Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan

alkalinitas dan total fosfat sedangkan faktor biologi adalah kelimpahan dan keragaman plankton. Untuk mempertahankan nilai alkalinitas air kolam pemeliharaan agar tetap di dalam kisaran ideal bagi pemeliharaan A. woodiana, yaitu 0,1-10 mg l -1 CaCO 3 , maka dilakukan pengkuran nilai alkalinitas setiap bulan, jika nilai tersebut berada di bawah kisaran ideal, maka dilakukan penambahan kapur CaCO 3 . Demikian pula sebaliknya, jika nilai tersebut berada di atas kisaran ideal, maka tidak dilakukan penambahan kapur CaCO 3 Plankton dari kolam dihitung dengan menggunakan sadgwick rafter counting cell dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm dan kedalaman 1 mm. Jumlah lapang pandang yang diamati sebanyak 10 buah dengan tiga kali ulangan. Menurut Ingram dan Palmer 1952, perhitungan kelimpahannya adalah sebagai berikut: . N = TL x Pp x 1W x Vv Keterangan: N = Jumlah plankton per ml individu ml -1 T = Luas penampang S-R 50 x 20 mm 2 L = Luas satu lapang pandang 2,404 mm 2 V = Volume air contoh yang tersaring 30 ml v = Volume konsentrasi dalam S-R 1 ml W = Volume air yang disaring 40 l P = Jumlah fitoplankton yang diamati rata-rata P = Jumlah lapang pandang yang diamati 10 buah

G. Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan

Kualitas substrat kolam pemeliharaan diuji pada akhir kajian, beberapa parameter yang diukur meliputi tekstur persentase pasir, debu dan liat dengan metode titrimetrik serta kandungan ion Ca, Mg, karbonat dan bikarbonat dengan spektrofotometer AAS. Parameter yang Diamati Terdapat 16 parameter untuk mengukur pengaruh beban terhadap stress, respon makan, dan kelangsungan hidup dan pertumbuhan kijing serta kualitas air dan substrat kolam, yaitu laju konsumsi oksigen, laju metabolisme basal, kadar glukosa hemolimf, panjang dan diameter sel batang mantel, tingkat konsumsi pakan, tingkat metabolisme rutin, kadar kalsium hemolimf, survival rate, laju pertumbuhan bobot rataan harian dan panjang total rataan harian, persentase pelapisan mutiara, ketebalan lapisan mutiara, kapasitas total mutiara dan kadar kalsium soft tissue serta parameter fisika, kima dan biologi air dan substrat kolam pemeliharaan. Keterangan rinci mengenai parameter-parameter berikut metode, alat dan bahannya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter yang diamatidiukur, metode pengamatan serta alat dan bahan yang digunakan No. Parameter Metode pengamatan Alat dan bahan 1. Laju konsumsi O 2 Metode selisih DO 4 botol plastik gelap 200ml, DO meter 2. Laju metabolisme basal Konversi energi dari laju konsumsi O 4 botol plastik gelap 200ml, DO meter 2 3. Glukosa hemolimf Metode GOD-PAP Enzymatic Colorimetric Test for Glucose Method without Deproteinisation Sentrifuge 3500 rpm, Natrium sitrat 3,8 Spektrofotometer 4. Pengamatan histologi mantel BNF dengan pewarnaan HE Mikroskop elektrik 5. Tingkat konsumsi pakan Index of Stomach Content Gelas volumetrik 6. Laju metabolisme rutin Konversi energi dari laju konsumsi O 4 botol plastik gelap 200ml, DO meter 2 7. Ca hemolimf Flameless atomic Absorption Spectrophotometry Spektrofotometer AAS 8. Survival Penghitungan manual Counter 9. Pertambahan bobot daging Penimbangan awal akhir Neraca digital 10. Pertambahan panjang cangkang Pengukuran visual Kaliper digital 11. Persentase pelapisan mutiara Penghitungan manual Counter 12. Pengukuran ketebalan mutiara Mikroteknik Mikroskop elektrik 13. Kapasitas total mutiara Mikroteknik Mikroskop elektrik 14. Ca jaringan lunak tubuh Flameless atomic Absorption Spectrophotometry Spektrofotometer AAS 15. Fisika, kimia dan biologi perairan Titimetrik dan individual counting Peralatan titrasi, mikroskop 16. Tekstur substrat dan kandungan Ca, Mg, CO 3 serta HCO 3 Titrimetrik Peralatan titrasi Analisis Data Statistika Data hasil kajian survival dan pertumbuhan serta proses pelapisan mutiara dianalisis dengan sidik ragam ANOVA. Untuk melihat pengaruh utama perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut Tukey, pada tingkat selang kepercayaan 5. Analisis interaksi antara jumlah dengan diameter inti dilakukan dengan uji lanjut kontras polinomial ortogonal, pada tingkat selang kepercayaan 5. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 17 for Windows. Data hasil pengamatan yang berisi dua variabel, dianalisis dengan regresi linear Y = a + bx, sedangkan interaksi antara jumlah dan diameter inti yang dianalisis dapat berupa pola liniear, kuadratik ataupun kubik. Analisis ini digunakan dengan tujuan untuk memprediksi atau menaksir besarnya pengaruh kuantitatif dari suatu perlakuan terhadap hewan uji Sulaiman, 2004. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Pengaruh Beban Jumlah dan Diameter Inti terhadap Tingkat Stress A. Metabolisme Basal

Respons organisme akuatik terhadap jumlah dan diameter inti dapat diketahui melalui tingkat energi yang dibelanjakan untuk metabolisme. Pengelolaan pembelanjaan energi secara positif adalah prasyarat bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup individu dan hal ini dapat menjadi kriteria penting untuk mengevaluasi adanya pengaruh perlakuan Smaal dan Widdows 1994. Pada hewan air, besarnya energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dapat diestimasi melalui pengukuran laju konsumsi oksigen. Hasil pengukuran laju konsumsi oksigen kijing dengan jumlah inti dan diameter berbeda selama masa pemeliharaan 9 bulan dapat dilihat pada Lampiran 1A. Oksigen merupakan salah satu parameter yang sangat dibutuhkan untuk mengoksidasi nutrient agar dihasilkan energi bebas pada proses katabolisme di dalam sel. Energi bebas ini dibutuhkan untuk berbagai proses kontraksi seljaringanorgan seperti kontraksi jantung, mulut, saluran pencernaan dan lain-lain. Oksigen yang ada di perairan berasal dari hasil fotosintesa fitoplankton dan tumbuhan air yang hidup di badan air serta hasil difusi oksigen dari udara melalui permukaan air. Kandungan oksigen terlarut di perairan terkait dengan suhu dan alkalinitas dan kelarutan gas-gas lain. Pada suhu dan alkalinitas yang tinggi maka kelarutan oksigen di perairan menurun dan demikian juga sebaliknya. Seperti halnya suhu, kandungan oksigen terlarut di perairan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perubahan kandungan oksigen ini harus disikapi oleh organisme air melalui proses penyesuaian atau pengaturan Affandi et al. 2009. Kandungan oksigen terlarut di perairan akan mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen oleh organisme air. Pada kisaran toleransi, tingkat konsumsi oksigen meningkat dengan meningkatnya kandungan oksigen di perairan dan mencapai nilai maksimum ketika dicapai konsentrasi optimum. Di atas konsentrasi optimum, tingkat konsumsi oksigen oleh organisme air relatif konstan. Oksigen yang telah berada di dalam tubuh oksigen diikat oleh haemoglobin pada sel hemolimf merupakan oksigen yang tersedia untuk digunakan pada proses katabolisme proses oksidasi nutrien agar dihasilkan energi. Energi yang dihasilkan dari proses katabolisme antara lain akan digunakan untuk proses mencerna dan menyerap makanan, mengkonsumsi makanan dan mengaktivasi proses-proses anabolisme yang mempengaruhi pertumbuhan Affandi et al. 2009. Kadar oksigen terlarut air kolam berkisar antara 4,69 hingga 5,32 mgl -1 berada pada kisaran toleransi kijing, sehingga dapat digunakan secara optimum pada proses katabolisme oksidasi nutrien untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan dari proses katabolisme tersebut dimanfaatkan kijing untuk mengkonsumsi pakan dan proses-proses anabolisme. Selanjutnya proses-proses tersebut meningkatkan laju pertumbuhan bobot soft tissue , bobot dan panjang cangkang kijing, proses pelapisan serta ketebalan lapisan mutiara. Kandungan oksigen terlarut di perairan terkait dengan suhu dan alkalinitas dan kelarutan gas-gas lain. Kisaran suhu 25,10 - 25,90 o C dan alkalinitas air kolam 90,65 - 99,70 mgl -1 Menurut hasil analisis varian lampiran 1B menunjukkan bahwa jumlah dan diameter inti berpengaruh nyata terhadap laju konsumsi oksigen P 0,05 dan tidak terdapat pengaruh interaksi P 0,05 antara jumlah inti dengan diameter inti. Perlakuan I jumlah inti dua per individu dan diameter 10 mm memiliki nilai laju konsumsi oksigen tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil analisis regresi Lampiran 1C, respons laju konsumsi oksigen Y terhadap jumlah inti X, berbentuk linear negatif dengan persamaan: Y = -18,75x + 97,98 dengan R berada pada kondisi ideal bagi pemeliharaan kijing sehingga menjamin kelarutan oksigen di perairan. 2 Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pembelanjaan energi untuk metabolisme basal C-J g = 0,96. Artinya, bahwa terdapat hubungan yang erat antara laju konsumsi oksigen dengan jumlah inti yang diimplantasi. Nilai laju konsumsi oksigen kijing menurun dengan semakin meningkatnya jumlah inti. -1 jam -1 Rosas et al. 2001 mengemukakan bahwa pakan dengan rasio energi optimum menggambarkan titik keseimbangan antara jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme basal dan pertumbuhan. Kadar nutrien dalam pakan juga mempengaruhi kijing tertinggi terjadi pada jumlah 6 inti per individu dengan diameter 12 mm. Terlihat kecenderungan bahwa semakin besar jumlah dan diameter inti maka semakin meningkat laju metabolisme basal Gambar 21 dan Lampiran 1D. pertumbuhan dan keseimbangan antara protein dan energi untuk pertumbuhan adalah salah satu kunci mendapatkan pakan yang sesuai. Pakan yang kekurangan energi akan menyebabkan sebagian besar protein pakan digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan metabolisme. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi dapat menyebabkan pakan yang dimakan berkurang dan penerimaan nutrien lainnya termasuk protein yang diperlukan untuk pertumbuhan juga berkurang Satpathy et al. 2003; Jobling et al . 2001. Gambar 21 Metabolisme basal C-J g -1 jam -1 0, 2, 4 dan 6 inti per individu dan diameter 10 dan 12 mm selama kijing yang diimplantasi dengan perlakuan pemeliharaan Pada keadaan tersedia makanan, hewan air akan mengkonsumsi makanan hingga memenuhi kebutuhan energinya, demikian juga halnya dengan kijing. Smith 2001 menyatakan bahwa bila 100 kalori dihasilkan dari pencernaan, maka 80 diantaranya siap digunakan oleh hewan air. Jika 40 kalori digunakan untuk metabolisme basal maintenance, maka 40 kalori sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan produksi gamet. Laju metabolisme basal kijing antar perlakuan, nilainya meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah inti. Namun bila dibandingkan dengan kontrol, implantasi 2 inti menurunkan laju metabolisme basal hingga 13 dan implantasi 4 inti menurunkan hingga 10 , sedangkan implantasi 6 inti hanya menurunkan 8 saja.

B. Kadar Glukosa Hemolimf