Analisis Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 27 Teknologi adaptasi perubahan iklim kegiatan a telah dilakukan; b sedang dilakukan; c akan dilakukan; d semua kegiatan. Sementara sisanya kegiatan yang dilakukan berupa langkah konkret aksi yang dilakukan atau disebut dengan teknologi adaptasi keras, mencakup tindakan adaptasi terkait pembangunan konstruksi dalam konteks adaptasi, antara lain, dalam bentuk pembangunan bendungan pencegah banjir maupun penyimpan air. Contoh kegiatan ini adalah panen air dam parit dan aplikasi irigasi yang dilakukan oleh Balitklimat. Sebelumnya teknologi adaptasi keras hanya ada 24, namun para pemangku kegiatan iklim terus mengupayakan kegiatan menggunakan teknologi keras karena disinyalir dampak perubahan iklim teratasi dengan baik menggunakan teknologi keras, itulah sebabnya saat ini kegiatan adaptasi dengan teknologi keras mencapai 29 dan direncanakan untuk masa yang akan datang kegiatan adaptasi dengan bantuan teknologi keras mencapai 44.

4.5 Analisis

Kegiatan Adaptasi Berdasarkan Pendekatan Adaptasi Perubahan Iklim Adaptasi perubahan iklim erat kaitannya dengan pengelolaan risiko bencana, bahkan menurut IPCC 2012 antara kedua hal tersebut ada pendekatan yang simultan dan saling melengkapi dalam mengelola risiko iklim ekstrem dan bencana akibat iklim ekstrem, yaitu: 1 menurunkan kerentanan, 2 sebagai persiapan, respon, atau pemulihan, 3 mentransfer dan mendistribusi risiko, 4 mengurangi paparan, 5 meningkatkan ketahanan terhadap risiko iklim, dan 6 mendorong transformasi secara bertahap maupun mendasar. Berdasarkan identifikasi data kegiatan adaptasi yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh beberapa kelembagaan di Indonesia Lampiran 3, diperoleh hasil bahwa antara kegiatan adaptasi dan pengelolaan risiko bencana memang ada pendekatan yang saling overlap. Sebagian besar kegiatan saling overlap dalam hal persiapan, respon, atau pemulihan dengan transformasi untuk mereduksi risiko iklim ekstrem. Ada juga kegiatan yang saling overlap ketika kegiatan tersebut dapat menurunkan kerentanan, maka akan mengurangi paparan, serta meningkatkan ketahanan terhadap risiko iklim. Sementara pendekatan melalui sistem transformasi secara bertahap dan mendasar sangat diperlukan untuk seluruh kegiatan adaptasi perubahan iklim serta pengelolaan risiko bencana karena hal tersebut merupakan faktor yang esensial untuk mereduksi risiko iklim ekstrem.

4.6 Analisis

Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim Berdasarkan Sebaran Lokasi Indonesia merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim, dapat dilihat pada Gambar 28 bahwa 75 wilayah Indonesia rawan dengan bencana karena iklim. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya upaya untuk mengatasi hal tersebut agar masyarakat yang rawan akibat bencana iklim dapat bertahan menghadapi dampak perubahan iklim yang akan terjadi. Gambar 28 Peta kondisi wilayah Indonesia berdasarkan tingkat kerawanan bencana iklim. Sebagai negara berkembang yang sangat bergantung pada sumber daya alam dan sektor pertanian, Indonesia amat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Karena itu, ketika suhu bumi kian memanas, curah hujan dan iklim berubah secara ekstrem, Indonesia termasuk negara yang diperkirakan akan mengalami banyak kerugian akibat perubahan iklim. Namun demikian, masih sulit diperkirakan seberapa besar dampaknya terhadap ekonomi dan lingkungan Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan adaptasi perubahan iklim dalam rangka mengatasi ataupun mengantisipasi dampak perubahan iklim yang diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang Hadad 2010. Gambar 28 menunjukkan bahwa hampir semua pulau di Indonesia memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana iklim yang sangat tinggi. Pulau Jawa merupakan pulau dengan sebaran wilayah yang terkena bencana iklim paling rawan, sementara pulau Kalimantan tidak begitu terkena bencana iklim yang parah, dapat dilihat pada Gambar 28 provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah tidak terkena dampak akibat bencana iklim. Gambar 29 Peta sebaran lokasi kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Gambar 29 merupakan sebaran lokasi kegiatan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh 14 kelembagaan di Indonesia. Kegiatan adaptasi perubahan iklim paling banyak dilakukan di Pulau Jawa, hal ini dikarenakan banyak kelembagaan terletak di Pulau Jawa sehingga para pemangku kegiatan lebih mudah melakukan kegiatan adaptasi di daerah-daerah terdekat, yaitu mencakup kegiatan seminar, workshop, dan kegiatan adaptasi berdimensi kapasitas adaptif lainnya. Di samping itu, Pulau Jawa memiliki banyak lahan pertanian dan perikanan yang mana lahan tersebut sangat rawan terkena dampak perubahan iklim, sehingga banyak kelembagaan yang lebih fokus untuk melakukan kegiatan adaptasi perubahan iklim di Pulau Jawa. Faktor lain yang menjadi hambatan bagi kelembagaan para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim adalah terbatasnya dana untuk menciptakan teknologi yang tepat guna mengurangi dampak perubahan iklim yang telah, sedang, dan akan terjadi. Hal tersebut menjadi faktor pembatas para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim untuk melakukan kegiatan adaptasi secara aksi langsung. Berdasarkan Gambar 28, selain Pulau Jawa, ada juga Pulau Sumatera, Sulawesi, NTB, NTT, dan Bali merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan terhadap bencana iklim cukup tinggi. Perhatian para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim pada wilayah tersebut juga cukup tinggi, dibuktikan dengan dilakukannya beberapa kegiatan adaptasi perubahan iklim di pulau- pulau tersebut. Gambar 29 menunjukkan bahwa kegiatan adaptasi perubahan iklim telah tersebar di seluruh Indonesia, walaupun kegiatan yang telah atau sedang dilakukan di Indonesia bagian Timur masih sangat minim. Dengan kondisi seperti ini, harapannya kelembagaan yang tersebar di berbagai pelosok daerah di Indonesia dapat melakukan kegiatan adaptasi perubahan iklim di daerah lainnya, seperti Pulau Kalimantan yang mana sebagian besar wilayahnya adalah hutan, sehingga perlu perhatian khusus dari kelembagaan yang bergerak dalam perubahan iklim agar hutan di Indonesia tidak habis terbakar karena suhu yang terlalu tinggi. Begitu pula untuk Pulau Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Papua.

4.7 Sistem