8 WTO di Doha telah disepakati bahwa semua hambatan tarif akan segera
dievaluasi dan digraduasi, namun dalam kenyataannya komitmen ini masih terus diganjal oleh negara-negara maju Putro, 2007. Tarif yang diberlakukan bagi
komoditas udang ekspor saat ini bervariasi dan bersifat diskriminatif untuk beberapa negara pengekspor. Selain itu, ketatnya standardisasi yang ditetapkan
Uni Eropa untuk melindungi konsumennya mengakibatkan banyak terdeteksinya produk-produk perikanan yang masuk ke Uni Eropa oleh European-RASFF
dengan berbagai alasan terkait keamanan dan kesehatan konsumen. Hal inilah yang dialami Indonesia dalam memenuhi permintaan komoditas
udang di pasar internasional, khususnya Uni Eropa. Oleh sebab itu, perlu dikaji setiap peraturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor.
Kebijakan yang ditetapkan oleh negara pengimpor, khususnya Uni Eropa, diharapkan tidak lagi menjadi hambatan, melainkan dapat dipenuhi, sehingga
kinerja ekspor udang Indonesia meningkat. Berdasarkan uraian dan fakta-fakta dalam hambatan perdagangan udang di pasar Uni Eropa dan juga mengacu pada
latar belakang yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1 Apa saja kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang
menjadi hambatan bagi ekspor komoditas udang Indonesia? 2
Bagaimana kasus-kasus yang pernah terjadi terkait kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa kepada Indonesia dalam ekspor udang?
3 Apa saja yang telah dilakukan pemerintah sebagai respon untuk penanganan
kebijakan yang menjadi hambatan bagi kinerja ekspor udang Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1
Mengidentifikasi kebijakan perdagangan di Uni Eropa yang menghambat kinerja ekspor udang Indonesia.
2 Menganalisis kasus notification oleh European-RASFF terhadap produk
ekspor udang Indonesia atas kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa. 3
Mendeskripsikan kebijakan pemerintah dalam penanganan kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa untuk meningkatkan kinerja ekspor udang Indonesia.
9
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa: 1 Masukan bagi pemerintah dan pelaku ekspor sebagai rekomendasi suatu
kebijakan yang dapat meningkatkan produksi dan ekspor udang Indonesia guna mewujudkan Indonesia sebagai negara eksportir udang utama di dunia.
2 Bagi kaum akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan, masukan, dan sumber informasi untuk penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya serta meningkatkan motivasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan guna mendukung peningkatan perdagangan udang
Indonesia. 3 Bagi penulis, kegiatan penelitian ini menjadi proses pembelajaran yang baik
untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam hal perdagangan internasional komoditas perikanan Indonesia khususnya
udang. 4 Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber
informasi untuk mengetahui kondisi ekspor udang Indonesia.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas udang Indonesia yang di ekspor ke Uni Eropa. Udang yang diperdagangkan di pasar Uni Eropa
tidak dibedakan berdasarkan udang beku dan udang segar ataupun jenisnya. Banyak kebijakan yang yang ditetapkan dalam perdagangan udang Indonesia ke
Uni Eropa, namun dalam penelitian ini dilakukan deskripsi dan analisis kebijakan yang dinyatakan menjadi hambatan bagi Indonesia hingga tahun 2011 terhadap
ekspor komoditas udang. Kasus yang pernah terjadi dalam setiap kebijakan yang ditetapkan oleh Uni Eropa juga dianalisis. Kebijakan dan Regulasi perdagangan
Indonesia juga dideskripsikan sebagai ekuivalen kebijakan dengan Uni Eropa, selanjutnya dilihat pengaruh dari kebijakan-kebijakan tersebut terhadap
perkembangan ekspor udang Indonesia.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional
Komoditas udang dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan istilah shrimp
. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang dari 2700 buah. Secara geografis udang bisa dikelompokkan menjadi empat golongan, yakni
udang tropis, udang china, udang atlantik utara, udang laut utara. Jenis yang dihasilkan Indonesia tergolong udang tropis. Udang tropis menguasai pasar
hingga 70 persen dari angka konsumsi udang, sedangkan golongan lainnya hanya 30 persen saja. Jenis udang yang dipasarkan oleh Indonesia adalah jenis udang
tropis Nazaruddin, 1993. Beragam spesies udang dikenal dalam dunia perdagangan internasional
Murty, 1991. Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut diantaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang
yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni:
1 Spesies udang laut dingin. Kelompok ini berasal dari dan hidup pada lautan daerah dingin. Pertumbuhan
udang jenis ini cenderung lebih lambat dan bentuk ukuran fisiknya lebih kecil jika dibandingkan dengan udang yang berasal dari daerah laut tropika.
Spesies udang laut dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, disebelah barat laut dan timur laut Amerika
Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Spesies utama dari perairan laut dingin yang lazim dijumpai dipasar internasional antara lain
Pandalus borealis deep water prawnnothern prawn dan Crangon crangon
common shrimp. 2 Spesies udang laut tropika
Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar. Daerah penyebaran udang
laut tropika meliputi Teluk Meksiko, pantai tenggara Amerika Serikat, Jepang, Eropa bagian selatan, Thailand, dan Indonesia. Salah satu jenis udang
laut tropika yang menjadi primadona adalah udang windu atau giant tiger prawn
dan udang putih atau indian white prawn. Jenis udang yang berasal
11 dari perairan tropika ini menempati bagian terbesar di pasar udang Jepang,
Amerika Serikat, dan Eropa. 3 Spesies udang air tawar
Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau atau sungai di daerah tropika dan memiliki ukuran yang besar. Spesies udang ini dalam dunia
perdagangan internasional umumnya dikenal sebagai giant river prawn, namun jenis udang ini kurang memiliki kedudukan yang penting pada
perdagangan udang di pasar internasional, karena daerah pemasarannya terbatas hanya di beberapa negara saja seperti Belgia, Belanda, Prancis, dan
Jerman. Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup
beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk produk ini menandakan bahwa setiap negara konsumen memiliki preferensi yang
berbeda-beda dalam mengonsumsi udang. Berikut ini adalah berbagai variasi produk udang yang diperdagangkan di pasar dunia Murty, 1991:
1 Udang hidup Jenis udang hidup yang banyak diperdagangkan ini merupakan spesies
Panaeus japonicus. Udang jenis ini banyak dikonsumsi dan diproduksi secara
domestik di Jepang. Mayoritas konsumen di Jepang lebih sering mengonsumsi dalam keadaan mentah setelah dicampur dengan sake dan
dikuliti. Udang jenis ini harganya cenderung lebih mahal karena membutuhkan teknik penanganan khusus agar udang tetap segar dan cita
rasanya tidak berkurang. 2 Udang segar
Udang dalam bentuk ini terbatas pada daerah-daerah yang dekat dengan pelabuhan perikanan. Umumnya udang segar seperti ini sudah mengalami
perlakuan pendinginan di kapal setelah proses penangkapannya. Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemunduran mutu dan mencegah
atau memperlambat proses pembusukan. 3 Udang beku
Udang beku menempati pangsa pasar terbesar dalam perdagangan udang dunia. Hampir seluruh udang yang diekspor dan diperdagangkan di pasar
12 dunia adalah udang beku. Udang beku dibedakan menjadi tiga jenis, yakni
udang mentah beku raw frozen, udang matang beku cooked frozen, dan udang setengah matang yang dibekukan semi-cooked frozen.
4 Udang kering Udang mengalami proses pengeringan secara tradisional terlebih dahulu
sebelum dipasarkan. Pada umumnya proses pengeringan ini dilakukan oleh para nelayan di negara-negara berkembang. Hongkong merupakan negara
importir terbesar udang kering. Di Hongkong, udang kering ini diolah lebih lanjut sebagai bahan baku industri pangan.
2.2. Uni Eropa