Sebutan kehormatan dan gelar kehormatan dengan tingkat kesantunan tergolong mulia dan sangat hormat tidak lazim digunakan oleh kaka yang
kedudukannya dalam adat sebagai sinina yang lebih tua terhadap anggi yang kedudukannya sebagai sinina yang lebih muda.
4.2.2 Perbedaan Ragam BP yang Digunakan Pihak Kula-kula, Berru dan
Sinina 4.2.2.1 Peran dalam Upacara Adat Perkawinan MP
a. Peran Berru kepada Kula-kula
Dalam sistem perkawinan masyarakat Pakpak, berru atau pihak yang menerima calon isteri mengacu pada falsafah budaya sebagai orang yang
membantu dalam tenaga pengalengen gegoh. Makna budaya yang tersirat dalam memperoleh tenaga bisa diartikan secara fisik dan material. Secara
fisik bermakna bahwa berru harus siap bekerja mensukseskan kerja adat, dan secara material berarti berru bersedia berkorban dalam memberi mas
kawin dalam pelaksanaan pesta.
b. Peran Kula-kula kepada Berru
Di samping menerima dari berru, kula-kula juga memiliki kewajiban kepada berru. Pada saat menerima mas kawin dari berru, kula-kula
menyerahkan ayam, beras, tikar, dan sumpit ditambah makanan-makanan ringan berupa emping beras pinahpah, kue dari tepung beras nditak,
pisang, dan tebu. 75
Universitas Sumatera Utara
Kula-kula diyakini sebagai pemberi berkah dan harus dihormati. Oleh karena itu sebutan adat untuk kula-kula adalah pengalengen peddah ’tempat
meminta berkah atau tuntunan hidup’.
c. Peran Sinina
Sebutan adat untuk sinina adalah dengan merarih ’ teman untuk berdiskusi dan berembuk untuk menyelesaikan masalah ’.
Sudah merupakan kewajiban adat yang turun temurun bahwa sinina merupakan pendamping kesukuten ’ keluarga inti ’ yang mempunyai pesta.
Hal ini bisa berterima karena sinina dengan sendirinya juga berperan sebagai berru dengan pihak keluarga laki-laki dan sinina sebagai barisan
kula-kula dari pihak kula-kula. Dengan singkat dapat disimpulkan bahwa kehadiran sinina adalah
pendukung utama dalam menyukseskan jalannya pelaksanaan pesta adat.
4.2.2.2 Hubungan Peran Penutur dan Ragam Bahasa a. Ragam Penggunaan Kata
Penggunaan kata pada upacara adat perkawinan MP sangat berkaitan dengan status kedudukan adat penutur. Bagaimana kula-kula dalam memilih
kata yang digunakannya kepada berru demikian pula sebaliknya berru kepada kula-kula tentu tidak selalu sama. Perbedaan ini terjadi karena
perbedaan peran status dalam kegiatan adat tersebut. Perbedaan di mana kula-kula sebagai orang yang selalu memberikan
saran dan berkat saling mengisi dalam menyampaikan gagasan dengan berru. Berru sebagai pengalengen gegoh orang yang membantu dalam
76
Universitas Sumatera Utara
tenaga dan materi juga memilih penggunaan kata yang menempatkan posisinya sebagai berru. Perbedaan tersebut bukan diskriminatif atau
penempatan kedudukan lebih tinggi atau lebih rendah. Penggunaan kata yang berbeda hanya sebatas menunjukkan kedudukan adatnya.
Sebagai contoh di bawah ini : Penggunaan kata mende ’baik’ lebih digunakan kula-kula dan jawaban
yang diberikan oleh berru adalah sentabi ’maaf’ 35.
Mende mo i, mula bagi kukusoi kami mo kene si roh ’Baiklah, kalau begitu kami ingin menanyakan kedatangan kalian’.
36. Sentabi kula-kula nami, simenuruh kami roh mi bages en imo berru
sinaing purmen nami ’Maaf kula-kula kami, yang menyuruh kami datang ke rumah ini adalah puteri yang akan menjadi menantu kami’.
Pihak kula-kula tidak pernah menggunakan kata sentabi kepada berru dan kata mende yang bermakna kepastian secara tersirat untuk sesuatu yang baik
mutlak miliknya kula-kula. Kata pesoh ’berikan’ mutlak digunakan berru kepada kula-kula.
Sementara kula-kula bisa menggunakan kata berre ’berikan’ kepada berru meskipun ada kemungkinan untuk menggunakan kata pesoh. Dengan kata
lain kula-kula memiliki pilihan untuk menggunakan kata tersebut, sementara berru tidak pernah menggunakan kata berre kepada kula-kula.
Contoh untuk kedua kata ini adalah : 37.
Pesoh ke mo pangan mi kula-kulanta ’berikanlah makanan kepada kula-kula kita’.
77
Universitas Sumatera Utara
38. Berre ke lebbe nditak mi berrunta ’berikan kue kepada berru kita’.
Untuk contoh berikutnya adalah kata peddahi ’memberi nasihat’ merupakan milik berru dan akan dijawab dengan kata memasu-masu
oleh pihak kula-kula. 39.
Baing ke mo peddah kula-kula nami asa dapeten pasu-pasu kami ’Berilah kami nasihat kula-kula, sehingga kami dapat berkat’
40. Mende mo i, dak ipasu-pasu Tuhan mo kene, iberre gegoh ’Baiklah,
semoga Tuhan memberkati kalian dan sehat selalu’. Dari tuturan di atas dapat disederhanakan bahwa ada kata netral dalam
arti dapat digunakan baik oleh kula-kula maupun berru. Di samping hal penggunaan kata netral ada pula kata yang menjadi kemutlakan yang
digunakan kula-kula maupun berru. Sinina yang perannya sebagai pendamping keluarga inti atau teman
berdiskusi untuk menyelesaikan masalah sehingga dalam diksi penggunaan kata, frasa, dan pantun senantiasa sama dengan pihak berru maupun pihak
kula-kula. Untuk jelasnya tabel di bawah ini akan menghadirkan pilihan kata
tersebut : 78
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Kata yang Digunakan Kula-kula dan Berru
Peran Netral
Peran
Pihak Kula-kula Mersodip ’berdoa’
Kene ’kalian’ Supan-supan ’teman’
Bages ’rumah’ Ipepada ’disediakan’
Pihak Berru
Tabel 4.8 Kata yang Digunakan Pihak Kula-kula
Peran Kata
Kula-kula Memasu-masu ’memberkati’
Berre ’beri’
Tabel 4.9 Kata yang Digunakan Pihak Berru
Peran Kata
Berru Pesoh ’beri’
Peddah ’nasihat’ Sentabi ’maaf’
b. Ragam Penggunaan Frasa