Hubungan antara Kuantitas Air Bersih dengan Kejadian Diare

81 kandungan bakteri E coli air minum 0 koloni100 ml air minum, sebesar 55,2. Hal ini dikarenakan kualitas sumber air bersih di Desa Ketunggeng setelah bencana Merapi meletus tidak terganggu, selain itu masyarakat Desa Ketunggeng banyak yang menggunakan air mineral galon untuk memenuhi kebutuhan air minum. Pada umumnya kondisi air di alam sebelum air dikelola dan dimanfaatkan, dalam proses perjalanan banyak sekali proses alam yang mengotori air. Pengotoran ini bisa saja terjadi akibat adanya lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, limbah rumah tangga dan industri. Dalam hal kualitas bakteriologis faktor-faktor dominan yang bisa dianggap sebagi sumber pengkontaminasi adalah sebagai berikut : 1 Adanya pencemaran fisik dan bakteriologis. 2 Adanya kandungan zat organik alami dari proses alam. 3 Tingkat keragaman mikroorganisme yang hidup dalam air. 4 Tingkat pengelolaan dan pemeliharaan sarana. 5 Sistem jaringan dan distribusi air Sutrisno,C T, dan E Suciastuti, 2002. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frida Dauria 2007 tentang hubungan antara kualitas mikrobiologis air bersih dan perilaku higiene sanitasi dengan kejadian diare pada balita di Desa Kebonharjo Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal, menunjukkan hasil bahwa responden yang mempunyai kualitas mikrobiologis air minum tidak memenuhi syarat berisiko 2,71 kali lebih besar untuk terkena diare dari pada responden yang mempunyai kualitas mikrobiologis air minum memenuhi syarat dan signifikan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,02 OR= 2,71 CI 1,157-6,395.

5.1.2 Hubungan antara Kuantitas Air Bersih dengan Kejadian Diare

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kuantitas air bersih dengan kejadian diare pada masyarakat Desa Banyudono dan Desa 82 Ketunggeng Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p 0,002 α 0,05. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden kasus penderita diare memiliki kuantitas air bersih tidak memenuhi syarat yaitu belum dapat memenuhi untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus dan minum sebesar 65,5. Hal ini dikarenakan sumur-sumur warga yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari semenjak meletusnya Merapi jumlah airnya semakin sedikit dan keruh, selain itu suplai air bersih dari Palang Merah Indonesia PMI Kabupaten Magelang untuk masyarakat Desa Banyudono yang dilakukan seminggu sekali belum dapat mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat Desa Banyudono. Sebagian responden kontrol masyarakat Desa Ketunggeng memiliki kuantitas air bersih memenuhi syarat yaitu dapat memenuhi untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus dan minum, sebesar 75,9. Hal ini dikarenakan, kuantitas air bersih di Desa Ketunggeng setelah bencana Merapi meletus tidak mengalami gangguan. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks, antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 172. Menurut Permendagri No. 23 Tahun 2006, standar kebutuhan pokok air minum adalah kebutuhan air sebesar 60 liter orang per hari Permendagri, 2006: 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Budiman Chandra 2007 dalam bukunya Pengantar Kesehatan Lingkungan, bahwa ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. 83

5.1.3 Hubungan antara Kondisi Fisik Sumber Penyedia Air Minum dengan Kejadian Diare

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE (STUDI DI KELURAHAN KAMPUNG MANDAR KECAMATAM BANYUWANGI KABUPATEN BANYUWANGI )

0 3 1

Hubungan antara sanitasi rumah dan higiene perorangan dengan kejadian diare ( studi di kelurahan kampung Mandar ) kecamatan Banyuwangi kabupaten Banyuwangi

0 13 107

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK Hubungan Perilaku Higiene dengan Kejadian Diare pada Siswa SD Negeri 01 Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo.

0 3 16

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 82

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA SINGOSARI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008.

0 0 8

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Dengan Kejadian Diare Balita di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Dengan Kejadian Diare Balita di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 2 14

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN AIR MINUM ISI ULANG DENGAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA

0 1 8