Uji Mikrobiologi TPC Penelitian Utama
sop daun Torbangun pada kemasan gelas dan kaleng dapat dilihat pada Gambar 18 dan 19.
0.E+00 2.E+06
4.E+06 6.E+06
8.E+06 1.E+07
2 4
6 8
10 12
14 16
Lama penyimpanan hari Log J
um la
h k
o loni
m l
Suhu 5-8°C Suhu 10-12°C
Suhu Ruang
Gambar 18. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan gelas
0.E+00 2.E+06
4.E+06 6.E+06
8.E+06 1.E+07
2 4
6 8
10 12
14 16
Lama penyimpanan hari Lo
g j u
m la
h k ol
oni m
l
Suhu 5-8°C Suhu 10-12°C
Suhu Ruang
Gambar 19. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan CPET Tingginya kandungan air dan protein dari santan, menyebabkan santan
sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme pembusuk, sehingga tidak bisa disimpan lama dan memerlukan tindakan pengawetan. Pemanasan dapat
mengawetkan santan, tetapi dapat merusak bentuk emulsinya Cheosakul, 1967. Produk sop daun Torbangun yang memiliki umur simpan lebih panjang
didapatkan dengan menambahkan proses pasteurisasi terlebih dahulu pada suhu 75°C selama 20 menit. Produk santan yang dipasteurisasi dengan suhu 75°C
selama 20 menit memiliki umur simpan selama sebulan Suherly, 1984. Sesuai
dengan prinsipnya, pemilihan suhu pasteurisasi dilakukan untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi menyebabkan kerusakan seminimal
mungkin terhadap produk akibat panas Woodroof, 1975. Produk sop daun Torbangun yang di pasteurisasi pada suhu 75°C selama 20 menit masih dapat
mempertahankan mutu secara organoleptik. Pasteurisasi yang dilakukan terhadap produk yang dikemas dengan kemasan
gelas dan plastik tidak sepenuhnya mematikan mikroba, hanya mikroba patogen saja yang mampu dimusnahkan. Tingginya nilai total plate count yang terhitung
pada penyimpanan selama 16 hari menunjukkan bahwa proses pasteurisasi yang dilakukan terhadap kemasan gelas dan plastik masih belum optimal. Diperkirakan
masih ada mikroba yang tahan panas tidak mati dengan suhu pasteurisasi. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada produk kaleng berasam rendah yaitu :
i bakteri termofilik, seperti Bacillus stearothermofilus penyebab flat sour, Clostridium thermosacharolyticum penyebab hard swell, Clostridium nigrificans
penyebab sulfide spoilage dan ii bakteri Mesofilik, seperti Clostridium botulinum penyebab putrid swell, Clostridium sporogenes.
Pada produk pangan berasam rendah, kondisi anaerob pada kaleng adalah kondisi yang tepat bagi Clostridium botulinum untuk tumbuh, berkembang dan
membentuk racun. Bakteri jenis ini juga tahan panas dan membentuk spora. Masih tingginya jumlah koloni pada kemasan gelas dan plastik mengindikasikan
bahwa proses pasteurisasi yang dilakukan belum mampu menginaktivasi Clostridium botulinum. Walau demikian, proses pasteurisasi yang ditambahkan
pada proses pembuatan sop daun Torbangun ini telah menambah umur simpan produk hingga delapan hari untuk penyimpanan pada suhu rendah dan dua hari
untuk penyimpanan pada suhu ruang. Jumlah koloni yang terhitung pada hari ke delapan mencapai 10
5
, batas ini sesuai dengan SNI 01-3816-1995 tentang santan cair. Fitriah 2007 membuat produk sop daun Torbangun tanpa pasteurisasi dan
disimpan pada suhu rendah. Jumlah koloni yang terhitung dengan metode total plate count melebihi 1x10
5
pada penyimpanan selama tiga hari. Pertumbuhan mikroba selama penyimpanan mempengaruhi penampakan
fisik sop daun Torbangun yaitu terjadinya perubahan aroma serta pelunakan daun Torbangun didalam sop. Pertumbuhan mikroba tersebut akan menyebabkan
timbulnya pembusukan yang akan mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan menyebabkan pangan tidak aman untuk
dikonsumsi Singh, 1994. Muchtadi 1989 menjelaskan kerusakan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakan, terjadinya asam, terbentuknya
gas, lendir, busa dan lain-lain. Menurut Muchtadi 1989 bakteri, kapang dan khamir menyukai keadaan
hangat dan lembab. Suhu pertumbuhan untuk bakteri berbeda-beda. Kapang dan khamir mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhannya pada suhu 25-30°C
atau suhu kamar. Hal ini terlihat jelas pada hasil perhitungan koloni pada suhu ruang yang meningkat pesat untuk kemasan gelas dan kemasan CPET.
Jumlah koloni yang terhitung pada kemasan kaleng jauh lebih sedikit dibandingkan kemasan gelas dan kemasan CPET. Penyimpanan sop daun
Torbangun pada kemasan kaleng menunjukkan jumlah koloni yang negatif hingga penyimpanan hari ke enam, dan mulai menunjukkan hasil positif pada hari
selanjutnya. Rata–rata jumlah koloni yang tumbuh pada sop daun Torbangun sampai penyimpanan hari ke 22 adalah kurang dari 30 koloni per ml. Grafik
jumlah koloni sop daun Torbangun pada kemasan kaleng selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20 yang disajikan di bawah ini. Data lengkap nilai TPC
sop daun Torbangun dapat disajikan pada Lampiran 7.
10 20
30 40
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
22
Lama penyimpanan hari lo
g ju
m la
h k
o lo
n im
l
Suhu 5-8°C Suhu 10-12°C
Suhu ruang
Gambar 20. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan Kaleng Pasteurisasi pada sop daun Torbangun yang dikemas dengan kaleng
menunjukkan hasil yang baik, hal ini dapat dilihat jumlah koloni terhitung selama
penyimpanan hingga 22 hari yang rendah. Pasteurisasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan dingin dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Pasteurisasi membunuh bakteri psikrofilik, mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik. Menurut Frazier dan Westhoff 1967 bahan pangan yang disimpan
pada suhu refrigerator dengan suhu sekitar 10°C 50°F dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen dan memperlambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Pertumbuhan mikroba akibat absorpsi dan kontaminasi dari lingkungan dapat ditekan oleh penyimpanan pada suhu dingin. Penanganan produk selama
pengolahan juga turut mempengaruhi mutu produk. Menurut Muchtadi 1989 aktivitas biologis yang tidak diinginkan dalam bahan pangan, seperti aktivitas
enzim dan mikrobiologis, dapat dikurangi dengan pengolahan dalam suhu tinggi. Usaha meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme pada suatu produk juga dapat
dilakukan dengan penerapan higienitas pada seluruh proses pengolahan dan pengemasan. Produk diolah dengan suhu tinggi, kemasan disterilisasi sebelum
digunakan dan pengemasan produk dengan teknik hot filling. Jenis kemasan juga dapat mempengaruhi nilai TPC. Pada prinsipnya
kemasan yang baik merupakan kemasan yang dapat mencegah atau meminimalisir kontak antara produk dengan pengaruh lingkungan terutama udara dan uap air.
Kemasan yang memiliki permeabilitas rendah terhadap oksigen dapat memberikan perlindungan yang baik pula. Kemasan gelas merupakan kemasan
yang inert dan dapat memberikan perlindungan yang baik. Kemasan gelas yang digunakan pada penelitian ini dikombinasikan dengan tutup kaleng yang memiliki
gasket karet di bagian dalamnya sehingga memungkinkan penutupan yang hermetis. Kemasan gelas yang digunakan juga diberi perlindungan bagian luar
dengan plastik shrinkable heat plastik yang menyusut bila diberi panas yang terbuat dari plastik PET. Pertumbuhan mikroba selama penyimpanan diperkirakan
karena kurang optimalnya suhu pasteurisasi untuk membunuh mikroba yang terdapat dalam produk.
Kemasan CPET mampu memberikan perlindungan yang cukup baik namun tidak sebaik kemasan gelas. Kemasan CPET ini merupakan plastik dengan sifat
penahan yang baik terhadap oksigen dan uap air, serta baik untuk produk berlemak. Masuknya uap air dan oksigen ke dalam kemasan CPET diduga berasal
dari plastik segel, karena dalam penelitian ini, CPET digunakan sebagai wadah dan LDPE digunakan sebagai penutup segel.
Kemasan kaleng memberikan perlindungan yang baik terhadap pertumbuhan mikroba. Karena kemasan kaleng lebih hermetis dan mampu
memberikan kondisi vakum yang baik. Selain itu kemasan kaleng memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen dan uap air. Kaleng lebih mudah
ditangani dan aman untuk disterilisasi karena resiko pecah atau kemasan rusak sangat kecil. Produk sop daun Torbangun yang dipasteurisasi dan dikemas dengan
kemasan kaleng dapat memberikan nilai pertumbuhan mikroba yang rendah bila dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah.