akan diuji, dipotong melingkar dengan diameter 10 mm kemudian dimasukkan ke dalam alat.
Alat dinyalakan kemudian dilakukan pemanasan sumber radiasi hingga suhu antara 1500 dan 2000 K. Senyawa-senyawa
pada sampel akan menyerap radiasi infra merah yang dihasilkan kemudian dikonversi ke dalam energi rotasi dan vibrasi molekul.
Detektor pada spektrofotometer infra merah akan mengukur besarnya energi tersebut yang kemudian direkam sebagai
spektrum infra merah yang menghasilkan puncak-puncak absorbsi dengan intensitas rendah hingga tajam. Spektrum infra merah ini
menunjukkan hubungan antara absorbsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang. Nilai absorbsi pada
panjang gelombang tertentu akan menunjukkan gugus fungsi yang terdapat pada sampel tersebut. Identifikasi gugus fungsi dilakukan
berdasarkan tabel identifikasi gugus fungsi menurut Nur dan Adijuwana 1989.
v. Sifat Termal ASTM D3418-99
Analisa sifat termal meliputi titik leleh melting point, T
m
dan suhu transisi kaca glass transition temperature, T
g
. Analisa dilakukan di Sentra Teknologi Polimer STP, kawasan Puspiptek,
Serpong. Alat yang digunakan adalah Differential Scanning Calorimetry DSC dengan merek Mettler Toledo. Pengujian
dilakukan berdasarkan standar ASTM D 3418-99. Pada alat DSC terdapat dua wadah yaitu satu wadah untuk
sampel dan satu lagi untuk substansi zat kontrol. Sampel sekitar 20 mg dimasukkan ke dalam wadah sampel kemudian dilakukan
pemanasan dari suhu -90
o
C hingga 200
o
C dengan kecepatan pemanasan 10
o
Cmenit. Temperatur tiap wadah dikontrol dengan sensor panas. Jika sampel menyerap panas pada saat transisi,
perubahan ini akan dideteksi oleh sensor, yang berdampak pada aliran panas yang besar untuk mengganti panas yang terserap.
Aliran panas ini kemudian direkam sebagai kurva DSC yang menunjukkan puncak-puncak absorbsi panas pada suhu tertentu.
Suhu-suhu saat
sampel menyerap
panas yang
akan diidentifikasikan sebagai titik leleh atau suhu transisi gelas
sampel. Identifikasi titik leleh dan suhu transisi gelas dilakukan berdasarkan Lafferty et al di dalam Rehm dan Reed 1988.
vi. Derajat kristalinitas Barham et al, 1984 dan Hahn et al, 1995
Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan dengan metode pendekatan. Metode ini didasarkan pada perubahan entalpi yang
terjadi saat tercapainya suhu pelelehan pada pengukuran titik leleh dengan DSC. PHA dengan derajat kristalinitas 100 akan
mempunyai perubahan entalpi titik leleh sebesar 146 Jg Barham et al, 1984. Dengan melakukan perbandingan perubahan entalpi
sampel uji dan PHA dengan kristalinitas 100 maka akan dapat diketahui derajat kristalinitas sampel uji. Menurut Hahn et al
1995, derajat kristalinitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Xc = Δ Hf Δ Ho x 100 Keterangan:
Xc = kristalinitas , Δ Hf = entalpi pelelehan sampel Jg,
Δ Ho = entalpi pelelehan PHB 100 kristalin 146 Jg
4. Analisa Data