Menumpak Tuhan Debata ’Tuhan Yang Maha Esa memberkati’ Njuah-juah mo kita karina ’Sehat walafiat kita semua’
artinya : Kiranya Tuhan yang Maha Esa memberkati, kita semua dalam keadaan sehat walafiat.
Setelah mereka tinggal beberapa hari di rumah orang tua perempuan kemudian mereka pulang. Pada saat mereka berangkat biasanya pengantin
menyalami semua kerabatnya sambil menangis.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Ragam BP yang Digunakan dalam Upacara Adat Perkawinan MP
Ragam BP yang digunakan dalam upacara adat perkawinan MP mencakup:
1.Ragam penggunaan kata 2.Ragam penggunaan frasa
3.Ragam penggunaan ungkapan 4.Ragam pantun
5.Ragam sapaan. Adanya perbedaan kedudukan peran adat untuk masing-masing peran
tentu memberi pengaruh dalam hal pilihan kata atau diksi. Kula-kula akan menempatkan dirinya sebagai pihak yang lebih tinggi dan dihormati tentu
akan tercermin dalam penggunaan kata yang diucapkannya. Demikian pula berru maupun sinina yang tentunya memungkinkan untuk menghasilkan
adanya ragam atau variasi dalam pemilihan kata. 59
Universitas Sumatera Utara
Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk
menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan.
Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk
ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi Keraf,
1981: 22. Dalam upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak pilihan kata untuk
kata, ungkapan dan gaya bahasa sangat dominan. Masing-masing status menunjukkan pilihan kata yang berbeda sesuai dengan kedudukan adatnya.
Oleh karena itu diksi sangat menentukan dalam penentuan peran status adat apakah sebagai kula-kula, berru ataupun sinina.
Pada masyarakat Pakpak tidak berbeda dengan masyarakat Batak lainnya tetapi mengacu pada konteks adat memberi dan menerima. Kula-kula
adalah kelompok yang memberi berru adalah dan kelompok yang menerima. Untuk alasan itu pilihan kata juga merupakan implementasi identitas sosial
penutur dalam situasi adat. Begitu pentingnya pilihan kata atau diksi dalam penyampaian gagasan sehingga Keraf 1981 : 24 mengatakan bahwa :
”Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan
60
Universitas Sumatera Utara
kata yang tepat atau menggunakan ungkapan yang tepat dan gaya bahasa mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak baik ketika mengkata utang menentukan mas kawin, merbayo pesta peresmian
yang merupakan puncak acara adat perkawinan Pakpak pilihan kata, frasa, ungkapan, pantun begitu dominan.
4.2.1.1 Ragam Penggunaan Kata
Definisi yang memuaskan untuk pengertian tentang kata tidak ada, tetapi ada beberapa batasan pengertian kata bentuk secara fonologis maupun
morfologis. Singkatnya, kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas positional, yang berarti memiliki
komposisi tertentu, baik fonologis maupun morfologis dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas. Distribusi yang bebas dapat dilihat dalam
kalimat : Saya mencintai dia, dia kucintai, kucintai dia Keraf, 1981: 21. Upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak selalu didasari
musyawarah dari ketiga unsur yaitu kula-kula, berru dan sinina. Musyawarah yang dimaksud adalah komunikasi adat dalam situasi
pelaksanaan adat dengan medium bahasa Pakpak. Dalam kegiatan komunikasi tentunya rangkaian kata-kata memiliki makna atau gagasan.
Pemahaman tentang arti kata sangat penting demi berhasilnya tujuan komunikasi.
61
Universitas Sumatera Utara
Keraf 1981 : 21 menambahkan bahwa pengertian yang terkandung dalam sebuah kata adalah makna yang mengungkapkan sebuah gagasan atau
ide. Atau dengan kata lain, kata-kata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Pemahaman akan makna kata itu
sangat penting agar tujuan komunikasi dapat berjalan dengan baik. Ragam penggunaan kata yang ditemukan penulis dari dialog
percakapan PP Pihak Perempuan atau Pihak Kula-kula dengan PL Pihak Laki-laki atau Pihak Berru ketika mengkata utang, merbayo, dan balik
ulbas adalah sebagai berikut: PP: 1. Mendahi kene kade-kade nami. ‘Kepada kalian famili kami’
2. Bagen mo kessa boi terpetupa kami. ‘Demikianlah yang bisa kami berikan’
3. Enggo kujalo riar tokor berru nami. ‘Sudah saya terima uang mahar putri kami’
4. Masuk mo kene mi bages. ‘Masuklah ke rumah’ 5. Beras deket riar ibagasen pinggan. ‘Beras dengan uang di dalam
piring’ 6.
Siberre mo manuk, kembal, deket peramaken mi berrunta. ‘Mari kita berikan ayam, sumpit, dan tikar kepada berru kita’
PL: 7. Bagen mo kessa terpetupa kami. ‘Demikianlah yang bisa kami berikan’
8. Roh kami menukutken, kinincor nami.’Kami datang menceritakan
kemiskinan kami’ 62
Universitas Sumatera Utara
9. Enggo merpadan anak nami dekket berru ndene.
‘Anak kami dan putri kalian sudah berjanji’ 10.
Kula-kula nami mo maingken sodip.’Kula-kula kamilah yang buat doa’
11. Ndaoh ngo ukum lebbuh nami. ‘Kampung kami jauh’ 12. Sipesoh mo oles dekket riar mi kula-kulanta.
‘Kita berikanlah kain dan uang kepada kula-kula kita’ Dari kalimat-kalimat di atas, ragam penggunaan kata dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 4.1 Ragam Penggunaan Kata Situasi Tutur
Medium Konteks Adat
Bahasa Sehari-hari Makna
Bahasa Pakpak kade-kade
pamili saudara
lebuh kuta
kampung padan
janji janji
riar kepeng
uang bages
sapo rumah
terpetupa terbaing
kemampuan ipepada
ipetupa disediakan
mersodip mertangiang
berdoa pinggan
piring Piring
kinincor kinipogos
kemiskinan menukutken
memagahken memberitahukan
oles mandar
kain sarung kembal
baka sumpit
peramaken belagen
tikar pesoh
berre memberi
63
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.2 Ragam Penggunaan Frasa
Frasa atau kelompok kata merupakan satu ciri yang memiliki makna emosional dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak.
Frasa menjadi suatu kekuatan yang mengandung nilai budaya dalam menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi. Pemilihan kata tentang frasa
ini juga dapat ditelusuri dalam pelaksanaan upacara adat masyarakat Pakpak.
Kridalaksana 1993 : 59 mengungkapkan bahwa frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu
tidak rapat, dapat renggang, misalnya rumput hijau adalah frasa karena merupakan konstruksi non predikatif, konstruksi ini berbeda dengan rumput
itu hijau yang bukan frasa karena bersifat predikatif. Penggunaan kelompok kata atau frasa dalam situasi tutur ada merujuk
pada penggunaan ungkapan bahasa yang dipakai oleh kelompok atau orang tertentu. Orang tertentu atau atau kelompok yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah etnik Pakpak. Cara-cara penggunaan seperti ini dikenal dengan Fraseologi Kridalaksana, 1993 : 60.
Dalam upacara perkawinan adat Pakpak, ragam diksi penggunaan frasa yang ditemukan penulis dari dialogpercakapan PP Pihak Perempuan
dengan PL Pihak Laki-laki ketika mengkata utang, merbayo, dan balik ulbas adalah sebagai berikut:
PP : 13. Imo tuhu, oda ma mobah roji? ’Demikianlah apakah tidak ada perubahan kesepakatan?’
64
Universitas Sumatera Utara
14. Lambang dukut, mberras page. ‘Sedikit rumput, banyaklah padi’ PL : 15. Lias ate mo dahke. ‘Terima kasihlah’
16. Kene kade-kade nami. ‘Kalian famili kami’ 17. Enggo nina sada arih anak nami dekket berru ndene.
‘Katanya anak kami dan putri kalian sudah sepakat’ 18. Eta ke mo asa sipesoh pangan mi kula-kulanta.
‘Mari kita berikan makanan kepada kula-kula kita’ Dari kalimat-kalimat di atas, ragam penggunaan frasa dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Ragam Penggunaan Frasa Situasi Tutur
Medium Konteks Adat
Bahasa Sehari- hari
Makna
Bahasa Pakpak imo tuhu
ue Setuju
lias ate bujur
terima kasih kade-kade nami
pamili Saudara
sada arih saroka
satu kata pesoh pangan
merre pangan Memberi
makan mberas page
mbue page banyak padi
65
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.3 Ragam Penggunaan Ungkapan
Ungkapan atau idiom merupakan konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya
karena bersama yang lain. Dengan kata lain idiom atau ungkapan merupakan konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna
anggota-anggotanya Kridalaksana, 1993 : 80. Dari penjelasan di atas dapat disarikan bahwa pengertian idiom
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipilah-pilah untuk memperoleh maknanya. Penggabungan kata dalam arti idiom berdiri sendiri di mana
makna kata yang terdahulu tidak sama dengan makna yang berikutnya. Oleh karena itu idiom berimplikasi bahwa idiom atau ungkapan adalah
keseluruhan gabungan kata-kata ungkapan itu secara tersendiri. Dalam upacara perkawinan adat Pakpak, kehadiran idiom merupakan
ciri ungkapan bahasa tersendiri. Ungkapan tersebut berkaitan erat dengan nilai budaya yang terkandung dalam etnik Pakpak itu sendiri. Singkatnya,
nilai atau makna universal tidak akan ditemukan kecuali hanya terbatas pada paham nilai adat yang ada dalam aktivitas adat etnis Pakpak.
Adapun bentuk ungkapan yang ditemukan berdasarkan dialog percakapan PP Pihak Perempuan dengan PL Pihak Laki-laki ketika
mengkata utang, merbayo, dan balik ulbas adalah sebagai berikut: PP : 19. Mangan mo kita merorohkan pedasna.
‘Mari kita makan alakadarnya’ PL : 20. Lias ate mo tuhu taba kita sitampak pulung isen.
66
Universitas Sumatera Utara
‘Terima kasih kepada semua hadirin’ 21. Berita njuah-njuah, beak gabe ncayur tua.
‘Kabar baik, panjang umur’ 22. Merembah nakan luah mi kula-kulanta.
‘Membawa oleh-oleh kepada kula-kula kita’ 23. Mengkata utang mo kita aremben.
‘Besok kita membicarakan mas kawin’ 24. Asa malum mo karina similas simengentek.
‘Agar sembuhlah semua penyakit’ Dari kalimat-kalimat di atas, ragam penggunaan ungkapan dapat dilihat
dalam tabel berikut: 67
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Ragam Penggunaan Ungkapan Situasi Tutur
Medium Konteks Adat
Bahasa Sehari- hari
Makna
Bahasa Pakpak
Mengkata utang -
menentukan mas kawin
nakan luah Luah
oleh-oleh Merorohken pedasna
mangan silotna makan ala
kadarnya ncayur tua
geddang umur panjang umur
sitampak pulung karina siroh
Hadirin beak gabe
Meranak merberru
punya anak laki-laki dan
perempuan similas simengentek
karina sakit segala penyakit
menjalo tokor -
Menerima mahar
4.2.1.4 Ragam Penggunaan Pantun Umpama
Penggunaan pantun umpama merupakan warisan budaya bagi masyarakat Batak umumnya dan masyarakat Pakpak khususnya. Umpama
atau pantun memuat memuat pesan tidak hanya mengenai arti kehidupan tetapi juga pesan moral dalam menjalani kehidupan. Umpama atau pantun
68
Universitas Sumatera Utara
merupakan berirama yang menjadi ciri khusus di mana dapat terdiri dari dua atau empat baris.
Umpama atau bahasa berpantun yang terdiri dari dua baris menempatkan baris pertama berupa sampiran dan yang kedua berupa isi.
Sedangkan umpama yang terdiri dari empat baris adalah dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir berupa isi.
Kehadiran umpama pada pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak yang menggunakan bahasa Pakpak sudah merupakan
kewajiban pembicaraan adat. Tanpa penggunaan umpama pelaksanaan adat akan terasa hambar dalam arti kurang bermakna adat. Adat masyarakat
Pakpak selalu diawali dengan umpama dan diakhiri juga dengan umpama. Sudah merupakan tradisi turun-temurun bagi masyarakat Pakpak
bahwa pada setiap upacara kegiatan adat dimulai dengan acara makan. Berkaitan dengan ini pihak keluarga pengantin laki-laki ’kesukuten peranak
berru’ membawa makanan yang diserahkan kepada pihak keluarga pengantin perempuan ’kesukuten perberru kula-kula’. Untuk memulai
percakapan adat sebelum makan pihak peranak yang diwakili berru yaitu keluarga saudari perempuan dari pihak orang tua laki-laki calon pengantin
pria memulai dengan umpama : 1. Mahan kue kerupuk ’Membuat kue kerupuk’
Roh baka bekkasna ’Datang sumpit tempatnya’ Nakan cituk ’Nasi sedikit’
Merorohken pedasna ’Dengan lauk alakadarnya’ 69
Universitas Sumatera Utara
artinya : makanan sedikit dengan lauk ala kadarnya, kiranya berkatnya banyak
2. Ketak-ketik gedang palu-paluna ’Ketak-ketik panjang palu-palunya’
Sipanganen cituk sai gedang mo pinasuna ’Makanan sedikit banyaklah berkatnya’
artinya : walaupun sedikit oleh-oleh yang kami bawa tetapi banyaklah berkatnya.
Umpama di atas menyiratkan kerendahan hati dari pihak peranak berru.
Pihak perberru yakni kula-kula menjawab dengan pantun sebagai berikut :
3. Mabang mo nina renggisa ’Terbanglah renggisa’ Segep mo i kayu mberade ’Hinggap di kayu mberade’
Kipangan ngo kami mbisa ’Kami hanya bisa makan saja’ Ukum pemales nami oda lot kade ’Balasan dari kami tidak ada’
artinya : kami hanya bisa makan saja, tetapi kami tidak dapat membalasnya. Kiranya kalian menerima balas yang melimpah ruah dari
Tuhan yang Maha Esa. Umpama dari kula-kula menyiratkan doa agar berru senantiasa
diberkati Tuhan. 70
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.5 Ragam Penggunaan Sapaan
Pada pelaksanaan upacara adat dalam perkawinan MP, kata sapaan memegang peranan penting karena menunjukkan identitas adat. Identitas
adat yang dimaksud adalah kedudukannya sebagai kula-kula, sinina, dan berru. Kata sapaan ini memiliki bentuk yang beragam yang pada intinya
bermakna kekerabatan dengan rasa hormat. Bentuk kata sapaan yang ditemukan penulis pada saat upacara adat
berlangsung, baik itu pada acara mengkata utang, merbayo, dan balik ulbas adalah sebagai berikut :
1. Dari kata pembuka persinabul pihak perempuan kula-kula dan
persinabul pihak laki-laki berru kata sapaan yang muncul adalah kita kita pronomina pertama jamak, kene kalian sebagai pronomina kedua
jamak, dan kami kami sebagai pronomina persona jamak. 2.
Pada saat dialog berlangsung antara persinabul pihak perempuan kula- kula dan persinabul pihak laki-laki berru, kata sapaan yang muncul
adalah kade-kade nami saudara kami, silih nami ipar kami, anak nami anak kami, bayo nami besan kami, namberru bibi, kula-kula
nami, berru nami, sinina, kaka, anggi, puhun, kita, kene, kami. Penggunaan kata sapaan tidak semata-mata panggilan tapi sekaligus
menunjukkan tingkat kesopanan dan rasa hormat. Dengan kata lain kata sapaan merupakan wujud implementasi ketatakramaan yang ada pada etnis
Pakpak. 71
Universitas Sumatera Utara
Adapun ragam sapaan yang ditemukan berdasarkan dialog percakapan PP Pihak Perempuan dengan PL Pihak Laki-laki ketika
mengkata utang, merbayo, dan balik ulbas adalah sebagai berikut: PP: 25. Mendahi kene kade- kade nami. ’Kepada kalian famili kami’
26. Enggo kita sidung mangan. ’Kitra sudah selesai makan’ 27. Kuidah kami pekiroh ndene. ’Kami melihat kedatangan kalian’
28. Kene silih nami. ’Kalian ipar kami’ 29. Kene karina bayo nami. ’Kalian semua besan kami’
30. Kusoi kene mo namberruna. ’Tanya kalianlah bibinya’ 31. Sikupersangapi kami kula-kula nami. ’Yang kami hormati kula-kula
kami’ 32. Kene sinina nami kaka, anggi. ’Kalian sinina kami abang, adik’
33. Mendahi kene berru nami. ’Kepada kalian berru kami’ 34. Mendahi kene puhun nami. ’Kepada kalian paman kami’
Untuk lebih jelasnya tabel di bawah ini akan merangkum kata sapaan yang digunakan dan tingkat kesantunannya dalam upacara adat perkawinan
masyarakat Pakpak. 72
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Tingkat Tatakrama Kata Sapaan Tingkat Tatakrama
Kata Sapaan
Sebutan kehormatan Kula-kula nami ‘kula-kula kami’, berru nami
‘berru kami’, sinina nami ‘sinina kami’ Gelar kehormatan
Kula-kula ni kula-kula nami ’kula-kula dari kula- kula kami, kesukuten ’tuan rumah’,
raja nami ’raja kami’, raja ni berru nami ’raja dari berru kami, raja
dengan tubuh ’ raja semarga’ Kekerabatan
Kaka’abang’, puhun ’paman’, silih ’ipar’, bayo ’besan’, namberru ’bibi’, kaka ’abang’, anggi
’adik’ Pronomina persona
Kita ’kita’ , kene ’kalian’ , kami ’kami’ 73
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Kata Sapaan dan Tingkat Kesantunan Kata
Sapaan Kula-
kula ke Berru
Berru Ke
Kula- kula
Kaka Ke
Anggi Anggi
ke Kaka
Tingkat Kesantunan
Sebutan kehormatan
- kula-kula
nami -
kaka nami Mulia
Gelar kehormatan
raja ni berru
nami raja nami
- raja ni
dengan tubuh nami
Sangat hormat
Istilah kekerabatan
silih puhun
anggi kaka
Hormat Pronomina
persona kami
kene kami
kene Cukup hormat
Tabel 4.6 Penggunaan Kata Sapaan dan Tingkat Kesantunan Kata
Sapaan Kula-
kula ke Berru
Berru Ke
Kula-kula Kaka
ke Anggi
Anggi ke
Kaka Tingkat
Kesantunan
Sebutan kehormatan
- +
- +
Mulia Gelar
kehormatan +
+ -
+ Sangat
hormat Istilah
kekerabatan +
+ +
+ Hormat
Pronomina persona
+ +
+ +
Cukup hormat
Keterangan : + = mengucapkan
- = tidak mengucapkan 74
Universitas Sumatera Utara
Sebutan kehormatan dan gelar kehormatan dengan tingkat kesantunan tergolong mulia dan sangat hormat tidak lazim digunakan oleh kaka yang
kedudukannya dalam adat sebagai sinina yang lebih tua terhadap anggi yang kedudukannya sebagai sinina yang lebih muda.
4.2.2 Perbedaan Ragam BP yang Digunakan Pihak Kula-kula, Berru dan
Sinina 4.2.2.1 Peran dalam Upacara Adat Perkawinan MP
a. Peran Berru kepada Kula-kula