4. Analisis analysis Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis synthesis Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau dengan kriteria yang telah ada.
2. Sikap attitude
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tersebut tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek. a. Komponen Pokok Sikap
Allport 1954 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1. kepercayaan keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek; 2.
kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; 3. kecenderungan untuk bertindak tend to behave. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh total attitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
b. Berbagai Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
menerima receiving, merespon responding, menghargai valuing, bertanggung jawab responsible
3. Praktik atau tindakan practice
Suatu sikap yang belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behaviour. Untuk mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan
support dari pihak lain, misalnya dari orang terdekat. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:
Universitas Sumatera Utara
1. Persepsi perseption, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respons terpimpin guided response, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme mecanisme, melakukan sesuatu secara benar dan otomatis sehingga menjadi suatu kebiasaan.
4. Adopsi adoption, yaitu suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
2.3. Keluarga Batak Toba
2.3.1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan primer bagi hampir setiap individu, sejak dilahirkan sampai datang masanya meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga
sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seseorang mengenal lingkungan yang
lebih luas, terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia
menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya Sarwono, 2004.
Besar keluarga dapat menjadi tolok ukur keharmonisan dalam membina interaksi sesama anggota keluarga. Menurut Gunarsa dan Gunarsa 2000, besar
keluarga dapat pula mengganggu pola serta corak hubungan antar anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini mengakibatkan munculnya berbagai reaksi seperti otoriter, acuh tak acuh, sikap bersaing dan tersisih. Kondisi tersebut tentu dapat menimbulkan ketegangan
yang dapat berakibat lebih buruk pada perilaku antar anggota keluarga itu sendiri. Dalam hal ini, Asrori dan Ali 2004 menekankan pentingnya pola interaksi di
dalam keluarga. Interaksi yang terjadi antar individu dalam lingkungan keluarga akan tampil dalam kualitas yang berbeda-beda. Kualitas mengacu kepada derajat relatif
kebaikan atau keunggulan interaksi antar individu. Suatu interaksi dikatakan berkualitas jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk
mengembangkan diri dengan segala kemungkinan yang dimilikinya. Tingkat pendidikan orang tua juga sangat menentukan keberhasilan pembentukan
kepribadian dan perilaku remaja. Menurut Pulungan 1993 dalam Cahyaningsih 1999, orang tua yang
berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya, serta lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan informasi dan masyarakat
dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Hal inilah yang mempengaruhi perlakuan mereka terhadap anak dalam keluarga. Dalam keluarga,
orang tua bertanggung jawab memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dengan pendidikan yang baik berdasarkan nilai-nilai akhlak dan spiritual yang luhur. Namun,
sayangnya tidak semua orang tua dapat melakukannya. Buktinya dalam kehidupan di masyarakat masih sering ditemukan anak-anak nakal dengan sikap dan perilaku yang
tidak hanya terlibat dalam perkelahian, tetapi juga terlibat dalam pergaulan bebas, perjudian, pencurian, narkoba, dan sebagainya Djamarah, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Maksud bentukan keluarga dalam hal ini adalah kata-kata apakah yang sering dikatakan oleh orang tuanya. Pujian apa yang sering didengar, hukuman apa yang
sering dialami berkaitan dengan satu perilaku di rumah. Motivasi apa serta contoh apa yang diperlihatkan keluarganya. Semua itu akan membentuk perilaku seseorang.
Semua stimulus diperoleh sejak lahir baik dari kakak, ayah, ibu, teman, televisi dan sebagainya. Semua akan mempengaruhi cara kita bersikap terhadap sesuatu, pada
saat itulah kepribadian terbentuk.
2.3.2. Kebiasaan Batak Toba
Suku Batak Toba meletakkan pendidikan dan kesehatan sebagai hal utama dalam kehidupan mereka dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang Batak Toba,
hagabeon ’anak’, hamoraon ’kekayaan’, dan hasangapon ’kehormatan’ Panjaitan 1977. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesehatan anak-anak suatu keluarga,
semakin terhormat atau sangap keluarga itu dalam masyarakatnya. Mayoritas penduduk di daerah Batak Toba hanya bermata pencaharian sebagai
petani dengan kehidupan yang sederhana, namun orang tua menunjukkan aspirasi yang tinggi terhadap pendidikan dan kesehatan anak. Bagi orang Batak Toba,
rangkaian tiga kata hagabeaon, hamoraon, hasangapon secara eksistensial saling mendukung, yaitu nilai budaya yang menjadi tujuan dan pedoman hidup ideal orang
Batak Toba Harahap Siahaan, 1987. Faktor-faktor lain yang berperan dalam keberhasilan suku Batak Toba adalah
ajaran agama, kondisi alam yang tandus, kondisi lingkungan sosial, peran orang tua,
Universitas Sumatera Utara
khususnya peran ”ibu” yang bersedia berkorban demi keberhasilan anak-anaknya, serta perasaan hosom dendam, teal sombong, elat dengki dan late iri yang
membuat orang Batak Toba ”tidak mau kalah”. Masyarakat Batak Toba pada umumnya memandang tugas utama seorang
wanita adalah mengurus rumah tangga dan mengurus anak. Seandainya seorang wanita melakukan pekerjaan di luar tugas rumah tangga, maka selalu diharapkan
oleh masyarakat Batak Toba, bahwa pekerjaan tersebut tidak menghambat tugas rumah tangga.
Sebaliknya inang-inang, yang terdiri dari pedagang-pedagang wanita Batak Toba, sebagian besar waktunya sehari-hari dipergunakan untuk berdagang.
Bagaimana mereka dapat menjalankan peranan sebagai ibu, sebagai isteri, sebagai tenaga pendidik anak, sebagai anggota keluarga luas sebagai anggota masyarakat
Batak Toba, dan bagaimana pandangan warga masyarakat Batak Toba itu sendiri terhadap inang-inang dan kegiatan dagangnya.
Meskipun inang-inang jarang berada di rumah, dan sebagian besar waktunya dipergunakan untuk mencari nafkahnya, hal ini tidak berarti bahwa anak-anak tidak
merasa dekat dengan ibunya. Penelitian Panjaitan 1977 menunjukkan adanya gejala hubungan yang lebih dekat di antara ibu dan anak, dibandingkan dengan hubungan di
antara ayah dan anak. Bagi inang-inang yang memiliki waktu di rumah, tersedia waktu lebih banyak untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak. Sedangkan
seorang inang-inang menceritakan bagaimana ia mengatur waktu antara urusan dagang dan urusan menyangkut kepentingan rumah tangga. Hal ini dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa anak-anak yang melihat perjuangan hidup ibunya akan menjadi pelajaran bagi anak-anaknya untuk masa depannya.
Panjaitan 1977 mengatakan pola makan orang Batak Toba tetap mempertahankan makanan seperti ikan asin, ikan Teri, sayur Singkong, ikan Mas,
daging Babi, sebagian dari menu sehari-hari. Tempe dan tahu hanya sekali-sekali dihidangkan sehari-hari. Terutama oleh kaum tua Batak Toba di Jakarta sebagian
besar menganggap Tempe dan Tahu sebagai makanan ”murahan”, dan tidak pantas dihidangkan dalam pesta-pesta adat Batak Toba.
Orang Batak Toba itu sebenarnya tidak miskin, tetapi kurang mampu mengolah ekonomi dan kebutuhan keluarga, kalau sudah ada uang sudah cukup, tanpa
memperhatikan keadaan kesehatan keluarga, sedangkan apabila orang Batak Toba sakit mereka enggan mengakuinya dan tidak mau berobat. Seperti dikemukakan
Togar Nainggolan seorang Antopolog, bahwa kemiskinan orang Batak Toba itu terjadi karena pengaruh mental masyarakat. Dalam pengamatannya, dia melihat
bahwa orang Batak Toba yang disebut miskin jauh lebih komsumtif dan boros dalam hal pemakaian waktu duduk sambil bernyayi larut malam. Dia menunjukkan indikasi
misalnya berapa banyak uang harus beli rokok dan minuman tuak Situmorang, 2008. Secara tidak sadar Orang Batak Toba sudah menanamkan sikap tersebut
kepada anak-anaknya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Nilai-Nilai Utama Budaya Batak Toba
Suku Batak Toba dalam menjalani hidupnya berpedoman pada sejumlah nilai- nilai utama yang menjadi keyakinan, penghormatan, cita-cita hidupnya. Menurut
Harahap dan Siahaan 1987 ada sembilan nilai-nilai utama yaitu:
1. Sistem kekerabatan dalihan na tolu