuk mendorong perubahan birokrasi di Indonesia adalah reformasi perilaku birokrat. Rumusan otonomi pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan daerah memberikan kewenangan yang luas dan juga sesungguhnya sumber pendapatan yang potensial kepada daerah-daerah. Meskipun di dalam kerangka otonomi daerah memiliki kewenangan yang luas dan utuh tetapi perlu adanya kesadaran dan semangat berotonomi di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, diperlukan negosiasi baik diantara pusat dengan daerah-daerah, maupun daerah propinsi dengan kabupaten dan kota, tetapi juga antar propinsi maupun antar kabupatenkota. Negosiasi ini diperlukan untuk menentukan sampai seberapa jauh besarnya kewenangan yang dimiliki daerah-daerah. Sehingga, sesuai dengan keberadaan daerah, maka kewenangan penyelenggaraan urusan-urusan menyesuaikan dengan kekuatan keberadaan tersebut. Dengan demikian otonomi atau penyelenggaraan urusan yang luas atau terbatas dapat terletak di propinsi, kabupaten, maupun kota. Penyelenggaraan kewenangan atau otonomi ini terfokus kepada tujuan utamanya, yaitu tercapainya atau terealisasinya kemandirian daerah, terutama kemandirian masyarakat. 15 15 Warsito Utomo, Administrasi Publik Baru Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006, hal.83. Universitas Sumatera Utara

I. 5. 2. Konsep Pemekaran