HIDROLISAT PATI SAGU TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3. Tahap sintesis PHB dengan penggunaan enzim : 1 β-ketothiolase, 2 asetoasetil-CoA reduktase, 3 PHB polimerase. Zinn et al, 2001. Kandungan sel bakteri Ralstonia eutropha antara lain polipospat, glikogen, mesosom, serta PHA sebagai cadangan makanannya. Jenis komposisi polimer yang terbentuk dalam sel bakteri Ralstonia eutropha dipengaruhi oleh substrat yang digunakan Doi, 1990. Jenis polimer yang diproduksi oleh Ralstonia eutropha adalah homopolimer PHB dengan penggunaan glukosa maupun fruktosa sebagai substrat. Komposisi kopolimer 3-hidroksibutirat dan 3-hidroksivalerat 3HB-3HV dapat terbentuk dengan penggunaan asam propionik dan glukosa sebagai substrat Doi et al di dalam Dawes, 1990.

E. HIDROLISAT PATI SAGU

Produksi polimer biodegradabel dalam skala besar menjadi terbatas karena mahalnya substrat yang digunakan serta rendahnya produksi polimer. Hal ini menyebabkan PHA sebagai polimer biodegradabel tidak mampu bersaing dengan plastik sintesis di pasar komersial Yamane, 1993. Oleh karena itu dikembangkan berbagai cara untuk mendapatkan PHA dengan produksi yang tinggi namun menggunakan substrat yang murah. Hidrolisat pati sagu merupakan salah satu alternatif substrat yang baik untuk dikembangkan bagi produksi polimer biodegradabel PHA karena selain harga pati sagu yang murah, ketersediaan bahan tersebut di Indonesia juga banyak. Indonesia merupakan pemilik areal sagu terbesar di dunia dengan luas areal sekitar 1,128 juta ha atau 51,3 dari 2,201 juta ha areal sagu dunia. Namun dari segi pemanfaatannya Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan Malaysia dan Thailand yang masing-masing hanya memiliki areal sagu seluas 1,5 dan 0,2 Abner dan Miftahorrahman 2002. Jepang merupakan negara yang sudah memanfaatkan sagu sebagai bahan baku industri plastik biodegradabel Abner dan Miftahorrahman, 2002. Menurut Pandji 1988, sirup glukosa adalah suatu larutan kental yang diperoleh dari hidrolisa pati secara tidak sempurna dengan katalis asam atau enzim. Sirup glukosa dapat dihasilkan dari bahan-bahan pertanian yang mengandung pati seperti sagu, singkong, tebu, dan sebagainya. Pembuatan sirup glukosa pada prinsipnya merupakan penguraian polisakarida pati menjadi monosakarida. Pati tidak mempunyai rasa manis tetapi apabila unit- unit glukosa dibebaskan dari polimernya maka akan menimbulkan rasa manis. Pelepasan unit glukosa tersebut dilakukan dengan proses hidrolisis. Reaksi selama proses hidrolisa pati dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Reaksi hidrolisa pati Pandji, 1988 Pemecahan polisakarida menjadi glukosa dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap tersebut yaitu tahap likuifikasi dan tahap sakarifikasi. Likuifikasi adalah proses pencairan gel pati melalui hidrolisa pati menjadi molekul- molekul oligosakarida atau yang disebut dengan dekstrin. Sakarifikasi merupakan tahap lanjutan dari tahap likuifikasi untuk menghidrolisa pati atau oligosakarida menjadi glukosa yang mempunyai rasa manis. Pandji, 1988. Enzim α-amilase yang digunakan dalam tahap likuifikasi merupakan endoamilase, yaitu enzim yang memecah ikatan α-1,4 yang terletak di bagian dalam dari rantai polisakarida secara acak. Pemecahan ini menghasilkan glukosa, maltosa dan α-limit dekstrin, yaitu oligosakarida dengan empat atau lebih residu glukosa yang semuanya mengandung ikatan α-1,6. Tahap ini ditandai dengan menurunnya viskositas suspensi pati dan daya pewarnaan larutan yodium terhadap amilosa. Pengaruh pH terhadap kestabilan dan keaktifan enzim sangat penting. Enzim α-amilase dari Bacillus subtilis mempunyai pH optimum antara 5,8 – 6,0 Fullbrook di dalam Dzieldzic dan Kearsley, 1984. Glukoamilase atau amiloglukosidase atau AMG yang digunakan pada tahap sakarifikasi merupakan eksoenzim, yaitu enzim yang bekerja melepaskan unit glukosa secara berturut-turut dari ujung non reduksi pati. AMG mempunyai keaktifan optimal pada pH 4-5 dengan suhu 50-60 o C. Pada tahap sakarifikasi ini terjadi hidrolisis oligosakarida atau dekstrin menjadi glukosa. Tidak seperti liquifikasi yang hanya memakan waktu sekitar 60 menit, sakarifikasi biasanya memakan waktu yang lebih lama yaitu 24-96 jam Fullbrook di dalam Dzieldzic dan Kearsley, 1984.

F. PEMLASTIS

Dokumen yang terkait

Kajian Biodegradasi Bioplastik Poli-B-Hidroksialkanoat dengan Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat dan Dietil Glikol dalam Media Padat Buatan

0 11 77

Biodegradasi Bioplastik Poli-B-Hidroksialkanoat dengan Bahan Pemlastis Tributil Fosfat Pada Media Pendegradasi Padat dan Cair Buatan

0 4 73

Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3-Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia Eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftlat (DMF)

0 19 102

Produksi bioplastik poli-3-hidroksialkanoat (pha) oleh ralstonia eutropha menggunakan substrat hidrolisat pati sagu (metroxylon.sp) sebagai sumber karbon

0 34 2

Kajian Pengaruh Penambahan Dietilen Glikol sebagai Pemlastis pada Karakteristik Bioplastik dari Poli-Beta-Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstronia eutropha pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu

0 13 96

Pembuatan Bioplastik Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Yang Dihasilkan Oleh Rastonia Eutropha Pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu Dengan Pemlastis Isopropil Palmitat

1 12 98

Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Dalam Proses Biodegradasi Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Pada Media Air Secara Aerobik

2 35 109

Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat terhadap Proses Biodegradasi Bioplastik Poli- -hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi

2 14 76

Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat,Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda

4 44 85

Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat Dietil Glikol Dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda

0 8 79