Faktor-Faktor Determinan Inflasi Forecast Error Variance Decomposition FEVD

63 yang permanen terhadap nilai tukar, hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter akan selalu berpengaruh terhadap kestabilan Rupiah. Pada periode 35 sampai periode 60, respon pengangguran menjadi permanen dan nilainya mulai stabil yaitu sekitar minus 10 persen. Cukup lamanya respon variabel-variabel makroekonomi menuju ke arah kestabilan mulai periode 29 sampai periode 44 atau 7-11 tahun setelah guncangan menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan, dan kebijakan moneter yang diterapkan kurang mampu menstabilkan perekonomian dalam jangka pendek.

5.6. Forecast Error Variance Decomposition FEVD

FEVD digunakan untuk melihat prediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi inflasi dan pengangguran. Hasil FEVD selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 9.

5.6.1. Faktor-Faktor Determinan Inflasi

Data analisis variance decomposition variabel inflasi ditunjukkan pada Tabel 5.5. Pada periode satu diketahui bahwa pengaruh guncangan inflasi itu sendiri sebesar 76,09 persen, guncangan uang beredar mempengaruhi sebesar 18,64 persen, guncangan SBI mempengaruhi sebesar 5,25 persen, dan guncangan nilai tukar serta pengangguran bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Pengaruh SBI yang relatif kecil terhadap tingkat inflasi, yaitu hanya sebesar 5,25 persen pada kurtal pertama, mengidikasikan bahwa Bank Indonesia dalam jangka pendek tidak bisa terlalu optimis terhadap inflation targeting yang 64 ditetapkan, sebab masih banyak faktor di luar SBI yang dapat mempengaruhi inflasi. Pada tahap lima ke depan, pengaruh guncangan jumlah uang yang beredar, nilai tukar dan pengangguran semakin meningkat. Pada tahap duapuluh ke depan, pengaruh SBI, jumlah uang yang beredar dan inflasi itu sendiri semakin meningkat. Pengaruh pengangguran mendominasi pada periode ke 5, namun dalam jangka panjang pengaruhnya terhadap inflasi semakin menurun. Keterkaitan antara pengangguran dan inflasi tidak terjadi secara langsung, menurut kurva Phillips, terdapat trade-off antara pengangguran dan inflasi, ketika terjadi inflasi yang tinggi maka jumlah penganguran akan menurun dan hal ini berlaku pula sebaliknya. Tabel 5.5. Faktor-Faktor Determinan Inflasi Periode SBI LOG_M LOG_CPI LOG_KURS LOG_U 1 5,255915 18,64711 76,09698 0,000000 0,000000 5 2,312209 10,04451 22,67846 0,427801 64,53702 10 2,071591 13,88814 22,00576 5,336382 56,69813 20 10,00927 18,18633 26,40856 4,647713 40,74812 30 19,06980 18,67664 26,48828 3,947362 31,81792 40 25,64963 18,33141 26,04568 3,377577 26,59570 50 30,14750 18,02611 25,62627 2,985774 23,21436 60 33,34501 17,81005 25,31679 2,706861 20,82129 Sumber : Lampiran 9 Tingkat inflasi yang terjadi selalu berkaitan dengan inflasi periode sebelumnya maupun tingkat inflasi yang diharapkan dimasa datang. Pada variabel inflasi terlihat bahwa peramalan dari periode 1 hingga periode 60, pengaruh inflasi terhadap guncangan di dalam inflasi itu sendiri semakin menurun. Hasil penelitian menunjukkan pada periode 60 kuartal setelah guncangan, pengaruh guncangan jumlah uang yang beredar sebesar 17,81 persen, dan 65 pengaruh guncangan SBI sebesar 33,34 persen. Hal ini mengindikasikan perlu adanya keseriusan otoritas moneter dalam menetapkan SBI pada tingkat tertentu, sebab bila pada akhirnya SBI dibayar dengan mencetak uang maka money supply akan meningkat dan tingkat inflasi juga akan semakin meningkat. Pada periode 60, pengaruh guncangan SBI mendominasi yaitu sebesar 33,34 persen, kemudian guncangan dalam inflasi itu sendiri berpengaruh sebesar 25,31 persen. Hasil FEVD ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter kurang mampu mengendalikan laju inflasi sebab pengaruhnya dalam jangka pendek kecil sekali hanya sebesar 5,25 persen pada periode 1. Lamanya pengaruh kebijakan moneter baru terasa, menunjukkan penetapan SBI dalam inflation targeting yang ditargetkan kurang mampu mempengaruhi tingkat inflasi dalam jangka pendek. Besarnya pengaruh kebijakan moneter terhadap variabilitas inflasi dalam jangka panjang, menunjukkan bahwa agar inflation targeting dapat tercapai maka kebijakan moneter yang diterapkan dalam berbagai kondisi harus selalu diarahkan untuk mencapai inflasi yang telah ditargetkan. Kebijakan moneter yang diterapkan Bank Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang tetap mempunyai pengaruh terhadap kestabilan inflasi karena itu kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral harus selalu diusahakan untuk mencapai inflation targeting yang telah ditetapkan.

5.6.2. Faktor-Faktor Determinan Pengangguran