28
2. Susu Skim pada Pembuatan Sosis
Susu skim dapat digunakan sebagai campuran pada pembuatan sosis karena bersifat adesif dan menambah nilai gizi Wilson, 1960.
Penambahan susu skim pada pembuatan sosis juga dapat memacu pembentukan gel dari karagenan karena susu skim menyumbang ion Ca
2+
yang dibutuhkan karagenan untuk pembentukan gel. Penggunaan susu bubuk skim pada sosis dapat menghambat
pengumpulan lemak pada ruang antara selongsong dan daging sosis. Kemampuan susu bubuk skim dalam mencegah pemisahan lemak
tergantung pada beberapa faktor, yaitu formulasi sosis, kelarutan relatif susu bubuk skim, pengolahan sosis, dan teknik pemasakan yang digunakan
dalam pembuatan sosis Karmas, 1976. Selama ini, bahan pengikat yang umum digunakan pada pembuatan
sosis adalah isolat protein. Isolat protein ini sudah banyak digunakan dalam industri daging karena kemampuannya dalam mengikat air dan
lemak dan kemampuannya membentuk gel selama pemanasan. Penambahan dalam jumlah besar dapat menyebabkan warna produk
menjadi coklat dan memberikan bau dan cita rasa langu sehingga menurunkan mutu sensori warna dan rasa produk akhir. Oleh karenanya
susu skim diharapkan dapat memperbaiki mutu sensori sosis karena menurut Karmas 1976, kandungan laktosa dalam susu bubuk skim akan
memperbaiki dan melengkapi aroma dari sosis. Protein kasein dan albumin dari susu bubuk skim meningkatkan nilai gizi dan aroma sosis. Sosis yang
menggunakan susu bubuk skim mempunyai tekstur dan kehalusan penampakan yang lebih baik dibandingkan dengan sosis yang tidak
menggunakannya Karmas, 1976. Sayangnya penggunaan susu skim yang berlebihan pada sosis dapat meningkatkan cost sehingga optimasi antara
keduanya sangat diperlukan dalam formulasi sosis ikan.
F. MIXTURE EXPERIMENT
Penggabungan beberapa ingredien atau bahan baku untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, di mana hasil akhir dari produk
29 tersebut dipengaruhi oleh presentase atau proporsi relatif masing-masing
ingredien yang ada dalam formulasi. Selain itu, penggabungan beberapa ingredien dalam mixture experiment bertujuan melihat apakah pencampuran
dua komponen atau lebih tersebut dapat menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan ingredien
tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama Cornell, 1990. Terdapat relasi fungsional antar komponen penyusun dengan perubahan
proporsi relatif ingredien tersebut sehingga dapat menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Tentunya kombinasi ingredien yang dipilih
adalah kombinasi yang menghasilkan produk dengan respon yang maksimal, sesuai dengan yang diharapkan oleh perancang Cornell, 1990. Penggunaan
mixture experiment dalam merancang percobaan untuk memperoleh
kombinasi yang optimal ini mampu menjawab permasalahan jika dilihat dari segi waktu mengurangi jumlah trial and error dan biaya Cornell, 1990.
Menurut Ma’arif et al. 1989, optimasi adalah suatu pendekatan normatif untuk mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dalam pengambilan
keputusan suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan batasan
yang diberikan. Tujuan dari optimasi adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang
diinginkan. Jika usaha yang diperlukan atau hasil yang diharapkan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari sebuah keputusan, maka optimasi dapat
didefinisikan sebagai proses pencapaian kondisi maksimum atau minimum dari fungsi tersebut.
Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori sering digunakan dalam
menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan dengan benar. Mixture experiment
ME merupakan suatu metode perancangan percobaan yang merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika di mana
variabel respon diasumsikan hanya tergantung pada proporsi relatif dari ingredien penyusunnya, bukan dari jumlah total campuran ingredien tersebut.
Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk
30 mengoptimalkan respon yang diinginkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula Cornell,1990.
Menurut Cornell 1990, ME terdiri atas enam tahap utama, yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen penyusun
campuran, mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang
sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih desain percobaan yang sesuai. ME ini sering digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan
persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut, dapat ditampilkan dalam suatu contour plot, baik berupa gambar dua dimensi 2-D maupun
grafik tiga dimensi 3-D yang dapat menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan
menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam orde, antara
lain mean, linear, quadratic, cubic, dan special cubic. Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan adalah model polinomial ordo
linear dan quadratic. Model ordo linear dengan dua variabel uji dapat dilihat
pada persamaan 1 sedangkan model ordo quadratic dengan dua variabel uji dapat dilihat pada persamaan 2.
Y = b + b
1
X
1
+ b
2
X
2
.................................................... 1 Y = b
+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
11
X1
2
+ b
22
X
2 2
+ b
12
X
1
X
2
........2 Persamaan model polinomial dengan ordo linear seringkali memberikan
deskripsi bentuk geometri 3-D permukaan respon yang kurang memadai. Oleh karena itu, penggunaan model polinomial dengan ordo quadratic lebih
dianjurkan dalam formulasi Cornell, 1990. Rancangan mixture experiment ini dalam program komputer Design
Expert version 7 dinamakan dengan mixture design. Rancangan mixture
design ini berfungsi menemukan formula optimum yang diinginkan
formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut, harus ditentukan respon atau parameter produk yang menjadi ciri penting sehingga dapat meningkatkan
31 mutu produk. Respon yang dipilih ini menjadi input data yang selanjutnya
diproses oleh rancangan RSM mixture design sehingga diperoleh gambaran dan kondisi proses yang optimal Anonim, 2007.
32
III. METODOLOGI PENELITIAN A.
BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin sebagai bahan baku pembuatan sosis. Ikan patin ini diperoleh dalam bentuk
fillet dari Laboratorium Lapangan Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. Bahan
tambahan dalam pembuatan sosis ikan terdiri dari garam, bahan pengikat isolat protein, bahan pengisi tepung tapioka, tepung kappa- dan iota-
karagenan, es, fosfat STPP, sorbitol, gula, casing, dan bumbu-bumbu seperti merica, bawang putih, bawang merah, pala, dan MSG, dan jahe.
Karagenan kappa- dan iota- diperoleh dari PT. Galic Artabahari, Bekasi. Casing
yang digunakan adalah casing selulosa yang diperoleh dari Pilot Plant IPB, Bogor. Fosfat STPP, sorbitol, isolat protein diperoleh dari Toko Setia
Guna, Bogor. Bahan-bahan lain seperti bumbu, gula, tepung tapioka diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu kertas
saring Whatman No.1, heksana, H
2
SO
4,
K
2
SO
4
, HgO, NaOH-Na
2
S
2
O
3,
H
3
BO
3
, HCl 0.02N, indikator metilen merah dan metilen biru., PCA Plate Count
Agar , larutan pengencer dan alkohol.
Alat yang digunakan untuk membuat sosis adalah refrigerator, penggiling daging grinder, pembuat adonan food processor, pengisi
manual stuffer, dan waterbath. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas labu Kjeldahl, labu Soxhlet, pipet tetes dan volumetrik, gelas
ukur, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, oven, tanur listrik, desikator, timbangan analitik, cawan, penjepit cawan, pemanas listrik hot plate,
Texture Analyzer , pengepres hidraulik, tabung reaksi, pipet mohr, inkubator,
bunsen, cawan, dan stomacher.
B. METODE PENELITIAN
1 . Penelitian pendahuluan
Tahap penelitian pendahuluan meliputi penetapan bumbu, penetapan kisaran maksimum dan minimum surimi, air, karagenan, dan susu skim
serta penentuan perbandingan jenis karagenan yang cocok kappa-