Pengaruh Beban Jumlah dan Diameter Inti terhadap Tingkat Stress Laju konsumsi Oksigen

dan di kiri, tengah dan kanan pallial line dengan jumlah inti tiga dan berjarak 2 cm Gambar 19 C. Setelah inti melekat dengan baik, mantel dikembalikan pada posisi semula dan cangkang ditutup kembali. Kijing yang telah diimplan selanjutnya direndam dalam larutan KmnO 4 10 ppm selama 2 jam di dalam bak fiber, sebagai pencegahan infeksi setelah implantasi. Setelah perlakuan tersebut di atas, selanjutnya kijing- kijing tersebut dikondisikan didalam hapa selama 2 minggu, untuk mengetahui yang mati dan terlepasnya nukleus. Kijing yang terisi nukleus dan masih hidup selanjutnya dimasukkan ke dalam hapa dengan kepadatan 40 ekorhapa. Sedangkan pada kolam kontrol, kijing yang tidak diimplantasi ditebar ke dalam hapa dengan kepadatan 40 ekorhapa. Gambar 19. Posisi peletakan inti setengah bulat pada cangkang A. woodiana posisi di tengah pallial line B di kiri dan kanan pallial line dan C di kiri, tengah dan kanan pallial line

C. Prosedur Pengukuran Pengaruh Beban terhadap Proses Fisiologis Pembentukan Mutiara

Pengukuran pengaruh beban terhadap proses fisiologis pembentukan mutiara dilakukan dengan mengukur: 1 tingkat stress, 2 respon makan kijing, dan 3 survival rate dan growth.

1. Pengaruh Beban Jumlah dan Diameter Inti terhadap Tingkat Stress Laju konsumsi Oksigen

Pengukuran laju konsumsi oksigen dilakukan dengan menempatkan hewan uji di dalam botol plastik gelap dengan volume 200 ml. Desain percobaan untuk mengetahui laju konsumsi oksigen, yaitu berupa satu unit peralatan yang terdiri atas A B C pallial line 3 cm 2,5 cm empat botol. Botol A untuk stok air yang dijenuhkan; botol B sebagai wadah hewan uji; botol C untuk mengukur laju konsumsi oksigen; dan botol D sebagai tempat menampung sisa air buangan Gambar 20. Oksigen terlarut diukur dengan alat DO meter YSI 550A, tipe 03J0820 AJ. Untuk mengetahui berat kijing, sampel ditimbang menggunakan timbangan analitik Dever Instrumen d = 0,0001 g. Variabel yang diukur adalah konsentrasi pemakaian oksigen oleh kijing dengan sistim tertutup, pengamatan dilakukan setiap jam 1 jam sekali selama 24 jam. Pengukuran nilai oksigen yang dikonsumsi dilakukan dengan menghitung selisih antara kandungan oksigen terlarut awal dalam mgl [O 2 ] dan akhir pengamatan dalam mgl [O 2 ] t , dibagi dengan waktu pengamatanjam T dan berat mg W Soria et al, 2007, atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut: TxW O O t ] [ ] [ 2 2 − Gambar 20 Disain percobaan untuk pengukuran laju konsumsi oksigen kijing Winanto 2009 Laju Metabolisme Basal Laju metabolisme dapat diukur dari kalori yang dibelanjakan atau laju konsumsi oksigen. Pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan alat Konsumsi oksigen = kalorimeter atau respirometer. Laju metabolisme dapat juga diukur pada tingkat basal atau tingkat aktif. Laju metabolisme basal atau standar basal metabolism, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan cara memuasakan hewan uji selama 1-2 kali 24 jam Affandi et al. 2009; Soria et al. 2007; Wirahadikusumah 1985. Kadar Glukosa Hemolimf Pengamatan pola perubahan kadar glukosa plasma hemolimf dilakukan setelah pengukuran laju konsumsi oksigen. Pengambilan sampel hemolimf dibilas dengan natrium sitrat 3,8 untuk mencegah pembekuan hemolimf. Sampel hemolimf tersebut selanjutnya disentrifuse 3500 rpm selama 5 menit pada suhu 4 o Diameter dan Ruang antar Sel Batang Mantel C, kemudian plasma darah dianalisis dengan Glucose liquicolor, metode GOD-PAP enzymatic colorimetric test for glucose method without deproteinisation . Analisis perkembangan organ mantel dilakukan secara deskriptif terhadap penampakan diameter sel batang mantel makroskopik dari hasil pemotretan terhadap preparat histologis mantel kijing. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah inti dan pada kontrol tanpa pelekatan inti terhadap perkembangan mantel yang dilakukan pada akhir percobaan bulan ke 9.

2. Pengaruh Beban Jumlah dan Diameter Inti terhadap Respon Makan Tingkat Konsumsi Pakan