50 banyaknya pelaku eksportir yang mengganti tujuan ekspornya ke negara lain,
sehingga pada tahun 2010 terjadi penurunan volume ekspor udang ke Uni Eropa dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan analisis deskriptif tentang penerapan kebijakan Uni Eropa terhadap seluruh produk perikanan yang diimpor, seluruh kebijakan nontarif oleh
Uni Eropa haruslah dipenuhi oleh seluruh eksportir karena menyangkut kesehatan dan keamanan konsumen. Meskipun kebijakan yang ditetapkan oleh Uni Eropa
sangat ketat terhadap produk perikanan, khususnya udang yang adalah produk perikanan budidaya, namun pasar Eropa masih tetap prospektif untuk terus
dimasuki oleh negara-negara pengekspor udang di dunia seperti Indonesia. Ketetapan adanya zero tolerance yang diangkat oleh Uni Eropa terhadap produk
udang budidaya akan antibiotik seharusnya tidaklah menjadi masalah bagi pelaku- pelaku eksportir jika ingin memasuki pasar Eropa. Bagi Indonesia, adanya zero
tolerance harusnya membawa seluruh stakeholder untuk mencermati secara
intensif setiap tahapan dalam budidaya udang di tingkat petambakpembudidaya hingga unit pengolah.
6.1.3. Penerapan Kebijakan Adminstratif di Uni Eropa
Masalah lain yang dapat menjadi hambatan bagi produk ekspor hasil perikanan adalah masalah yang berkaitan dengan administrasi. Alasan yang paling
umum menjadi hambatan administratif adalah approval number, health certificate,
dan competent authority. Mengenai health certificate, Komisi Eropa menetapkan bahwa setiap eksportir harus dilengkapi dengan dua health certificate
yaitu: 1 Health certificae atau sertifikat kesehatan produk perikanan eskpor untuk tujuan konsumsi manusia yang dikeluarkan oleh BalaiLaboratorium
Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan 2 Health certificate atau sertifikat kesehatan produk perikanan ekspor untuk hama dan penyakit ikan atau
media pembawanya yang dikeluarkan oleh Stasiun Karantina, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang biasanya berlokasi di lingkungan pelabuhan umum
atau bandar udara. Eksportirpengolahunit pengolahan juga harus dilengkapi Sertifikat
Kelayakan Pengolahan SKP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP merupakan dokumen yang menyatakan bahwa unit pengolahan tempat produk perikanan
51 diolah telah memenuhi standar kelayakan dasar penangananpengolahan ikan atau
Good Manufacturing Practices GMP, dan prosedur standar sanitasi atau
Standard Sanitation Operating Procedures SSOP. Dalam proses mendapatkan
SKP, maka Dinas Perikanan dan Kelautan berkewajiban untuk melakukan kegiatan penilikan awalprainspeksi preinspection atau dapat diistilahkan pra-
SKP. Hal ini merupakan pembinaan terhadap perusahaanunit pengolahan ikan sebelum institusi teknis yaitu Direktorat Standarisasi dan Akreditasi, Ditjen P2HP
melakukan penilikaninspeksi SKP lebih lanjut. Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP merupakan salah satu persyaratan bagi unit pengolahan ikaneksportir
pengolah dalam memperoleh health certificate yang diterbitkan oleh LPPMHP. Selain persyaratan SKP, eksportir produsenpengolah juga harus memiliki
surat keterangan validasi HACCP Hazard Analysis Critical Control Points apabila melakukan eskpor produk perikanan ke Amerika Serikat, Uni Eropa, dan
Jepang. Khusus untuk ekspor ke Uni Eropa, eksportir harus dilengkapi dengan approval number
yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa atas usulan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan sebagai
Otoritas Kompeten Competent Authority. Persetujuan approval izin ekspor yang diberikan oleh Komisi Eropa kepada para eksportir ternyata hanya diberikan
kepada perusahaan eksportir yang sudah dianggap qualified-fulfiling the equivalence conditions for production and plecing on the market
dan bukan diberikan kepada semua perusahaan di suatu negara. Selanjutnya, Komisi Eropa
akan memberikan informasi daftar perusahaan yang layak ekspor list of authorized countries
kepada publik melalui website dan dokumen publik lainnya. Hingga tahun 2011, jumlah unit pengolaheksportir produk perikanan Indonesia
yang telah mempunyai approval number adalah 189 unit. Produk hasil perikanan Indonesia umumnya ditolak karena unit pengolah eksportir yang bersangkutan
belum mempunyai approval number yang dikeluarkan Komisi Eropa. Tahapan Pengawasan secara administratif hasil perikanan yang masuk
impor ke Uni Eropa dapat dilihat sebagai berikut KKP, 2010: 1
Competent authority negara pengirim menghubungi Komisi Eropa untuk memohon persetujuan approval number of fisheries establishments atau
perusahaaneksportir hasil perikanan.
52 2
Approval number yang diusulkan, jika diterima atau ditolak akan diterbitkan dalam official journal dari European Community dan disebarkan secara
elektronik ke semua member states. 3
Melalui commission decision ditetapkan format health certificate dan list of establishments
unit pengolahan yang disetujui telah mendapat approval number
. 4
Competent authority dari negara pengirim menerbitkan health certificate dan stempel yang dikeluarkan oleh commission decision.
5 Komisi Eropa melalui Food and Veterinary Office FVO, Directorate
General of Consumer Protection DG Sanco melakukan kunjungan ke
negara pengirim baik member states maupun negara ketiga untuk misi inspeksi sistemstandar higienis apakah ekuivalen dengan peraturan Uni
Eropa. 6
Prosedur ekspor harus masuk mealalui pos pengawasan perbatasan Border Inspection PostBIP.
7 BuyerImporter di negara Uni Eropa harus memberitahu kepada BIP tentang
kedatangan Consignment dalam kurun waktu 24 jam melalui laut dan enam jam melalui udara.
8 Official fish inspector atau official veterinary surgeon melakukan
pemeriksaan seperti diuraikan berikut: a.
Documentary check pengecekan dokumen adalah memeriksa dokumen- dokumen terkait dengan pengiriman barangproduk, termasuk certificate
of origin dan health certificate.
b. Identity check identifikasi dokumen adalah pengecekan visual untuk
melihat kecocokan dan konsistensi antara dokumen-dokumen dan produk-produk, termasuk dokumen lain seperti certificate of origin,
approval number, dll.
c. Physical check Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan produk yang
dilakukan oleh fishveterinary inspector sendiri BIP seperti organoleptik,
pengepakan dan
pengemasan packaging
, suhu
temperature, dan atau memungkinkan mengambil contoh dan menguji ke laboratorium sampling and laboratory testing.
53 9
Jika pemeriksaan dokumen memuaskan pihak inspektur sesuai dengan Common Veterinary Entry Document
CVED yang diterbitkan, maka consignment
tersebut dapat masuk ke Uni Eropa. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan gagal karena masalah mutu dan keamanan produk yang tidak
memenuhi syarat atau kandungan tertentu melebih batas yang diberlakukan, maka dilakukan salah satu dari dua pilihan yaitu: dikirim kembali re-export
atau dihancurkan destroyed. Berdasarkan Council Regulation EC No. 10052008 tanggal 28
September 2009 mengenai establishing a community system to prevent, deter, and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing,
Uni Eropa juga mewajibkan adanya catch certification atas semua produk perikanan hasil tangkapan dari laut
yang diekspor ke kawasan tersebut sejak 1 Januari 2010. Sertifikat hasil tangkapan ikan mencakup beberapa hal antara lain:
1 Sertifikasi hasil tangkapan merupakan persyaratan bagi produk perikanan,
termasuk produk olahannya yang masuk pasar Uni Eropa. 2
Sertifikasi diisi dan dilengkapi oleh eksportir yang telah memiliki approval number,
serta diajukan kepada competent authority, yaitu Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk divalidasi.
Hal ini berarti produk perikanan yang akan diekspor merupakan hasil tangkapan dari kegiatan yang telah memenuhi ketentuan pengolahankonservasi
perikanan.
6.2. Analisis Kasus Penolakan Ekspor Udang di Uni Eropa