Hasil Belajar Afektif Pembahasan

mengajar dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi. Penelitian Yulianingsih Hadisaputro 2013 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan student centered learning dengan inkuiri terbimbing efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Bilgin 2009 menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki pemahaman konsep asam basa dan sikap positif lebih baik terhadap instruksi inkuiri. Begitu pula penelitian Abdi 2014 menunjukkkan bahwa siswa yang menerapkan pembelajaran inkuiri mencapai nilai lebih tinggi daripada yang menerapkan pembelajaran tradisional.

4.2.3. Hasil Belajar Afektif

Hasil belajar afektif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan sikap siswa selama pembelajaran. Aspek yang dinilai adalah kehadiran, penyampaian pendapat, disiplin, sopan santun, tanggung jawab, jujur, percaya diri. Penilaian aspek afektif dilakukan dengan melakukan pengamatan selama pembelajaran di kelas. Pengamat dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, hal ini bertujuan untuk memperkecil kesalahan pengamat dan nilai yang dihasilkan benar- benar dapat dipertanggungjawabkan. Penilaian menggunakan lembar pengamatan yang di dalamnya terangkum aspek afektif yang dinilai beserta rubliknya. Kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata sebesar 81,81 dengan predikat yang diperoleh berdasarkan kriteria adalah baik. Kelas kontrol hanya memperoleh nilai rata-rata 76,29 dengan predikat baik. Hasil ini diperoleh dari rata-rata nilai tiap aspek dari ketiga pengamat. Kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapat kategori sangat tinggi untuk aspek kehadiran dalam mengikuti pelajaran. Hal ini berarti bahwa kehadiran siswa selama penelitian berlangsung tidak ada yang absen. Fakta ini menunjukkan bahwa keantusiasan siswa tinggi untuk mengikuti pelajaran kimia. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa kelas eksperimen sangat antusias yang dibuktikan dengan peroleh kriteria tinggi untuk semua aspek yang dinilai. Sedangkan kelas kontrol kurang antusias dibuktikan dengan ada dua aspek yang mendapat kriteria cukup. Aspek yang kedua yaitu menyampaikan pendapat, antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan. Kelas eksperimen mendapat kriteria tinggi sedangkan kelas kontrol mendapat kriteria cukup. Hal tersebut disebabkan karena pada kelas eksperimen yang pembelajarannnya menggunakan model inquiry sedangkan kelas kontrol menggunakan metode ceramah. Kegiatan pembelajaran kelas kontrol berpusat pada guru sehingga siswa kebanyakan hanya mendengar dan pasif. Sedangkan kelas eksperimen dengan bantuan media playing card, siswa aktif untuk bertanya, menyampaikan pendapat. Aspek yang ketiga dan keempat yaitu disiplin dan sopan santun, antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama masuk kriteria tinggi. Namun, kedisiplinan kelas kontrol kurang karena dalam mengikuti pembelajaran masih ada beberapa siswa yang telat masuk. Hal tersebut dikarenakan jam pelajaran kimia setelah istirahat. Sedangkan untuk aspek sopan dan santun antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh berbeda. Aturan sekolah yang mengharuskan siswanya berperilaku sopan dan santun. Apabila ada siswa yang melanggarnya maka akan mendapat teguran dari pihak sekolah. Tanggungjawab yang merupakan aspek kelima yang dinilai. Pada aspek ini terdapat perbedaan, kelas eksperimen masuk kriteria tinggi sedangkan kelas kontrol masuk kriteria cukup. Kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran inquiry, siswa menjadi lebih bertanggungjawab karena siswa mencari sendiri materi yang akan dipelajari, merumuskan masalah menyusun hipotesis sampai membuat kesimpulan. Guru di kelas eksperimen hanya sebagai fasilitator. Aspek yang keenam adalah jujur. Pada penilaian tidak terdapat perbedaan yang cukup besar anatar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa sikap jujur sangat ditekankan pada peserta didik di SMA Negeri 2 Batang. Akan tetapi untuk aspek yang ketujuh, terlihat bahwa skor rata-rata kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen, yaitu 3,26 3,14. Hal tersebut disebabkan karena kelas kontrol lebih percaya diri dibandingkan dengan kelas eksperimen. Kelas eksperimen cenderung lebih pendiam, mereka kurang percaya pada diri mereka sendiri bahwa sebenarnya mereka bisa tetapi mereka masih malu dan kurang percaya diri. Hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal ini berarti bahwa pembelajaran inquiry memberikan pengaruh yang baik pada sikap siswa selama proses pembelajaran. Menurut Wena 2008, untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan memperhatikan dalam pelajaran, dapat dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu adalah dengan pemakaian media playing card. Inilah yang menjadi dasar pemikiran mengapa kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol karena kelas eksperiman mengunakan media playing card yang merupakan hal baru dan dapat membantu siswa ketika pembelajaran berlangsung. Hal ini sejalan dengan penelitian Camenzuly Buhagian 2014 yang menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri memberikan keuntungan kepada siswa karna dapat meningkatkan motivasi dan antusiasme dalam belajar. Penelitian Aulia 2014 media pembelajaran interaktif berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4.2.4 Hasil Belajar Psikomotorik