Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian

18 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak duapuluh buah, dengan menggunakan data dari periode 1980:1 sampai 2005:2. Berdasarkan hasil ordering peringkat terhadap masing-masing variabel, dikelompokkan dua model, yaitu model agregat pengangguran, tenaga kerja, dan produktivitas dan model sektoral tenaga kerja dan produktivitas persektor yang meliputi sektor pertanian, industri dan jasa. Hasil penelitian ini di antaranya menyimpulkan bahwa paradoks antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak terjadi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka pengangguran melalui kesempatan kerja dalam jangka panjang. Terdapat tiga periode penting yang menunjukkan tingkat pengangguran meningkat yaitu 1982- 1983, 1994-1995 dan 2000-2005. Faktor penyebab munculnya paradoks secara agregat adalah guncangan suku bunga, guncangan agregat suplai, guncangan produktivitas tenaga kerja dan guncangan upah.

2.3. Kerangka Teori

2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga

i MS 1 MS 2 i 1 i LP M 1 M 2 Gambar 2.1. Perubahan Penawaran Uang Sumber : Mankiw, 2000. 19 Gambar 2.1 menunjukkan kebijakan moneter yang dilakukan melalui penurunan jumlah uang yang beredar untuk mempengaruhi keseimbangan suku bunga. Jumlah uang yang beredar ditunjukkan dengan kurva vertikal MS 2 , dan permintaan uang diperlihatkan dengan kurva berkemiringan negatif LP, keseimbangan awal tingkat suku bunga i o . Penurunan jumlah uang yang beredar menyebabkan kurva jumlah uang yang beredar bergeser ke kiri dari MS 1 ke MS 2 , terjadi keseimbangan suku bunga baru yang lebih tinggi yaitu, di i 1.

2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian

Efektivitas kebijakan moneter dapat digambarkan melalui kurva IS-LM. Berdasarkan pada kurva tersebut, efektivitas kebijakan moneter ditentukan oleh 1 kemiringan kurva IS, yaitu menunjukkan elastisitas pengeluaran investasi terhadap suku bunga dan 2 kemiringan kurva LM, yaitu elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga Gambar 2.2. Tingkat Bunga Tingkat Bunga r r LM To LM T1 LM LM D0 LM 1 r o r o LM D1 r 1 ’ r 1 r 1 IS datar IS IS tegak Y Y 1 Y 2 Y Y o Y 1 Y 2 Y Gambar 2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian. Sumber : Nopirin, 2000. 20 Bila Bank Indonesia melakukan ekspansi moneter dengan menambah jumlah uang beredar maka kebijakan ini akan efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi output pada kurva IS yang datar yaitu sebesar Y 2 tetapi apabila kurva IS tegak pertumbuhan ekonomi sebesar Y 1 . Kebijakan moneter kurang efektif dalam mempengaruhi output Y –Y 1 bila kurva LM datar LM D , dan apabila kurva LM tegak LM T maka berpengaruh efektif terhadap perekonomian sebesar Y –Y 2 . Apabila kurva LM horizontal, kebijakan moneter tidak efektif sama sekali karena Y tidak berubah dan menyebabkan terjadinya liquidy trap yaitu kebijakan moneter gagal mempengaruhi output tetapi justru menimbulkan dampak terhadap inflasi. 2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM Kurva permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional. Keseimbangan makroekonomi secara simultan ditentukan oleh bertemunya permintaan agregat AD dan penawaran agregat AS. Teori ini memperlihatkan posisi kurva IS-LM ketika harga dibiarkan berubah-ubah. Guncangan yang terjadi pada permintaan agregat akan menyebabkan terjadinya perubahan harga. Guncangan ini dapat diantisipasi melalui kebijakan moneter yang mempengaruhi kurva LM. Perekonomian berada pada keseimbangan jangka pendek pada titik K dan tingkat harga P 1 , kondisi ini menunjukkan perekonomian sedang resesi. Apabila dalam jangka pendek diasumsikan tingkat harga tetap, terjadi penurunan biaya input maka output dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah sehingga biaya output turun. Kondisi ini menggeser kurva AS jangka pendek ke bawah 21 pada tingkat harga yang lebih murah P 2 . Keseimbangan jangka panjang pada kurva IS-LM terjadi ketika harga turun menyebabkan keseimbangan uang riil daya beli meningkat melalui pergeseran kurva LM ke kanan bawah LM P 2 dengan suku bunga yang lebih rendah. Biaya output yang lebih murah meningkatkan kembali perekonomian pada tingkat kesimbangan alamiah di titik C pada kurva SRAS 2 . Uraian ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.3. Tingkat LRAS P LRAS bunga, r LM P 1 r 1 LM P 2 P 1 SRAS 1 r 2 P 2 SRAS 2 IS AD K C Y Pendapatan Y Y Pendapatan Y Gambar 2.3. Model IS-LM a dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat b dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sumber : Mankiw, 2000. Analisis ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, proses penyesuaian belum sempurna karena harga masih kaku terhadap adanya perubahan shock dalam perekonomian. Sementara itu, dalam jangka panjang penyesuaian terjadi secara sempurna karena adanya penyesuaian pada tingkat harga sehingga keseimbangan perekonomian kembali pada posisi alamiah atau pada titik keseimbangan baru. Guncangan kebijakan moneter dalam mempengaruhi permintaan agregat dalam perekonomian sangat tergantung pada posisi kurva penawaran agregat AS. Apabila kurva AS vertikal asumsi klasik, shock kebijakan moneter akan 22 menyebabkan tingkat harga berubah dan pendapatan nasional tetap, tetapi apabila kurva AS horisontal asumsi Keynesian maka shock kebijakan moneter akan menyebabkan perubahan pada tingkat pendapatan dari posisi alamiah sementara tingkat harga tetap. 2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga Kebijakan moneter dalam konsep pendekatan harga diset untuk mencapai sasaran, yaitu pengendalian inflasi melalui pendekatan operasional suku bunga. UU No.231999 melandasi tugas Bank Indonesia, yaitu pencapaian inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang terkendali. Konsep dasar kebijakan moneter dalam pentargetan inflasi, meliputi sasaran inflasi, kebijakan moneter yang mengarah kedepan, transparansi, akuntabilitas dan kredibilitas. Dalam penetapannya, sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro terutama kerugian sosial yang diakibatkan oleh adanya trade-off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi merupakan dasar bagi pelaksanaan kebijakan moneter dan penetapannya dilakukan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Kebijakan pentargetan inflasi merupakan langkah untuk mengantisipasi inflasi yang akan terjadi forward looking akibat pengaruh kebijakan moneter terhadap kestabilan harga dimana terdapat tenggang waktu atau lag Warjiyo, 2004.

2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan