Konsep Sistem Rakyat KESIMPULAN DAN SARAN

Besilam segera menjadi pusat perhatian. Namanya, seperti juga pendirinya, harum dan berwibawa. Tak hanya di Sumatera, nama tersebut berbinar hingga ke Malaysia sumber :http:naqsabandiah.blogspot.com200703sebuah-kampung-bernama-besilam.html 2.2 Sistem Orang Melayu hampir seluruhnya beragama Islam. Namun demikian, sisa-sisa unsur agama Hindu dan animisme masih dapat dilihat dalam sistem kepercayaan mereka. Islam tidak dapat menghapuskan seluruh unsur kepercayaan tersebut. Proses sinkretisme terjadi di mana unsur kepercayaan sebelum Islam ada secara laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini jelas dapat ditemukan dalam ilmu perbomohan Melayu pengobatan tradisional, dan dalam beberapa upacara adat. agama dan kepercayaan

2.3 Konsep Sistem Rakyat

2.3.1 Sistem Pemerintahan Masa pemerintahan Belanda dan Jepang pada masa pemerintahan Belanda, kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan kerajaan dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang- orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli pribumi berada ditangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh : 1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892 2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul JalikRakhmatsyah 1893-1927 3. Sultan Mahmud 1927-194546 Universitas Sumatera Utara Di bawah pemerintahan Kesultanan dan asisten residen struktur pemerintahan disebut Luhak dan di bawah luhak disebut kejuruan Raja kecil dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai Raja Kecil Karo yang berada di desa. Pemerintahan Luhak dipimpin secara pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruanDatuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan kesultanan di Langkat dibagi atas 3tiga kepala Luhak : 1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu : 1.1 Kejuruan Selesai 1.2 Kejuruan Bahorok 1.3 Kejuruan Sei Bingai 1.4 Distrik Kuala 1.5 Distrik Salapian Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku JambakT. Pangeran Ahmad. 2. Luhak Langkat Hilir. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu : 2.1 Kejuruan Stabat 2.2 Kejuruan Bingei 2.3 Distrik Secanggang 2.4 Distrik Padang Tualang 2.5 Distrik Cempa 2.6 Distrik Pantai Cermin 3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Temenggung Tengku Djakfar. Wilayah ini masih terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik : Universitas Sumatera Utara 3.1 Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji 3.2 Distrik pulau Kampai 3.3 Distrik Sei Lepan. Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih pemerintahan Jepang, namun system pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin olej Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945 Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera TimurNST yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidullah. Berdasarkan PP No.7 tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya Bupati Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi tiga kewedanan yaitu : 1.Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai 2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjungpura 3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah bupati serta asisten wedana camat sebagai perangkat akhir sumber :http:www.langkatkab.go.idse_sejarah.php. 2.3.2 Bagi masyarakat Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran mixed farming. masyarakat Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan masyarakat Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutama masyarakat Tionghoa.Tetapi kini telah banyak masyarakat Melayu yang berjaya dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli bidang hukum. Masyarakat Melayu telah ramai tinggal di bandar-bandar besar dan mampu memiliki kereta mewah dan rumah besar. Selain itu masyarakat Melayu juga sudah banyak mengecap pendidikan yang tinggi, dan sudah banyak menuntut ilmu di universitas dalam negeri maupun luar negeri. Sistem ekonomi 2.3.3 Dari segi kekeluargaan, masyarakat Melayu dibagi dua kelompok: Sistem kekeluargaan dan perkawinan 1. Yang mengamalkan sistem kekeluargaan dwisisi bilateral 2. Yang mengamalkan sistem kekeluargaan nasab ibu matrilineal system Tetapi disebabkan kedua-dua kelompok tersebut menganut agama Islam, maka sistem kekeluargaan Melayu itu banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan Islam. Universitas Sumatera Utara Orang Melayu melakukan perkawinan monogami dan poligami. Bentuk perkawinan endogami pipit sama pipit, enggang sama enggang, eksogami juga terjadi, malah di sebagian tempat diutamakan. Perkawinan campur juga ada. Semua perkawinan Melayu dijalankan mengikut peraturan dan undang-undang perkawinan Islam Mazhab Shafie. Basyarsyah dan Syaifuddin 2002 :59 mengatakan bahwa masing-masing komunitas Melayu Sumatera Timur, seperti di Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu mempunyai ciri istiadat perkawinan dan tata riasnya. Namun ciri itu tidak memberi pengaruh terhadap keutuhan makna filosofis keutuhan kesatuan diantaranya. Pengaruh Hindu dan Budha beransur-ansur telah terkikis karena kekukuhan Islam dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur. Di dalam upacara perkawinan Melayu menggunakan alat-alat dan perlengkapan seperti ramuan sirih tepak sirihpuan, tepung tawar serta balai. Dalam istiadat perkawinan,jika dalam keluarga terdapat sudah seorang anak gadis atau pemula yang akil balik tibalah saatnya untuk mempercepat agar ia berumah tangga, apalagi telah mendekati umur 20 tahun karena umurnya gadis-gadis Melayu zaman dulu kawin sebelum berumur 20 tahun. Perkawinan bagi masyarakat Melayu Sumatera Timur bukanlah hanya ssekedar kebutuhan biologi manusia, tetapi merupakan pelaksanaan syari’ah Islam dan kegiatan sosial yang besar. Dahulu beberapa hari sebelum peristiwa besar itu berlangsung,semua handai tolan dan sanak keluarga telah berkumpul di tempat pesta adat akan berlangsung. Karena peristiwa-peristiwa juga merupakan bersatunya dua keluarga menjadi satu keluarga yang lebih besar dan terkadang juga merupakan perwujudan satu peristiwa politik mengenai perkawinan putera puteri raja-raja, maka berbagai kegiatan-kegiatan seni seni hias, seni ukir, sulaman dan lain-lain, diperagakan di sini oleh yang orang tua-tua dan Universitas Sumatera Utara kemudian menjadi pedoman bagi generasi yang muda Basyarsyah dan Syaifuddin ,2002 : 62. Dalam masyarakat Melayu di desa Besilam, sistem perkawinan dilakukan dengan cara yang sama seperti masyarakat Melayu lainnya tetapi yang berbeda adalah istiadat di desa tersebut yang melarang adanya hiburan-hiburan seperti nyanyi dengan menggunakan musik keybord tetapi hanya dengan menyanyikan shalawat dan barzanji serta marhaban yang dinyanyikan oleh ibu-ibu perwiritan di desa Besilam.

2.4 Sosial budaya masyarakat Babusalam terhadap senandung