Teori Struktural Landasan Teori

dengan estetika namun masih berkaitan tentang senandung. Kemudian Juliaty Ritonga pada tahun 2000, senandung yang ditelitinya yaitu Senandung Panai. Penelitiannya ditulis dalam bentuk skripsi yang berjudul : Nilai-Nilai Estetis Dalam Senandung Panai Masyarakat Melayu Panai Kab. Lab.Batu. Dalam skripsinya Juliaty mendeskripsikan senandung Panai mempunyai nilai-nilai estetis antara lain nilai kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan fokus atau penekanan yang lebih ditekankan tentang daerah Panai itu sendiri. Penulis dalam penelitian ini mengkaji senandung Babussalam yang terdapat di desa Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.

1.6 Landasan Teori

Dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan suatu landasan teori yang kokoh, agar penelitian itu dapat mengarah pada tujuan seperti yang telah ditetapkan. Di samping itu, dengan adanya landasan teori yang kokoh, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam menganalisis senandung Babussalam, penulis menggunakan teori estetika keindahan. Sedangkan dalam pelaksanaannya pertama dengan teori stuktur. Berikut akan dipaparkan kedua teori tersebut.

1.6.1 Teori Struktural

Dibidang ilmu sastra, penelitian struktural dirintis jalannya oleh kelompok peneliti Rusia antara 1915 dan 1930. Mereka biasanya disebut kaum formalis dengan tokoh utama Jakobson, Shklovsky, Eichenbaum, Tynjanov dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Yang penting menurut kaum formalis ialah sesuatu yang dalam bahasa Rusia disebut priëm devices, prosede atau sarana dibidang bunyi rima,matra,irama, aliterasi, dan asonansi, tetapi pula dibidang morfologi, sintaksis, dan semantik. Pada awalnya para formalis terutama memperhatikan priëm secara lepas dan individual; tetapi kemudian mereka maju keanggapan bahwa karya merupakan sistem sarana. Karya sastra seluruhnya dipandang sebagai tanda, lepas dari fungsi referensial atau memetiknya. Karya sastra menurut anggapan mereka menjadi tanda yang otonom, yang hubungannya dengan kenyataan bersifat tak langsung. Sebuah karya sastra, fiksipuisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah, Abrams dalam Nurgiyanto, 2001:46. Hawkes Dalam Pradopo,2000 :119 mengatakan bahwa: Pengertian tentang struktur tersusun atas tiga gagasan kunci, yakni ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri self regulation : Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian – bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri diluar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur – prosedur transformasional, dalam arti bahan – bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya. Pada prinsipnya analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh Teeuw,2003:112. Universitas Sumatera Utara Pendekatan struktural hadir karena bertolak dari asumsi dasar yakni bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri, terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti maka yang harus dikaji dan diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antara aspek yang mampu membangunnya menjadi sebuah karya sastra, Semi, 1990: 67. Sedangkan untuk bidang puisi yang dikaji adalah struktur pembentuk luar fisik dan struktur pembentuk dalam batin seperti diksi, majas, versefikasi, tema, nada, rasa, dan amanat serta hubungan yang harmonis antara kedua unsur pembentuk tersebut fisik dan batin,Sumardjo dan KM, 1986 : 125-127. Sementara itu ilmu sastra berkembang terus, dan pendekatan otonom atau strukturalis ternyata tidak kebal terhadap perubahan dari dalam ataupun dari luar. Kelemahan pendekatan struktural terutama berpangkal pada empat hal : a. New Critism secara khusus, dan analisis struktur karya sastra secara umum, belum merupakan teori sastra, malahan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap,bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu. b. Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah. c. Adanya struktur yang objektif pada karya makin disangsikan peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan segala konsekuensinya untuk analisis struktural. d. Analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga menghilangkan konteks dan fungsinya, sehingga karya itu di menaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya. Universitas Sumatera Utara Tetapi struktur pada tataran bahasa sebagai sistem, sebagai kompetensi, dengan istilah Chomsky, lain sekali halnya. Untuk itu dapat dimanfaatkan definisi Jean Piaget, yang menurut parafrase Hawkes menunjukkan tiga aspek konsep struktur : a. ”The idea of wholeness, internal coherence: its constituent parts will conform to a set of intrinsic laws which determine its nature and theirs; b. The idea of transformation: the structure is capable of transformation procedures, whereby new material is constantly processed by and thougt it; c. The idea of self-regulation: the structure makes no appeals beyond itself in order to validate its transformational procedures, it is sealed off referencesto other systems.” a. Gagasan keseluruhan, koherensi intrinsik, bagian-bagiannya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keselurukan struktur maupun bagian-bagiannya; b. Gagasan transformasi: yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru; c. Gagasan regulasi diri: struktur tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya; struktur itu otonom terhadap rujukan pada sistem-sistem lain; Hawkes, dalam Teeuw 1988:117 Analisis struktural karya sastra dalam hal ini senandung Babussalam dapat dilakukan dengan mengidentifikasian, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi unsur intrinsik senandung yang meliputi diksi,majas, citra,tema, nada, rasa, amanat.

I.6.2 Teori Estetika