sangat penting. Dikatakan penting sebab dari beberapa jenis lingkaran hidup yang terdapat dalam suku Pakpak, perkawinan ini mempunyai tempat
tersendiri baik dari segi dana dan waktu harus benar-benar dipersiapkan. Selain itu perkawinan itu sendiri mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam
masyarakat Pakpak. Selain itu dalam pelaksanaannya melibatkan bukan saja antara
sipemuda dan sipemudi sebagai calon pengantin namun juga melibatkan anggota kerabat ke dua belah pihak. Semua orang tua mempunyai harapan
agar anaknya setelah besar cepat-cepat menikah untuk dapat meneruskan generasi. Ini dapat diketahui dari falsafah Pakpak: ” Mbelgah anak
iperunjukken mbelgah berru ipejaheken ”. jika anak sudah besar seharusnya dikawinkan.
2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai variasi bahasa sudah pernah dilakukan. Clifford 1976 : 168 dalam hasil penelitian membagi dua bagian pokok, krama dan
ngoko. Pada tingkatan variasi ini tampak adanya perbedaan kedudukan sosial yang dicontohkan dalam bentuk pertanyaan. Kalau si penanya mempunyai
status sosial yang lebih rendah dari si penjawab, biasanya digunakan krama, sedangkan si penjawab menggunakan bentuk ngoko. Kalau si penanya
mempunyai status lebih tinggi dari si penjawab, dia menggunakan bentuk ngoko, sedangkan si penjawab menggunakan bentuk krama; kalau status sosial
27
Universitas Sumatera Utara
penanya dan penjawab sederajat dan kalau sipenanya menggunakan bentuk krama, si penjawab juga menggunakan bentuk krama; dan kalau digunakan
bentuk ngoko, jawabannya juga bentuk ngoko. Misalnya:
Krama : Sampeyan ajeng teng pundi ? ‘Anda mau kemana’ Status sosial lebih rendah dari si penjawab
Ngoko : Arep mulih ‘Mau pulang’ Status sosial lebih tinggi dari si penanya
Ngoko : Kowe arep menyang endi ? Status sosial lebih tinggi dari si penjawab
Krama : Ajeng wangsul ‘Mau pulang’ Status sosial lebih rendah dari si penanya
Krama : Sampean ajeng teng pundi ? Status sosial lebih tinggi dari si penjawab
Dalam MP menggunakan BP juga ditemukan variasi penggunaan bahasa atau ragam, tetapi tidak merujuk pada status sosial yang lebih rendah atau lebih
tinggi, variasi atau ragam bahasa itu hanya sebatas penggunaan sopan tidaknya atau layak tidaknya ragam itu digunakan.
Contohnya dalam bentuk kalimat di bawah ini: Sinina dengan sinina : I sen mo ko kundul. ‘Di sinilah kamu duduk.’
Berru terhadap kula-kula : I sen mo ke kundul. ‘Di sinilah kamu duduk.’ Kata ganti orang ke 2 tunggal ‘ko’ lebih sopan dan berterima bila yang
mempersilakan dan yang dipersilakan memiliki status dalam adat sama. 28
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk ‘ke’ bila yang dipersilakan memiliki status dalam adat lebih dihormati dibanding orang yang mempersilakan.
Meliala 2002, meneliti kata sapaan dalam bahasa Karo yang mendeskripsikan kata sapaan dan penggunaan kata sapaan dalam bahasa Karo.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemakaian kata sapaan tersebut disesuaikan dengan parameter, yaitu: umur, status sosial, status urutan
kelahiran, status dalam adat, dikenal atau tidak, jenis kelamin, situasi, dan keakraban.
Girsang 2005, meneliti ragam bahasa dalam adat perkawinan Simalungun. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemunculan ragam bahasa
pada upacara adat perkawinan masyarakat Simalungun MS memiliki hubungan yang sangat erat dengan status peran adat yang ada pada masing-
masing kelompok. Pemunculan ragam bahasa berkait dengan peran yang dilakukan oleh tondong, boru, dan sanina.
Ginting 2010, meneliti sistem dan struktur percakapan dalam bahasa Karo. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa dalam konteks situasi
perkawinan,pihak pengantin laki-laki dan pihak pengantin perempuan tidak dapat berbicara langsung, percakapan dilakukan dengan mediator, anak berru
dari kedua belah pihak yang mengakibatkan terbentuknya struktur yang kompleks dan tidak lazim.
Temuan penelitian terdahulu itu sangat relevan dengan penelitian ini dalam hal perbandingan bagi peneliti karena ragam bahasa dalam upacara adat
perkawinan masyarakat Pakpak tidak terlepas dari peran masing–masing 29
Universitas Sumatera Utara
kedudukan status adat. Dalam melakukan dialog antara pihak kula-kula dan berru tidak dapat berbicara langsung, dialog dilakukan dengan mediator yang
disebut persinabul dan juga dalam penggunaan kata sapaan disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan status dalam adat.
Penelitian mengenai variasi bahasa baik dari sudut penutur maupun penggunaannya sudah banyak dilakukan meskipun tidak dijabarkan satu persatu
dalam tulisan ini. Berdasarkan survei pustaka, penelitian ragam bahasa mengenai perkawinan adat masyarakat Pakpak yang menggunakan bahasa
Pakpak belum pernah dilakukan. Hasil penelitian ini mendeskripsikan tentang ciri, perbedaan, dan makna ragam bahasa Pakpak sehingga diharapkan dapat
menjadi sarana pengenalan bahasa Pakpak kepada pembacanya, sekaligus juga mempunyai dampak penting bagi penutur asli bahasa Pakpak agar mau
memakai bahasa dan budaya sendiri serta melestarikannya. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Ragam Bahasa Dalam Upacara Adat Perkawinan
Masyarakat Pakpak”. 30
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN