53 9
Jika pemeriksaan dokumen memuaskan pihak inspektur sesuai dengan Common Veterinary Entry Document
CVED yang diterbitkan, maka consignment
tersebut dapat masuk ke Uni Eropa. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan gagal karena masalah mutu dan keamanan produk yang tidak
memenuhi syarat atau kandungan tertentu melebih batas yang diberlakukan, maka dilakukan salah satu dari dua pilihan yaitu: dikirim kembali re-export
atau dihancurkan destroyed. Berdasarkan Council Regulation EC No. 10052008 tanggal 28
September 2009 mengenai establishing a community system to prevent, deter, and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing,
Uni Eropa juga mewajibkan adanya catch certification atas semua produk perikanan hasil tangkapan dari laut
yang diekspor ke kawasan tersebut sejak 1 Januari 2010. Sertifikat hasil tangkapan ikan mencakup beberapa hal antara lain:
1 Sertifikasi hasil tangkapan merupakan persyaratan bagi produk perikanan,
termasuk produk olahannya yang masuk pasar Uni Eropa. 2
Sertifikasi diisi dan dilengkapi oleh eksportir yang telah memiliki approval number,
serta diajukan kepada competent authority, yaitu Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk divalidasi.
Hal ini berarti produk perikanan yang akan diekspor merupakan hasil tangkapan dari kegiatan yang telah memenuhi ketentuan pengolahankonservasi
perikanan.
6.2. Analisis Kasus Penolakan Ekspor Udang di Uni Eropa
Berdasarkan data yang dilansir oleh RASFF sejak 2004-2011, produk perikanan Indonesia menerima tiga notification oleh European-RASFF, yaitu
alert notification, information notification, dan border rejection notification. Alert
notification merupakan sebuah “pemberitahuan peringatan” atau “peringatan” di
pasar atau ketika tindakan cepat diperlukan, sedangkan information notification merupakan sebuah “pemberitahuan informasi” menyangkut suatu pangan atau
pakan di pasar negara yang memberitahukan dimana risiko telah diidentifikasi dan tidak memerlukan tindakan cepat. Border rejection notification merupakan
notification untuk produk pangan yang teridentifikasi membahayakan sebelum
masuk ke pasar Eropa atau mengalami penolakan di Eropa. Perkembangan jumlah
54 kasus produk perikanan yang menerima notification dari European-RASFF dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perkembangan Jumlah Kasus Produk Ikan dan Udang yang Menerima
Notification dari European-RASFF Tahun 2004-2011
Sumber: DG Sanco 2012, diolah
Berdasarkan Gambar 6, secara menyeluruh dapat dilihat bahwa jumlah kasus produk ikan dan udang yang menerima notification dari tahun 2004-2011
sudah mengalami penurunan. Ini menunjukkan bahwa standardisasi produk hasil perikanan Indonesia sudah semakin mendekati standar internasional. Dari tahun
2004-2011, produk ikan menerima notification sebanyak 149 kasus yang terdiri dari 61 persen notification information, 29 persen alert notification, dan 10 persen
border rejection notification. Berbeda dengan produk ikan, produk udang hanya
menerima notification sebanyak 34 kasus yang terdiri dari 82 persen information notification,
dan sisanya alert notification dan border rejection notification masing-masing sembilan persen.
Banyaknya produk yang menerima notification berupa information dan alert
berarti produk ikan dan udang diketahui memiliki masalah atau dapat membahayakan kesehatan setelah masuk ke dalam pasar di Uni Eropa, sedangkan
notification berupa border rejection berarti produk telah ditolak masuk ke pasar
Uni Eropa karena membahayakan kesehatan. Dari Gambar 6, khususnya untuk produk udang terlihat perkembangan yang baik dimana sejak tiga tahun terakhir
produk udang Indonesia hampir tidak menerima notification dari European- RASFF. Berbeda dengan produk ikan, meskipun sudah mengalami penurunan
5 10
15 20
25 30
35 40
45
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
J um
la h
k a
sus
Tahun
Ikan Udang
55 penerimaan notification selama tahun 2004-2011, namun notification yang
diterima tetap tergolong membahayakan, khususnya dari tahun 2008-2011 yang tercatat ada 11 kasus produk ikan yang menerima border rejection notification. Ini
berarti produk ikan Indonesia tidak bisa masuk ke Uni Eropa, dengan kata lain harus dihancurkan atau dikembalikan. Produk ikan yang teridentifkasi berbahaya
dan menerima notification oleh European-RASFF disebabkan oleh beberapa alasan yang diterima dari produk ikan tersebut. Alasan terjadinya notification
pada produk ikan asal Indonesia dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Perkembangan Jumlah Alasan Kasus Produk Ikan yang Menerima
Notification dari European-RASFF Tahun 2004-2011
Sumber: DG Sanco 2012, diolah
Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa notification yang diterima dari European-
RASFF adalah karena banyaknya produk ikan yang belum sesuai dengan standardisasi Uni Eropa. Alasan terbesar terjadinya notification dari tahun
2004-2011 pada produk ikan tersebut adalah karena produk ikan Indonesia melebihi batas kandungan logam berat seperti mercury dan cadmium. Untuk
alasan logam berat, setiap tahunnya Indonesia menerima notification karena produk ikan terdeteksi mengandung mercury ataupun cadmium. Pada periode
tersebut, Indonesia menerima notification adanya kandungan logam berat untuk produk ikan sebanyak 41 persen dari 169 total alasan yang diterima dari
European -RASFF, 10 persen karena alasan bahwa produk ikan Indonesia
5 10
15 20
25
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
J u
m la
h a
la sa
n
Tahun
mercury carbon monoxide treatment
histamine cadmium
poor hygienic state unauthorised substances malachite green, chrystal
violet, and leucomalachite green ohters
56 mengandung zat beracun yang dapat membahayakan kesehatan seperti histamine,
dan sisanya karena alasan proses seperti pengolahan, penangkapan, pengepakan, dll.
Jika dilihat perkembangannya dari tahun 2004-2011, alasan notification yang diterima Indonesia sudah banyak berkurang terutama mengenai standardisasi
proses seperti unauthorised substances malachite green, chrystal violet, and leucomalachite green,
poor hygienc, dan carbon monoxide treatment, namun untuk hal logam berat, produk ikan Indonesia masih terdeteksi adanya produk
ikan yang melebih batas maksimum. Adapun kasus notification yang diterima karena produk ikan terdeteksi logam berat seperti mercury dan cadmium pada
tahun 2008 adalah karena adanya kebijakan CD 2008660 yang ditetapkan Uni Eropa yang mengharuskan eksportir Indonesia melakukan pengujian terhadap
setiap komoditas perikanan. Kasus penolakan ini dikarenakan produk ikan Indonesia melewati batas maksimum kandungan logam berat untuk perikanan
tangkap. Meskipun sudah mengalami penurunan dari periode tahun 2004-2007, namun kasus notification yang diterima tetap harus menjadi perhatian khusus bagi
seluruh stakeholder, terutama karena masih ditemukannya produk ikan yang melebih batas kandungan logam berat.
Ikan dan produk perikanan lainnya secara umum diberikan regulasi atau peraturan yang sama, tetapi setiap produk bisa menerima alasan yang berbeda-
beda, tergantung pada penangananbudidaya untuk produk perikanan budidaya dan penangkapan untuk produk perikanan tangkap. Seperti halnya udang, produk
udang sebagai produk perikanan budidaya teridentifkasi berbahaya dan menerima notification
oleh European-RASFF disebabkan paling banyak karena alasan antibiotik. Kandungan antibiotik yang terkandung dalam produk perikanan
budidaya, khususnya udang telah menjadi perhatian khusus oleh Uni Eropa. Berbagai alasan lain sehingga terjadinya notification pada produk udang asal
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.
57
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Alasan Pasus Produk Udang yang Menerima
Notification dari European-RASFF Tahun 2004-2011
Sumber: DG Sanco 2012, diolah
Gambar 8 menunjukkan perkembangan penurunan kasus notification yang diterima oleh Indonesia untuk produk udang. Untuk alasan antibiotik seperti
prohibited substance chloramphenicol, nitrofuran metabolite furazolidone, dan
nitrofurazone, notification yang diterima menunjukan penurunan kasus. Pada
tahun 2004, notification yang diterima sangat tinggi, tetapi pada tahun selanjutnya notification
untuk alasan antibiotik semakin berkurang. Berbeda dengan produk ikan, produk udang lebih banyak mengalami penolakan dengan alasan yaitu
menggunakan zat yang dilarang seperti chloramphenicol dan nitrofuran serta alasan karena mengandung mikroorganisme seperti Vibrio parahaemolyticus.
Produk udang Indonesia dari Gambar 8 menunjukkan perkembangan yang baik dalam hal pemenuhan standardisasi yang sesuai dengan negara importir. Hal ini
terbukti bahwa pada tahun 2009-2011, Indonesia tidak menerima notification adanya produk yang membahayakan kesehatan. Adapun satu notification yang
diterima pada tahun 2010 hanya karena alasan proses yaitu poor temperature control
pada produk udang beku. Adapun kebijakan yang ditetapkan oleh Komisi Eropa terhadap produk
udang sebagai produk perikanan melalui CD 2010220, yang mewajibkan uji sampel bebas antibiotik terhadap paling sedikit 20 persen dari produk perikanan
budidaya di semua pelabuhan pintu masuk ke Eropa tidak mengakibatkan terjadi
1 2
3 4
5 6
7
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
J um
la h
A la
sa n
Tahun
Cadmium Prohibited subtance nitrofuran metabolite,
furazolidone and nitrofurazone Prohibited subtance chloramphenicol
Vibrio spp. Too high count of aerobic mesophiles
Other
58 notification
oleh European-RASFF. Data kasus notification pada Gambar 8 telah menunjukkan bahwa kebijakan CD 2010220 yang ditetapkan Uni Eropa terhadap
residu antibiotik ternyata tidak ditemukan. Kebijakan CD 2010220 dapat diajukan kepada Komisi Eropa oleh competent authority untuk segera dicabut
karena berdasarkan ketetapan yang disepakati bahwa apabila kebijakan yang ditetapkan sudah dipenuhi dalam waktu satu tahun maka kebijakan tersebut perlu
ditinjau ulang. Kasus notification yang terjadi untuk produk udang dan ikan Indonesia di
Uni Eropa dapat menjadi jawaban untuk melihat bahwa kebijakan yang diterapkan khususnya nontarif terkait Sanitary and Phytosanitary berpengaruh pada kinerja
ekspor udang dan produk perikanan Indonesia lainnya, dimana produk ekspor udang Indonesia telah memenuhi standar keamanan dan kesehatan konsumen di
pasar internasional, khususnya Uni Eropa. Selain itu, menurunnya jumlah kasus notification
untuk produk ikan dan udang yang diterima dari European-RASFF menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan para pelaku eksportir Indonesia
sudah baik dalam memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan oleh Uni Eropa. Berdasarkan hasil analisis penerapan kebijakan Uni Eropa dan kasus
notification yang di terima Indonesia oleh European-RASFF menunjukkan bahwa
setiap kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa untuk setiap produk udang dan perikanan yang masuk dari negara-negara eksportir memang haruslah dipenuhi
karena menyangkut kesehatan dan keamanan konsumen. Penurunan volume ekspor udang dan produk perikanan lainnya ke Uni Eropa tidak hanya semata-
mata karena peraturan yang ditetapkan Uni Eropa melainkan juga karena faktor produksi udang dan penanganan pada setiap produk perikanan. Sedikitnya kasus
notification dalam tiga tahun terakhir yang di terima Indonesia dari European-
RASFF terhadap produk udang harus dapat dipertahankan oleh seluruh
stakeholder. Mengadopsi ketentuan Uni Eropa mengenai zero tolerance terhadap
antibiotik berbahaya sangat penting sebagai standar mutlak bagi seluruh pelaku eksportir agar dapat meningkatkan kinerja ekspornya. Tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengadopsi hal tersebut adalah dengan mencermati secara intensif
setiap tahapan
dalam budidaya
udang baik
di tingkat
petambakpembudidaya hingga unit pengolah yaitu dengan melakukan farm
59 registration, farm inspection, feed quality control, farm monitoring,
dan raw materials control.
6.3. Kebijakan Pengembangan Ekspor Hasil Perikanan Indonesia