1
I. PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi perikanan yang yang cukup besar. Budidaya ikan air tawar, terutama ikan patin termasuk salah satu
diantara sekian banyak potensi perikanan di Indonesia yang menyumbang produksi ikan yang cukup besar. Produksi total perikanan budidaya secara
nasional pada 2004 mencapai 1.48 juta ton, di mana produksi ikan patin di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 24000 ton dari total produksi perikanan
budidaya air tawar yang mencapai 488000 ton Anonim, 2006 c. Ikan patin merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan
sepanjang aliran sungai, danau dan perairan umum lainnya di Indonesia dan banyak di jumpai di daerah Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Dari hasil
evaluasi di lapangan menunjukan bahwa ikan ini mempunyai karakter yang menguntungkan untuk budidaya dan bisa mencapai ukuran yang lebih besar
dari 20 kg bobot badan. Oleh karenanya ikan patin mulai diproduksi massal sejak tahun 2002 sehingga budidaya patin jambal dapat dijadikan alternatif
komoditi air tawar untuk di masa mendatang. Secara teknis pemeliharaan ikan ini tidak sulit, sehingga dapat dibudidayakan semua orang Anonim,
2006 b. Namun, produk yang melimpah ternyata belum dikelola dengan baik.
Justru kecendrungan persaingannya makin ketat yang juga makin tak sehat karena segmen pasar ikan segar amat terbatas. Padahal, potensi perikanan
budidaya maupun perikanan tangkap di Riau hingga saat ini baru dimanfaatkan sekitar 20 persen. Selama ini hasil budidaya ikan patin hanya
dipasarkan di kota-kota di Riau dan terjauh hanya sampai Provinsi Jambi. Ikan patin dipasarkan berupa ikan segar sehingga daya tahan fisiknya amat
terbatas Anonim, 2006 b. Pemilihan pengolahan ikan patin menjadi produk sosis karena sosis
merupakan salah satu produk olahan daging yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling
atau dihaluskan kemudian dibungkus dengan casing Pearson dan Tauber,
2 1984. Sosis yang digemari oleh masyarakat Indonesia adalah sosis segar
yang dimasak digoreng dan disajikan panas sebelum dikonsumsi. Sayangnya karakteristik daging ikan berbeda dengan daging sapi
maupun daging ayam. Daging ikan memiliki tekstur yang lebih lembut sehingga sosis yang dihasilkan pun berbeda daripada sosis yang dikenal
masyarakat. Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sosis yang baik. Sosis umumnya memiliki memiliki tekstur kenyal,
cooking lost rendah, WHC yang tinggi sehingga memiliki juiceness yang
baik, daya irisnya baik, dan memiliki rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan paling penting bagi
konsumen dan dicari walaupun mengorbankan cita rasa, flavor, atau warna Lawrie, 1961.
Karagenan merupakan salah satu potensi alternatif bahan pengisi sekaligus pembentuk tekstur pada sosis yang belum termanfaatkan.
Karagenan adalah polisakarida berantai lurus yang diekstrak dari berbagai rumput laut merah Rhodophycae. Jenis Rhodophycae yang umum
digunakan dalam produksi komersial karagenan adalah Eucheuma sp. termasuk Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum Imeson, 2000.
Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas dengan potensi pertumbuhan rumput laut yang cukup besar. Daerah-daerah yang berpotensi menghasilkan
rumput laut adalah Kepulauan Seribu, perairan pantai di Kepulauan Riau, Bengkulu, Bangka, Sumatera Barat, Kepulauan Sulawesi tenggara, Bali
Selatan dan Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Maluku, Lombok dan Irian Darmajana et al., 2007. Produksi rumput laut di Indonesia pada
tahun 2006 mencapai 1.07 juta ton Anonim, 2007 c. Rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucheuma cottoni yang
merupakan penghasil karagenan Atmadja, 1988 yang dikutip Herminiati et al.
2007. Oleh karena itu, karagenan dapat diperoleh dalam jumlah melimpah dengan harga murah.
Karagenan banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil, dan kosmetik Herminiati et al.,
2007. Selain karena harganya yang murah, hanya dibutuhkan penambahan
3 yang sedikit untuk memperoleh efek yang besar sebagai bahan pengental
maupun pembentuk gel Nussinovitch, 1997. Karagenan memiliki sifat yang unik, yaitu dapat membentuk gel yang
baik bila berinteraksi dengan ion K
+
dan Ca
2+
sehingga banyak digunakan sebagai pengental, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi dan penstabil pada
berbagai makanan dan minuman, termasuk produk olahan daging Imeson, 2000.
Pemilihan karagenan sebagai bahan pengisi sosis ikan patin dirasa tepat karena secara alami, ikan patin tersebut memiliki kandungan K
+
dan Ca
2+
yang cukup bagi karagenan untuk membentuk gel Depkes RI, 2001. Penambahan susu skim dapat lebih memperkuat pembentukan gel
sekaligus dapat meningkatkan nilai gizi, kehalusan, dan flavor dari sosis karena
kandungan laktosa dalam susu bubuk skim dapat memperbaiki dan melengkapi aroma dari sosis sedangkan protein kasein dan albumin dari susu
bubuk skim dapat meningkatkan nilai gizi dan aroma sosis Karmas, 1976. Jenis karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah dari golongan
Eucheuma sp. yaitu kappa-karagenan dan iota-karagenan. Iota-karagenan
bereaksi secara kuat dengan adanya kation kalsium membentuk gel elastis yang lunak dan tidak mengalami sineresis sedangkan kappa-karagenan dapat
mengembang bila bereaksi dengan ion Ca
2+
dan K
+
Fardiaz, 1989. Pemanfaatan sifat pengembangan ini dapat mengefisienkan penggunaan
bahan baku ikan sehingga dapat mengurangi cost industri sekaligus meningkatkan mutu fisik dan mutu organoleptiknya.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengoptimasi penggunaan surimi, air, karagenan, dan susu skim dalam pembuatan sosis ikan patin sehingga
diperoleh respon biaya RM cost, respon subyektif tekstur dan rasa, respon obyektif air bebas yang dikeluarkan, cooking loss, daya iris, dan kekenyalan
yang optimal, serta mengetahui posisi produk formula optimum jika dibandingkan produk sosis ikan komersil.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA