jumlah penduduk yang besar, dan kurang memiliki sumber air, menimbulkan peluang bagi air untuk diperlakukan sebagai barang ekonomi economic good
sebagaimana yang diproklamasikan di dalam konferensi air di Dublin, Irlandia pada tahun 1992. Dengan demikian, wilayah sekitar Citarum dan DKI Jakarta
merupakan pasar air water market bagi air Sungai Citarum dan air akan mempunyai nilai yang cukup berarti.
Permasalahan yang dialami penyediaan air di Waduk Juanda Jatiluhur juga terjadi di berbagai negara lainnya, seperti Bendungan Aswan di Sungai Nil,
Mesir, peningkatan penduduk, pertumbuhan perkotaanm, dan indusrinya menimbulkan permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya air. Sistem jaringan
yang dirancang untuk penyediaan air untuk irigasi dialihkan sebagian untuk memenuhi kebutuhan domestik dan industri. Peralihan itu telah menyebabkan
kelangkaan air dan air menjadi barang ekonomi. Penetapan besaran nilai air dan alokasinya untuk setiap sektor menjadi permasalahan pengelola Barder, 2004.
Permasalahan yang sama terjadi juga di Daerah Irigasi Kirindi Oya, India, yang sumber airnya berasal dari Waduk Lunuganwehera. Waduk ini mengairi 5 400
hektar dengan kapasitas waduk 227 juta meter kubik dan kapasitas terpakai mencapai 200 juta meter kubik. Perubahan penggunaan air terjadi juga di daerah
irigasi ini dan ditanggapi dengan perubahan sistem jaringan dimana jaringan dibagi dua, yaitu untuk memasok kebutuhan domestik, industri dan irigasi .
1.2 Perumusan Masalah
Ketika kebutuhan air non-pertanian mengalami peningkatan yang pesat, pengalokasian air bagi sektor pertanian justru mengalami penurunan meskipun
masih menjadi pemakai air terbesar. Proporsi pengalokasian air dari Waduk Juanda selama 7 tahun dari tahun 2001
─2007 untuk wilayah Tarum Timur rata- rata 28 persen, untuk Tarum Utara rata-rata sebesar 42 persen, dan untuk ke
Tarum Barat sebesar 29 persen. Pemanfaaatan air untuk sektor-sektor, rata-rata di Tarum Timur sektor pertanian mencapai 94 persen, perusahaan daerah air minum
kabupatenkota sebesar 1 persen dan industri sebesar 5 persen. Di Tarum Utara, sektor pertanian mencapai 98 persen, perusahaan daerah air minum
kabupatenkota sebesar 0.1 persen, dan industri sebesar 1 persen. Di Tarum Barat, sektor pertanian mencapai 59 persen, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar
34 persen, perusahaan daerah air minum kabupatenkota sebesar 2 persen, dan industri sebesar 5 persen Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008.
Produksi pembangkit listrik tenaga air tergantung kepada kebutuhan air yang diperlukan untuk irigasi, perusahaan daerah air minum kabupatenkota dan
industri di wilayah hilir. Pada waktu air keluar dari waduk terlebih dahulu dilewatkan melalui pembangkit listrik tenaga air sehingga menghasilkan listrik
dan memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan Perusahaan Umum Jasa Tirta II, disamping pendapatan dari industri, perusahaan daerah air minum
kabupatenkota, dan industri Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2007. Pasokan air yang dilakukan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II selama ini untuk memenuhi
kebutuhan sektor pengguna belum diperhitungkan sebagai suatu kegiatan ekonomi, dimana dari aktivitas pasokan air ini menghasilkan manfaat bagi
pengguna, baik untuk sektor pertanian dan non-pertanian seperti perusahaan daerah air minum kabupatenkota maupun industri. Penerimaan pengelola berupa
biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dimaksudkan untuk membiayai operasi dan
pemeliharaan, karena diharapkan penerimaan dari air selayaknya harus kembali ke air artinya untuk biaya operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana sistem
jaringan di Daerah Irigasi Jatiluhur. Meskipun ketiga sektor pengguna air di Daerah Irigasi Jatiluhur
menggunakan air sebagai salah satu input produksinya, yang memberikan nilai ekonomi terhadap input tersebut hanya sektor domestik dan industri, sedangkan
sektor pertanian tidak. Penentuan tarif air baku untuk domestik dan industri tersebut berdasarkan pada penetapan dari Menteri atas usulan Gubernur Jawa
Barat. Tarif air untuk industri, perusahaan daerah air minum kabupatenkota sudah 5 tahun, yaitu tahun 2003
─2007 tidak mengalami perbaikan tarif. Tarif air untuk irigasi adalah nol, alias gratis. Hal ini mengakibatkan tugas dan fungsi Perusahaan
Umum Jasa Tirta II dalam memberikan pelayanan menjadi kurang optimum. Air untuk sektor pertanian walaupun menurut Undang-Undang, petani
tidak dipungut biaya jasa pengelolaan sumberdaya air oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II, seyogyanya Pemerintah dapat mengganti biaya jasa pengelolaan
sumberdaya air untuk operasi dan pemeliharaan irigasi karena 80-90 persen air dari waduk Jatiluhur yang dikelola oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II yang
digunakan untuk kepentingan sektor pertanian. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air menyatakan bahwa pengguna sumberdaya air di
sektor pertanian tidak dapat dipungut biaya jasa pengelolaan sumberdaya air. Tidak dipungutnya biaya jasa pengelolaan sumberdaya air pada sektor pertanian
berakibat pada pandangan para petani terhadap sumberdaya air sebagai sumberdaya yang berlimpah dan tidak memiliki nilai ekonomi sehingga
berimplikasi pada penggunaan air secara berlebihan tidak efisien dan tidak
terkendali. Penggunaan air yang tidak terkendali oleh sektor pertanian akan berakibat berkurangnya ketersediaan air di waduk. Salah satu fungsi waduk adalah
sebagai penyimpan cadangan air ketika musim kemarau. Berkurangnya ketersediaan air di waduk di musim kemarau, akan menyebabkan kelangkaan air.
Selain itu, berkurangnya ketersediaan air di waduk dapat mempengaruhi kelestarian waduk, yang akan menyebabkan kerugian yang lebih besar akibat
rusaknya bangunan waduk. Selain itu, tidak adanya pemungutan biaya jasa pengelolaan sumberdaya air untuk memberikan jasa layanan terhadap sektor
pertanian telah mengakibatkan pemeliharaan terhadap infratruktur irigasi tidak dapat dilakukan dengan baik. Fungsi bendung-bendung, pintu-pintu air, saluran
primer, dan sekunder telah menurun karena rusak, bocor dan sedimentasi, sehingga pemanfaatan air tidak optimum. Apabila tidak ditangani dengan baik
distribusi air akan berdampak terhadap keberlanjutan sistem pengairan di Daerah Irigasi Jatiluhur. Guna peningkatan pelayanan di Daerah Irigasi Jatiluhur, baik
kuantitas maupun kualitasnya, dibutuhkan penerimaan yang dapat menutupi total biaya operasi dan pemeliharaan saluran yang diperlukan. Salah satu sumber dana
yang terbesar, yaitu dari sektor pertanian sebagai pengguna air dengan proporsi terbesar. Namun, terdapat dua permasalahan pokok dalam biaya jasa pengelolaan
sumberdaya air terkait dengan iuran tarif penyaluran air irigasi, yaitu mekanisme pemungutan dan besaran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air.
Mekanisme pemungutan tarif untuk pertanian tidak dapat diterapkan seperti pada sektor domestik dan industri, yang jumlah penggunanya tidak terlalu
banyak. Pada sektor pertanian, terdapat 240 000 hektar sawah yang dilayani Perusahaan Umum Jasa Tirta II, banyaknya jumlah petani di setiap wilayah, sulit
untuk melakukan pemungutan kepada setiap pengguna. Bila penyaluran air irigasi yang dilakukan Perusahaan Umum Jasa Tirta II merupakan penunjang program
pemerintah dalam peningkatan produksi beras terkait ketahanan pangan, pemungutan iuran atau tarif penyaluran air irigasi seharusnya dapat ditanggung
oleh pemerintah dalam bentuk public service obligation PSO. Perusahaan
Umum Jasa Tirta
II adalah salah satu
Badan Usaha Milik Negara BUMN yang mendapat tugas mengemban kewajiban pelayanan umum public service
obligation -PSO, sehingga pemerintah wajib memberikan kompensasi atas semua
biaya yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II tersebut termasuk margin keuntungan yang diharapkan Pasal 66 UU Nomor 192003
tentang BUMN. Berdasarkan kompleksitas permasalahan di atas, dapat dirumuskan
beberapa pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dalam studi ini sebagai berikut.
Berdasarkan kompleksitas permasalahan di atas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dalam studi ini sebagai berikut.
1 Bagaimanakah pembuatan model tentang perilaku optimal pemanfaatan air optimal berkaitan dengan perubahan permintaan air baku oleh penggunanya
serta perubahan nilai air dan manfaat sosial bersihnya? 2 Pola distribusi air optimal yang bagaimana agar lebih baik dari pada kondisi
saat ini sehingga dapat meningkatkan manfaat sosial bersih pengelolanya? 3 Bagaimana cara mengestimasi nilai ekonomi sumberdaya air yang optimal
untuk setiap sektor pengguna?
4 Bagaimana mengestimasi peningkatan nilai manfaat sosial bersih menjadi yang terbaik dari berbagai pilihan?
1.3 Tujuan Penelitian