4.3.5 Sektor Manajemen Risiko Bencana
Sektor manajemen risiko bencana merupakan sektor yang paling banyak
mendapatkan perhatian dari para pemangku kepentingan perubahan iklim. Pada sektor
ini, seluruh kegiatan adaptasi mencakup ketiga dimensi adaptasi perubahan iklim
menurut Spearman dan McGray, walaupun kegiatan adaptasi berupa pembangunan
berlanjut yang telah dilakukan hanya ada satu, yaitu adaptasi dan mitigasi perubahan
iklim berbasis masyarakat melalui konsep wanatani yang berkelanjutan di Ungaran,
Semarang.
Gambar 24 Diagram persentase dimensi adaptasi
kegiatan sektor
manajemen risiko bencana. Gambar 24 menunjukkan bahwa 83
kegiatan adaptasi
merupakan kegiatan
adaptasi berdimensi kapasitas adaptif, hal ini menjelaskan bahwa kegiatan adaptasi pada
sektor manajemen risiko bencana masih banyak yang berupa pelatihan strategi,
penyusunan
data, pemetaan,
ataupun pembuatan model. Namun para pemangku
kepentingan tetap melakukan kegiatan yang berdimensi aksi adaptasi dan pembangunan
berlanjut dalam
menghadapi dampak
perubahan iklim yang terjadi, walaupun hanya sedikit 11 yang berdimensi aksi
adaptasi dan
6 yang
berdimensi pembangunan berlanjut.
Salah satu kegiatan yang berdimensi aksi adaptasi pada sektor ini adalah green
building and green infrastruktur yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum.
Kegiatan tersebut penting dilaksanakan dalam mewujudkan tatanan infrastruktur
untuk memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan suistanable development,
tanpa merusak atau mengganggu sumber daya alam Ginting 2008.
4.3.6 Sektor Sumber Daya dan Kualitas
Air Berbeda dengan sektor lainnya,
sektor sumber daya dan kualitas air memiliki kegiatan adaptasi berupa aksi yang lebih
banyak dibandingkan dengan kapasitas adaptif, hal ini dapat dilihat pada Gambar
25.
Gambar 25 Diagram persentase dimensi adaptasi
kegiatan sektor
sumber daya dan kualitas air. Gambar 25 menunjukkan bahwa
kegiatan adaptasi pada sektor sumber daya dan kualitas air memiliki proposi yang
hampir sama untuk dimensi kapasitas adaptif dan aksi adaptasi, yaitu masing-masing
adalah 60 dan 40. Hal ini menjelaskan bahwa para pemangku kepentingan pada
sektor ini lebih banyak melakukan kegiatan berupa aksi adaptasi dalam menghadapi
dampak perubahan iklim yang telah dan diperkirakan akan terjadi, walaupun aksi
tersebut belum ditindaklanjuti menjadi kegiatan pembangunan berlanjut. Namun
harapannya hal ini dapat menjadi perhatian penting bagi para pemangku kepentingan
pada sektor ini bahwa dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang telah dan
diperkirakan akan terjadi perlu dilakukan kegiatan aksi adaptasi yang berkelanjutan
sehingga dampak perubahan iklim dapat teratasi lebih baik lagi.
Gambar 26 Dimensi adaptasi perubahan iklim kegiatan a telah dilakukan; b sedang dilakukan; c akan dilakukan; d semua kegiatan.
Sebagian besar kegiatan adaptasi yang dilakukan oleh 14 kelembagaan di
Indonesia memiliki dimensi adaptasi berupa kapasitas adaptif 72, sementara kegiatan
yang berdimensi aksi adaptasi masih tergolong
sedikit 25,
hal ini
dikarenakan terbatasnya teknologi dan sarana prasarana yang dapat digunakan
untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim.
Walaupun kegiatan
berdimensi pembangunan berlanjut hanya sedikit tetapi
kegiatan pada dimensi ini mengalami peningkatan jumlah kegiatan dari tahun yang
lalu, sekarang, dan akan datang. Sebelumnya kegiatan adaptasi pembangunan berlanjut
hanya ada 4 dari keseluruhan kegiatan adaptasi waktu itu, namun para pemangku
kegiatan adaptasi perubahan iklim merasa kegiatan pembangunan berlanjut perlu untuk
dilakukan
dalam mengatasi
dampak perubahan iklim, sehingga saat ini kegiatan
adaptasi pembangunan berlanjut meningkat menjadi 15 dan beberapa kelembagaan
merencanakan kegiatan
berupa pembangunan berlanjut masa yang akan
datang mencapai 21. Gambar
26 menunjukkan
bahwa kegiatan para pemangku adaptasi perubahan
iklim ini masih berupa pemikiran ataupun hanya menghasilkan data, belum banyak
kegiatan aksi nyata dalam menghadapi mengatasi dampak perubahan iklim yang
terjadi.
Nyatanya, masyarakat
lebih membutuhkan kegiatan berupa tindakan
spesifik untuk mengatasi risiko iklim yang spesifik, karena tindakan adaptasi secara
langsung dapat mereduksi atau mengelola dampak biofisik dari perubahan iklim serta
faktor-faktor non-iklim yang berkontribusi pada kerentanan akibat perubahan iklim.
4.4
Analisis Kegiatan
Adaptasi Berdasarkan
Teknologi Adaptasi
Perubahan Iklim Penentuan kegiatan adaptasi sebagai
basis ilmiah dapat juga didasarkan pada tipe teknologi yang digunakan. Dalam hal ini,
pembagian tipe
teknologi adaptasi
disesuaikan dengan pendapat dari Suroso dkk 2010 yaitu teknologi adaptasi lunak
soft adaptation dan adaptasi keras hard adaptation.
Sebenarnya penentuan tipe teknologi dapat dilihat berdasarkan tipe dimensi
adaptasi suatu kegiatan. Jika suatu kegiatan memiliki dimensi kapasitas adaptasi maka
tipe teknologi kegiatan tersebut dapat digolongkan ke dalam teknologi adaptasi
lunak, yaitu teknologi untuk pengembangan kebijakan,
perencanaan, diseminasi,
penilaian, basis data dan informasi dalam konteks adaptasi. Berdasarkan data yang
diperoleh dari beberapa sektor kelembagaan di Indonesia, 76 teknologi adaptasi yang
telah dilakukan masih berupa adaptasi lunak. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
kegiatan yang telah dilakukan masih berupa pemikiran-pemikiran, pembuatan peta pola
model, atau penyusunan data, belum berupa tindakan secara nyata aksi.
Gambar 27 Teknologi adaptasi perubahan iklim kegiatan a telah dilakukan; b sedang dilakukan; c akan dilakukan; d semua kegiatan.
Sementara sisanya
kegiatan yang
dilakukan berupa langkah konkret aksi yang dilakukan atau disebut dengan teknologi
adaptasi keras, mencakup tindakan adaptasi terkait pembangunan konstruksi dalam
konteks adaptasi, antara lain, dalam bentuk pembangunan bendungan pencegah banjir
maupun penyimpan air. Contoh kegiatan ini adalah panen air dam parit dan aplikasi
irigasi yang dilakukan oleh Balitklimat. Sebelumnya teknologi adaptasi keras hanya
ada 24, namun para pemangku kegiatan iklim
terus mengupayakan
kegiatan menggunakan
teknologi keras
karena disinyalir dampak perubahan iklim teratasi
dengan baik menggunakan teknologi keras, itulah sebabnya saat ini kegiatan adaptasi
dengan teknologi keras mencapai 29 dan direncanakan untuk masa yang akan datang
kegiatan adaptasi dengan bantuan teknologi keras mencapai 44.
4.5 Analisis