h Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
2.1.6 Model Pembelajaran Realistik Pendekatan Scientific
Menurut Jenning dan Dunne 1999 mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan
real. Tersedia di https:sitichotijah269.wordpress.com...artikel-pembelajaran- matematika
... diakses 23 Agustus 2015. Hal ini menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena dalam pembelajaran matematika kurang bermakna, dan guru
dalam pembelajarannya dikelas tidak mengkaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-
ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas sangat penting dilakukan serta dengan
pendekatan scientific siswa dapat secara langsung untuk mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan menyimpulkan realitas atau fenomena yang ada sehingga
pembelajaran yang diperoleh siswa di sekolah lebih bermakna. Oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran realistik pendekatan scientific yaitu
model pembelajaran yang menerapkan langkah-langkah pembelajaran model RME Realistic Mathematic Education dan dalam kegiatan pembelajaran terdapat
pendekatan scientific yaitu 5M Mengamati, Menanya, Mencoba, Mengasosiasi, Mengkomunikasikan yang bertujuan agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran,
mandiri, dapat mengkonstruk pengetahuan sendiri, serta dapat menggunakan teori
yang telah diperoleh disekolah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari sehingga dapat meningkatkan literasi matematika siswa yang
dinilai berdasarkan penilaian PISA. Langkah implementasi model pembelajaran realistik pendekatan scientific yaitu :
a. Bagian Pendahuluan 1. Guru memberikan apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan
disampaikan untuk memancing siswa berpikir dan memusatkan pemikiran siswa serta guru menggali pengetahuan prasyarat siswa untuk masuk ke materi
selanjutnya. 2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan ini.
3. Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
b. Bagian Inti 1. Guru memberikan LKPD kepada siswa yang berisi masalah kontekstual.
2. Guru memberi penjelasan prosedur kerja kelompok. 3. Siswa secara berkelompok mencoba menyelesaikan masalah kontekstual
dengan cara :
a Mengamati masalah agar dapat memahami masalah yang diberikan.
b Siswa secara aktif berusaha mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya sendiri dengan cara mengkaitkan materi baru
dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
c Siswa bertanya kepada guru jika kesulitan dalam memahami
masalah. d Guru memberikan petunjuk seperlunya pada bagian tertentu yang
belum dipahami siswa. Jika siswa masih kesulitan guru memberikan pertanyaan pancingan scaffolding agar siswa terarah pada masalah
kontekstual tersebut.
e Siswa mencoba menemukan informasi yang ada pada masalah
kontekstual untuk membuat penyelesaian masalah tersebut.
f Siswa mengolah informasi yang diperoleh untuk menentukan
penyelesaian masalah kontekstual tersebut.
g Siswa membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah
yang diperoleh dalam kelompoknya. Melalui membandingkan dan mendiskusikan hasil penyelesaian masalah dengan siswa lain maka
akan terjadi interaksi antar siswa dan guru, sehingga siswa dapat bertukar pikiran dan menghasilkan penyelesaian masalah yang lebih
baik dan meningkatkan level belajar.
h Siswa dapat mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya
kepada kelompok lain. i Guru mengoreksi jika ada jawaban siswa yang belum tepat.
c. Bagian Penutup
1. Guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan suatu konsep matematika
berdasarkan hasil membandingkan dan mendiskusikan jawaban.
2. Guru bertanya kepada siswa tentang kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan diskusi.
3. Siswa menyimpulkan pemecahan atas masalah yang disajikan berdasarkan
hasil membandingkan dan mediskusikan jawaban dengan siswa lain. 4. Siswa memformulasikan kesimpulan sebagai proses antara pengetahuan
informal dan matematika formal. 5. Guru melakukan tindak lanjut dengan memberikan tugas individu kepada
siswa untuk pekerjaan rumahmelalui media edmodo.www. edmodo.com 2.1.7
Literasi Matematika
Kusumah 2010 dalam Aini 2013:3 menyatakan bahwa dalam hidup di abad modern ini, semua orang perlu memiliki literasi matematis untuk digunakan saat
menghadapi berbagai permasalahan, karena literasi matematis sangat penting bagi semua orang terkait dengan pekerjaan dan tugasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari, siswa berhadapan dengan masalah yang berkaitan dengan personal, bermasyarakat, pekerjaan, dan ilmiah. Banyak diantara masalah
tersebut yang berkaitan dengan penerapan matematika. Penguasaan matematika yang baik dapat membantu siswa menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu,
diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk literasi Johar, 2012:32. Literasi matematis terdiri atas 6 level, dimana masing-masing level mengukur tingkat
pengetahuan matematis yang berbeda. Semakin tinggi level semakin kompleks pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang diberikan. Soal yang
paling mudah disusun untuk mengetahui pencapaian dalam kompetensi reproduksi, sedangkan soal yang sulit dibuat untuk menguji kompetensi refleksi. Diantara
keduanya disusun soal untuk mengetahui kemampuan siswa dalam kompetensi koneksi Aini, 2013:3.
Definisi literasi matematika menurut draft assessment framework PISA 2012 dalam Qomaroh Hanik 2013. Tersedia di sebutsajaintan.blogspot.com...artikel-
matematika -penilaian-literasi.html diakses 3 desember 2014
Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning
mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts, and tools to describe, explain, and predict phenomena. It assist individuals to recognize
the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decision needed by constructive, engaged and reflective
citizens.
Berdasarkan definisi tersebut literasi matematika dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan dan menafsirkan matematika dalam
berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau
memperkirakan fenomena kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus
menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga Negara yang membangun, peduli dan berpikir. Menurut Niss dalam Aini 2013:2
literasi matematis mencakup 8 kemampuan dasar yakni : 1 penalaran dan berfikir
matematis, 2 argumentasi matematis, 3 komunikasi matematis, 4 pemodelan, 5 pengajuan dan pemecahan masalah, 6 representasi, 7 symbol, 8 media dan
teknologi. Berdasarkan OECD 2010 kemampuan matematis yang digunakan dalam penilaian proses matematika dalam PISA yaitu 1 Communication, 2