Perumusan Masalah Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional di Uni Eropa dan Pengaruhnya Terhadap Ekspor Udang Indonesia

6 Tabel 5. Kontribusi Ekspor Udang Indonesia Terhadap Kebutuhan Impor Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa Tahun 2002 – 2008 Tahun Jepang Amerika Serikat Uni Eropa Volume ribu ton Trend Volume ribu ton Trend Volume ribu ton Trend 2002 59,62 - 16,84 - 16,11 - 2003 60,24 0,01 21,90 0,30 24,10 0,50 2004 49,28 -0,18 40,54 0,85 24,35 0,01 2005 48,05 -0,02 50,70 0,25 27,18 0,12 2006 50,58 0,05 61,24 0,21 35,23 0,30 2007 40,33 -0,20 60,40 -0,01 28,85 -0,18 2008 39,58 -0,02 80,48 0,33 26,83 -0,07 Rata-rata Pertumbuhan 49,67 -0,06 47,44 0,32 26,09 0,11 Sumber: BPS 2009, diacu dalam Setiyorini 2010, diolah Tabel 5 menunjukkan kontribusi ekspor udang Indonesia terhadap kebutuhan impor di tiga negara importir utama komoditas udang. Pemenuhan kebutuhan impor udang di Uni Eropa memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 11 persen, namun kontribusi Indonesia terhadap kebutuhan udang di Uni Eropa masih sangat kecil dibandingkan Jepang dan Amerika Serikat. Pemenuhan kebutuhan di Uni Eropa dari udang asal Indonesia cenderung berada dibawah 30.000 ton, sehingga untuk mengatasi hal ini pada tahun 2012 ditargetkan ekspor udang menjadi 300.000 ton 3 untuk memenuhi kebutuhan dunia akan udang, khususnya di Uni Eropa.

1.2. Perumusan Masalah

Sektor perikanan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB Indonesia, dimana udang merupakan komoditas unggulan yang mempunyai nilai ekspor terbesar dari nilai perdagangan dunia hasil perikanan. Bagi Indonesia, udang merupakan komoditas ekspor andalan dan sumber perolehan devisa, sehingga kinerja ekspor udang Indonesia perlu dikaji lebih dalam agar di masa yang akan datang dapat memenuhi kebutuhan pasar dunia, khususnya di Uni Eropa. Indonesia sebagai salah satu negara eksportir utama udang dunia telah memiliki sumberdaya yang cukup untuk terus meningkatkan kinerja ekspornya. Produksi udang Indonesia yang tergantung oleh luas lahan tambak dan laut telah 3 http:www.bisnis.com. Ekspor Udang; Target Volume Naik Jadi 300.000 Ton. Diakses tanggal 09 Mei 2012. 7 tercukupi, bahkan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan Rakhmawan 2009. Dewasa ini, dalam perdagangan internasional, banyak negara di dunia telah memberikan pembatasan atas jenis dan jumlah komoditas udang yang dapat diimpor negaranya. Pembatasan atas jenis ataupun jumlah yang dilakukan, pada dasarnya untuk melindungi konsumen dari komoditas udang yang diimpor, termasuk dari Indonesia. Atas pembatasan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh negara importir, berbagai masalah pun muncul dalam pengembangan ekspor udang Indonesia. Kegiatan perdagangan udang internasional yang terjadi hingga saat ini sangat dinamis, karena negara-negara importir memperhatikan kualitas, harga, jenis udang, dan faktor lainnya dalam mengimpor udang. Selain itu, kebijakan udang internasional terkadang merugikan salah satu negara eksportir dan menguntungkan negara eksportir yang lainnya. Kondisi ini biasanya disebut dengan istilah diskriminasi baik berupa kebijakan tarif atau nontarif. Ketiga importir terbesar di dunia, yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa memiliki pola konsumsi yang berbeda-beda. Selain itu, kebijakan dan peraturan yang ditetapkan pun berbeda. Uni Eropa memiliki pola perdagangan yang jauh lebih kompleks dan rumit jika dibandingkan pasar Jepang dan Amerika Serikat. Perdagangan udang di Uni Eropa meliputi berbagai bangsa dan negara yang ada di Eropa, hubungan tradisional antara satu negara Eropa dengan pemasok tertentu dari suatu negara juga menentukan pola perdagangan udang impor yang dianutnya Murty, 1991. Dikemukakan oleh Nugroho 2007 yang diacu dalam Painthe 2008, terdapat masalah dalam pasar Uni Eropa yang sering dialami oleh eksportir dalam memenuhi standar internasional, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan Sanitary and Phytosanitary SPS, Technical Barrier to Trade TBT, dan tarif. Berkaitan dengan Sanitary and Phytosanitary SPS yaitu ketentuan mengenai zero tolerance yang ditetapkan Uni Eropa, ternyata masih menjadi bahan perdebatan di forum internasional mengingat sampai sekarang belum ada standar internasional tentang batas ambang yang diperbolehkan maximum residu limit terutama dari Codex Alimentarius. Dalam hal tarif, walaupun dalam KTM III 8 WTO di Doha telah disepakati bahwa semua hambatan tarif akan segera dievaluasi dan digraduasi, namun dalam kenyataannya komitmen ini masih terus diganjal oleh negara-negara maju Putro, 2007. Tarif yang diberlakukan bagi komoditas udang ekspor saat ini bervariasi dan bersifat diskriminatif untuk beberapa negara pengekspor. Selain itu, ketatnya standardisasi yang ditetapkan Uni Eropa untuk melindungi konsumennya mengakibatkan banyak terdeteksinya produk-produk perikanan yang masuk ke Uni Eropa oleh European-RASFF dengan berbagai alasan terkait keamanan dan kesehatan konsumen. Hal inilah yang dialami Indonesia dalam memenuhi permintaan komoditas udang di pasar internasional, khususnya Uni Eropa. Oleh sebab itu, perlu dikaji setiap peraturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor. Kebijakan yang ditetapkan oleh negara pengimpor, khususnya Uni Eropa, diharapkan tidak lagi menjadi hambatan, melainkan dapat dipenuhi, sehingga kinerja ekspor udang Indonesia meningkat. Berdasarkan uraian dan fakta-fakta dalam hambatan perdagangan udang di pasar Uni Eropa dan juga mengacu pada latar belakang yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1 Apa saja kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang menjadi hambatan bagi ekspor komoditas udang Indonesia? 2 Bagaimana kasus-kasus yang pernah terjadi terkait kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa kepada Indonesia dalam ekspor udang? 3 Apa saja yang telah dilakukan pemerintah sebagai respon untuk penanganan kebijakan yang menjadi hambatan bagi kinerja ekspor udang Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian