Kebiasaan Cuci Tangan Kepemilikan Jamban

3 Jika halaman rumah luas, maka pembuangan sampah dapat dibuat lubang sampah dan bila sudah penuh dapat ditutup lagi dengan tanah atau dibakar sedikit demi sedikit. 4 Tempat sampah tidak menjadi sarangtempat berkembangbiaknya serangga ataupun binatang penular penyakit vector. 5 Sebaiknya tempat sampah kedap air, agar sampah yang basah tidak berceceran sehingga mengundang datangnya lalat.

2.1.2.3 Kebiasaan Cuci Tangan

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan tangan dapat mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang. Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara Linda Tietjen, 2004: 3-4. Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan yang penting dalam penularan diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi anak, dan sesudah makan, berdampak pada kejadian diare. Biasakan cuci tangan pakai sabun dan air bersih sebelum makan agar terhindar dari sakit perut dan cacingan, karena telur cacing yang mungkin ada dalam tangan atau kuku yang kotor ikut tertelan dan masuk ke dalam tubuh Kepmenkes RI, 2011: 23.

2.1.2.4 Kepemilikan Jamban

Kepemilikan tempat pembuangan tinja merupakan salah satu fasilitas yang harus ada dalam rumah yang sehat. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya. Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan, memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja, antara lain penyakit diare Soeparman dan Suparmin, 2002: 7, Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 172-180. Menurut Kepmenkes RI No. 852MENKESSKIX2008 tentang strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat, jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Sebuah jamban dikategorikan sehat jika: 1 Mencegah kontaminasi ke badan air 2 Mencegah kontaminasi antara manusia dan tinja 3 Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya 4 Mencegah bau yang tidak sedap 5 Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna. Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Mempertimbangkan jarak yang harus diambil antara tempat pembuangan kotoran dan sumber air, harus memperhatikan bagaimana keadaan tanah, kemiringannya, permukaan air tanah, pengaruh banjir pada musim hujan, dan sebagainya Wahid Iqbal M dan Nur Chayatin, 2009: 307. Jamban atau sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan adalah Dinkes Prop Jawa Tengah, 2005: 25: 1 Septic tank tidak mencemari air tanah dan atau air permukaan, jarak dengan sumber air 10 meter. 2 Bila berbentuk leher angsa, air penyekat selalu menutup lubang tempat jongkok. 3 Bila tanpa leher angsa, harus dilengkapi dengan penutup lubang tempat jongkok yang dapat mencegah lalat atau serangga atau binatang lainnya. Menurut Soeparman dan Suparmin 2002: 56, jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, antara lain: 1 Jamban Cubluk Dilihat dari penempatan dan konstruksinya, jenis jamban ini tidak mencemari tanah ataupun kontaminasi air permukaan serta air tanah. Tinja tidak akan dapat dicapai oleh lalat apabila lubang jamban selalu tertutup. 2 Jamban Air Jamban ini merupakan modifikasi jamban yang menggunakan tangki pembusukan. Apabila tangkinya kedap air, maka tanah, air tanah, serta air permukaan tidak akan terkontaminasi. 3 Jamban Leher Angsa Jamban leher angsa atau jamban tuang siram yang menggunakan sekat air bukanlah jenis instalasi pembuangan tinja yang tersendiri, melainkan lebih merupakan modifikasi yang penting dari slab atau lantai jamban biasa. Hasil penelitian Wibowo 2003 menunjukkan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar 2,55 kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang membuang tinjanya secara saniter. Berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh responden, diketahui masih ada sebagian masyarakat yang belum memiliki jamban pribadi, sehingga apabila mereka buang air besar mereka menumpang di jamban tetangga atau buang air besar di jamban cemplung yang ada di dekat rumah. Jamban keluarga juga masih banyak yang belum terbebas dari vektor-vektor seperti lalat atau kecoa. Disamping itu, masih ada sebagian ibu yang tidak membuang tinja balita dengan benar, mereka membuang tinja balita ke sungai, ke kebun atau pekarangan. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09 kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang mempunyai jamban keluarga dan signifikan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,009 pada 95 CI : 1,20 – 3,66. 2.1.2.5 Kebiasaan dan Cara Menyimpan Makanan Makanan yang kotor akan berbahaya bagi anggota keluarga karena dapat menyebabkan kejadian diare, sehingga agar keamanan makanan terjaga, diusahakan agar menyimpan makanan pada tempat yang dingin dan tertutup, seperti pada lemari makan atau meja yang ditutup dengan tudung saji. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam makanan adalah: a Temperatur tempat penyimpanan makanan, b Merebus atau memanaskan makanan sampai mendidih, c Suhu terlalu rendah saat menyimpan hidangan, minimal 7°C, d Kandungan cairan atau air dalam bahan makanan yang tinggi, dan e Jangka waktu penyimpanan makanan yang lama 5-6 jam Toyo, 2005: 96 . Dalam menyimpan makanan jadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1 Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya; 2 Makanan yang cepat busuk sebaiknya disimpan dalam suhu 65,5°C atau lebih atau disimpan dalam suhu dingin sekitar 4°C atau kurang; 3 Makanan yang cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama lebih dari 6 jam sebaiknya disimpan dalam suhu dingin sekitar 5°C sampai 1°C; 4 Tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan : jarak makanan dengan lantai 15 cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm, dan jarak makanan dengan langit-langit 60 cm Asmirah Ina Lopi dan Marylin Junias, 2006: 26.

2.1.2.6 Kebiasaan Mencuci Peralatan Makan dan Memasak

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE (STUDI DI KELURAHAN KAMPUNG MANDAR KECAMATAM BANYUWANGI KABUPATEN BANYUWANGI )

0 3 1

Hubungan antara sanitasi rumah dan higiene perorangan dengan kejadian diare ( studi di kelurahan kampung Mandar ) kecamatan Banyuwangi kabupaten Banyuwangi

0 13 107

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK Hubungan Perilaku Higiene dengan Kejadian Diare pada Siswa SD Negeri 01 Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo.

0 3 16

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 82

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA SINGOSARI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008.

0 0 8

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Dengan Kejadian Diare Balita di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Dengan Kejadian Diare Balita di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

0 2 14

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN AIR MINUM ISI ULANG DENGAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA

0 1 8