lain yang dikawini atau mengawini. Dengan sendirinya bahasa Pakpak praktis tidak digunakan dalam upacara adat tersebut.
Pentingnya fungsi bahasa daerah maka perlu dilakukan penelitian yang mendasar secara sungguh-sungguh terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia.
Bahasa Pakpak adalah salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang masih hidup yang digunakan masyarakat etnis Pakpak yang berdomisili di Kabupaten
Pakpak Bharat. Dengan demikian, bahasa yang diteliti dalam tesis ini adalah bahasa Pakpak yang berkaitan dengan variasi bahasa yaitu ragam bahasa yang
digunakan dalam konteks upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak . Sehubungan dengan uraian di atas peneliti sebagai penutur asli bahasa
Pakpak ingin “menguak” sebagian kecil dari fenomena yang terdapat dalam bahasa Pakpak, yaitu Ragam Bahasa Dalam Upacara Adat Perkawinan
Masyarakat Pakpak.
1.2 Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Bharat
Dalam rangka mengejar ketertinggalannya dengan penduduk lain di sekitarnya, yang didasari timbulnya aspirasi, keinginan dan tekad bulat dari
masyarakat Pakpak Bharat untuk meningkatkan status daerahnya menjadi suatu kabupaten dalam kerangka NKRI, dengan tujuan agar masyarakat Papak Bharat
dapat memperjuangkan dan mengatur pembangunan masyarakat dan daerah, sesuai dengan aspirasinya untuk meningkatkan taraf hidup menuju masyarakat
yang adil, makmur dan sejahtera merupakan dasar dari usul dibentuknya Kabupaten Pakpak Bharat.
8
Universitas Sumatera Utara
Pakpak Bharat sebenarnya bukan wilayah baru. Kabupaten yang mengambil tiga kecamatan dari Dairi ini mengambil nama sub-wilayah suku
Pakpak. Sebelum Belanda masuk ke Pakpak Dairi, suku yang penduduknya tersebar di Kabupaten Pakpak Bharat, Aceh Selatan, dan Pakpak Bharat ini
sudah mempunyai struktur pemerintahan sendiri. Raja Ekuten atau Takal Aur bertindak sebagai pemimpin satu suak. Suku
Pakpak terdiri atas lima suak, yaitu Suak Simsim, Keppas, Pegagan, Boang, dan Kelasen. Di bawah suak terdapat kuta kampung yang dipimpin oleh pertaki.
Pada umumnya pertaki juga merupakan raja adat sekaligus sebagai panutan di kampungnya. Di setiap kuta ada Sulang Silima, sebagai pembantu pertaki yang
terdiri dari perisang-isang, perekur-ekur, pertulan tengah, perpunca ndiadep, dan perbetekken. Meski struktur pemerintahan ini sudah tidak dipakai tetap
dipertahankan sebagai hukum adat budaya Pakpak. Hampir 90 persen penduduk di Pakpak Bharat beretnis Pakpak. Berbeda
dengan kabupaten induknya dihuni bermacam-macam suku, suku Pakpak, Batak Toba, Mandailing, Nias, Karo, Melayu, Angkola, dan Simalungun serta
suku lainnya. Agaknya, hal inilah yang menjadi pendorong wilayah Pakpak untuk memekarkan diri. Selain alasan pentingnya adalah untuk
mengoptimalkan penggarapan potensi, percepatan pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama pembangunan sumber daya manusia.
Aspirasi masyarakat Pakpak Bharat disampaikan secara resmi melalui Komite Pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat yang diketahui oleh St. Dj. Field
dengan sekretaris umum Ir. Ampun Solin. Pada tanggal 1 Juni 2001 9
Universitas Sumatera Utara
menyampaikan usul pemekaran Kabupaten Pakpak Bharat ke DPRD Kabupaten Dairi.
Selanjutnya pada Tahun 2007, kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat berkembang sehingga menjadi 8 yakni ; Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe,
Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, Kecamatan Pagindar, Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, Kecamatan Salak, Kecamatan Siempat Rube, dan
Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu.
1.3 Masalah