4.1.5 Sektor Manajemen Risiko Bencana
Pada sektor
manajemen risiko
bencana, kegiatan adaptasi dikaitkan dengan kondisi
ekonomi, sosial,
budaya, pendidikan edukasi, dan infrastruktur.
Kegiatan adaptasi pada sektor ini banyak dilakukan oleh CCROM, salah satunya yaitu
program Micro-finance
di Kemijen
Semarang yang bekerjasama dengan Iset, URDi,
ACCCRN, dan
MercyCorps. Program
ini bertujuan
untuk mengembangkan model perputaran dana
yang diharapkan
dapat meningkatkan
kondisi sanitasi dan kehidupan kepala rumah tangga wanita yang miskin.
Selain itu,
BMKG melakukan
kegiatan berupa
edukasi mengenai
perubahan iklim dalam bentuk komik, pocket book, iklan masyarakat, sampai acara
TV yaitu “Teropong Si Bolang”. Kegiatan tersebut termasuk bentuk manajemen risiko
bencana berupa pemberian edukasi ringan untuk kalangan petani, nelayan, serta anak-
anak. Ada juga kegiatan yang dilakukan oleh Bintari pada sektor ini yaitu adaptasi dan
mitigasi
perubahan iklim
berbasis masyarakat melalui konsep wanatani yang
berkelanjutan di
Ungaran, Semarang,
Indonesia. Kegiatan
adaptasi pada
sektor manajemen risiko bencana juga menarik
perhatian para
pelaku kepentingan
perubahan iklim di tingkat Kementerian Republik Indonesia, di antaranya KKP
melakukan pengembangan sistem informasi perubahan iklim di Kota Pekalongan yang
bertujuan
untuk memudahkan
akses informasi tentang iklim kepada para nelayan
dan masyarakat
pesisir; KLH
yang menjalankan program Clean Batik Initiative
CBI dengan tujuan untuk menciptakan kesadaran akan penggunaan batik ramah
lingkungan di Indonesia; Menhut yang mendirikan beberapa koperasi hasil hutan
untuk
meningkatkan perekonomian
masyarakat yang berbasis pada pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam;
Menristek melakukan Technology Needs Assesment
untuk mengidentifikasi dan
menentukan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; serta Menkeu melakukan
pengembangan Clean Technology Fund CTF.
Gambar 11 Diagram persentase kegiatan sektor
manajemen risiko
bencana. Gambar 11 menunjukkan bahwa 77
kegiatan adaptasi pada sektor manajemen risiko bencana merupakan kegiatan yang
telah dilaksanakan,
15 merupakan
kegiatan adaptasi yang sedang dilaksanakan, dan 8 merupakan kegiatan yang akan
dilaksanakan. Berdasarkan
Gambar 6,
kegiatan adaptasi sektor manajemen risiko bencana merupakan kegiatan yang paling
banyak dilakukan oleh para pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim setiap
tahunnya. Hal ini dikarenakan sektor tersebut memiliki cakupan yang luas di
antaranya yaitu sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur.
4.1.6 Sektor Sumber Daya dan Kualitas
Air Pada sektor ini kegiatan adaptasi
perubahan iklim banyak dilakukan oleh Bintari, dengan kegiatannya yaitu scaling up
wanatani berbasis masyarakat sebagai upaya mengurangi penurunan lahan dan dampak
perubahan iklim di DAS Garang, Ungaran, Semarang, pemanenan air hujan untuk
meningkatkan ketahanan kota, dan Early warning Sistem Banjir dengan menyediakan
flood
shelter. Semua
kegiatan yang
dilakukan oleh
Bintari bertempat
di Semarang, Jawa Tengah. Selain Bintari,
CCROM pun melakukan kegiatan adaptasi pada sektor sumber daya dan kualitas air
dengan kegiatannya
berupa penguatan
kelembagaan untuk
mengintegrasikan manajemen SDA di 8 lokasi di Jawa Barat
sejak September 2010 sampai September 2012. Sementara Menristek melakukan
inovasi teknologi sistem membran pada
pompa air siap minum dan membuat PLTMH
Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro dengan tujuan untuk menjaga
lingkungan hutan agar sumber daya air sebagai sumber daya listrik harus tetap
terjaga.
Berdasakan Gambar 6, kegiatan adaptasi pada sektor sumber daya dan
kualitas air tidak terlalu banyak dilakukan oleh para pemangku kegiatan adaptasi,
padahal seharusnya
sektor ini
perlu mendapat perhatian khusus agar dampak
yang terjadi tidak menyebar luas pada sektor yang lainnya. Perubahan pola curah hujan
akan mengurangi ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air bersih. Sebagai
contoh,
ketika masyarakat kekurangan
sumber daya air bersih maka sektor kesehatan pun akan terganggu karena
sumber daya air merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan ini, tidak hanya
dibutuhkan untuk minum atau mandi saja, namun dibutuhkan juga untuk mencuci
semua
perlengkapan sehari-hari
agar senantiasa hidup dalam kondisi yang bersih,
serta dibutuhkan
untuk irigasi
lahan pertanian.
Namun, kekhawatiran
ini mendapat tanggapan cukup baik dari para
pemangku kegiatan adaptasi perubahan iklim, hal ini dibuktikan dengan semakin
meningkatnya kegiatan pada sektor sumber daya dan kualitas air yang sedang dan akan
dilakukan oleh beberapa kelembagaan di Indonesia.
Gambar 12 Diagram persentase kegiatan sektor
sumber daya
dan kualitas air.
Gambar 12 menunjukkan bahwa 57 kegiatan adaptasi pada sektor manajemen
risiko bencana merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan, sementara yang sedang
dan akan dilaksanakan masing-masing hanya 29 dan 14. Walaupun secara keseluruhan
kegiatan adaptasi perubahan iklim pada sektor ini tergolong sedikit, namun para
pemangku kepentingan masih memberikan perhatiannya pada sektor ini, dibuktikan
dengan adanya kegiatan adaptasi yang sedang dan akan dilakukan guna mengatasi
dampak yang telah, sedang, atau akan terjadi pada sektor sumber daya dan kualitas air.
4.2 Analisis