4.3 Nilai Keseimbangan balance
Keseimbangan dalam puisi adalah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian puisi, baik dalam ukuran maupun bobotnya, harus sesuai atau seimbang dengan faal atau fungsinya.
Keseimbangan ini harus benar-benar sesuai agar dapat dibedakan antara yang utama dengan yang tidak utama Ritonga, 2000 : 41.
Pada senandung Babussalam keseimbangan itu terlihat dari fungsi sampiran dan isinya. Seperti diketahui bahwa sampiran adalah sebagai “kata pembuka” saja dalam puisi
Melayu, begitu pula dalam senandung Babussalam. Sedangkan isi merupakan maksud dan tujuan atau inti pembicaraan dari senandung tersebut. Fungsi tersebut sangat berbeda pada
senandung Babussalam, sampiran benar-benar berfungsi sebagai pembuka, sedangkan isi sebagai inti pembicaraan. Ini terlihat pada bait berikut :
Bila waktu sholatkan sampai Dari menara kumandang munajat
Suaranya merdu lemah gemulai Mohon selamat dunia akhirat
SB : bait 7 Pada contoh di atas sampiran terdapat pada baris pertama dan kedua yaitu kata-kata ”bila
waktu sholatkan sampai dan dari menara kumandang munajat”. Sampiran ini hanya merupakan kata pembuka dari bait tersebut. Sampiran tersebut hanya berfungsi sebagai
pengantar masalah yang hendak disampaikan penyair yang terdapat pada baris isi. Kata- kata dan makna yang terkandung dalam sampiran tidak boleh lebih berbobot dibandingkan
dengan kata-kata yang terdapat pada isi karena jika berbobot maka fungsinya tidak lagi sebagai sampiran tetapi sebagai isi.
Universitas Sumatera Utara
Lain halnya dengan isi, fungsinya adalah menjadi inti dari pembicaraan atau penyampai maksud dari penyair sehingga maknanya harus lebih berbobot dari sampiran.
Kata-kata isi yakni suaranya merdu lemah gemulai dan mohon selamat dunia akhirat lebih bermakna dibandingkan dengan kata-kata yang terdapat pada sampiran. Kalimat dalam isi
memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalimat pertamabaris ketiga mendukung informasi yang hendak disampaikan pada kalimat kedua baris keempat
sehingga membentuk satu kesatuan makna. Keseimbangan juga dapat dilihat dari kesesuaian perbandingan antara sampiran
dengan isi. Perbandingan yang digunakan dalam sampiran juga harus tepat benar sehingga terdapat keseimbangan bentuk dan bobot. Begitu pula dalam isi, perbandingan harus benar-
benar dapat menjadi inti masalah yang hendak disampaikan oleh penyair. Dalam senandung Babussalam, keseimbangan seperti ini benar-benar diterapkan sehingga menghasilkan
keindahan dalam setiap baitnya, seperti pada kutipan bait berikut : Ia sempat difoto Belanda
Gambar dikirim ke Sultan Langkat Tersirap semangat Tuan Baginda
Ternyata foto wali keramat SB : 11
Pada sampiran di atas yang berisikan kata-kata ia sempat difoto Belanda dan gambar dikirim ke Sultan Langkat memiliki keseimbangan bandingan antara baris pertama
dengan baris kedua. Baris pertama menceritakan tentang Syekh Abdul Wahab Rokan yang difoto oleh Belanda, baris kedua menceritakan tentang foto Syekh Abdul Wahab yang
dikirim ke Sultan Langkat. Ada keseimbangan penceritaan di dalamnya yakni mengambil perbandingan antara foto yang diambil oleh Belanda dan yang kemudian dikirim ke Sultan
Langkat. Keseimbangan bandingan pada sampiran tersebut sesuai dengan perbandingan
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat pada isi, yakni menceritakan reaksi dari Sultan Langkat yang menerima hasil foto dari Belanda yang merupakan foto dari Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal itu tergambar
pada kata-kata yang terdapat pada baris ketiga dan keempat yaitu tersirap semangat Tuan Baginda dan ternyata foto wali keramat. Keseimbangan itu terlihat dari baris ketiga yakni
menceritakan reaksi dari Sultan Langkat yang sangat semangat menerima foto Syekh Abdul Wahab Rokan, hal ini yang terdapat pada bait keempat. Baris ketiga menceritakan tentang
sebab dan baris keempat menceritakan tentang akibat, yakni menceritakan semangat dari Sultan Langkat yang menerima hasil foto yang ternyata foto itu adalah Foto syekh Abdul
Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandi.
4.4 Fokus atau tekanan yang tepat