Dampak Perubahan Iklim pada

Gambar 3 Pendekatan adaptasi dan pengelolaan risiko bencana IPCC 2012. Pendekatan yang saling overlap dan simultan menurut IPCC 2012 adalah sebagai berikut: 1 menurunkan kerentanan, 2 sebagai persiapan, respon, atau pemulihan, 3 mentransfer dan mendistribusi risiko, 4 mengurangi paparan, 5 meningkatkan ketahanan terhadap risiko iklim, 6 mendorong transformasi secara bertahap maupun mendasar yang merupakan hal yang esensial untuk mereduksi risiko iklim ekstrem. Tindakan adaptasi memerlukan transformasi secara bertahap dan mendasar karena hal tersebut merupakan faktor yang esensial untuk mereduksi risiko iklim ekstrem. Transformasi bertahap bertujuan untuk memperbaiki efisiensi pada kondisi yang ada sistem teknologi, tata kelola, dan tata nilai. Sedangkan transformasi mendasar mencakup perubahan mendasar pada atribut sistem mencakup sistem tata nilai; rezim peraturan, legislasi, birokrasi; institusi finansial; dan sistem teknologi dan biologi IPCC 2012. Pengelolaan risiko yang efektif umumnya mencakup portofolia integrasi tindakan untuk mengurangi dan mentransfer risiko dan untuk merespon kejadian bencana. Integrasi tindakan tersebut akan lebih efektif bila diinformasikan secara tepat waktu pada seluruh stakeholders dan disesuaikan dengan keadaan lokal. Strategi yang efektif menggabungkan respon berbasis infrastruktur keras hard infrastructure- based responses dan solusi lunak soft solutions seperti penguatan kapasitas individu dan institusi serta respon berbasis ekosistem IPCC 2012. Selain itu, pendekatan adaptasi dan pengelolaan risiko bencana mendukung adanya pengelolaan risiko multi-bencana; mendorong sinergi, integrasi dan koordinasi internasional terkait pemanfaatan berbagai sumber daya termasuk finansial, teknologi, kemanusiaan; integrasi kearifan pengetahuan adaptasi yang berkembang di masyarakat lokal untuk mendorong adaptasi berbasis komunitas community-based adaptation; serta selalu melakukan proses monitoring, riset, evaluasi, pembelajaran, dan inovasi yang dapat memperkecil risiko bencana dan mendorong pengelolaan adaptif dalam konteks iklim ekstrem IPCC 2012.

2.7 Dampak Perubahan Iklim pada

Berbagai Sektor di Indonesia Dampak perubahan iklim adalah dampak dari perubahan iklim terhadap sistem alam dan manusia IPCC 2007. Perubahan iklim mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada berbagai sektor. Dampak tersebut dapat dirunut dari pengaruh satu atau gabungan dari beberapa faktor terhadap suatu sektor. Sebagai contoh, faktor kenaikan suhu atau dan perubahan pola curah hujan akan mempengaruhi sistem fisik dan biologi tanaman yang merupakan komponen utama sistem pertanian sehingga berujung mempengaruhi sektor pertanian dan ketahanan pangan. IPCC 2007 memberikan gambaran tentang dampak perubahan iklim pada: 1 sumber daya air bersih dan pengelolaannya; 2 kondisi, sifat, dan fungsi ekosistem; 3 produk makanan serat hasil hutan; 4 sistem kawasan pesisir dan hamparan dataran rendah; 5 industri, pemukiman, dan masyarakat; dan 6 kesehatan manusia. Sejalan dengan hal tersebut, UNDP menerjemahkan sektor terdampak yang mencakup enam tematik sektor yaitu: 1 pertanian ketahanan pangan, 2 pembangunan wilayah pesisir, 3 kesehatan masyarakat, 4 pengelolaan sumber daya alam, 5 manajemen risiko bencana, dan 6 sumber daya dan kualitas air. Perubahan iklim memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap sektor pertanian. Pemanasan global telah memicu anomali iklim yang sulit diperhitungkan dan sangat berpengaruh terhadap kalender tanam petani. Perubahan iklim menjadikan musim panas makin panjang dan lama, sehingga mengakibatkan beberapa daerah mengalami kekeringan yang kemudian berdampak pada penurunan produktivitas pertanian. Selain itu, musim kering juga menyebabkan lahan pertanian mengalami puso dan hal ini dapat merusak tingkat kesuburan lahan sehingga lahan menjadi tidak subur dan produktif. Sedangkan pada musim hujan, walaupun periode hujan menjadi lebih pendek namun dapat terjadi intensitas curah hujan di beberapa tempat sangat tinggi sehingga sering menimbulkan banjir. Akibatnya, tanaman pada lahan tersebut terendam air dan gagal panen BSN 2009. Para petani, sudah perlu mempertimbangkan berbagai varietas tanaman disertai dengan pengelolaan dan cara penyimpanan air yang lebih baik, serta ditunjang oleh prakiraan cuaca yang lebih akurat dan relevan yang dapat membantu menentukan awal musim tanam dan panen UNDP 2007. Dampak perubahan iklim pada sektor pertanian akan berdampak pada kondisi ketahanan pangan di wilayah-wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim. Wilayah- wilayah termiskin juga cenderung mengalami rawan pangan. Bahkan beberapa wilayah sudah sangat rentan terhadap berubahnya kondisi iklim, seperti Nusa Tenggara Timur NTT. Kemarau panjang diikuti oleh gagal panen di NTT, misalnya, sudah menimbulkan akibat yang parah dan kasus kurang gizi akut tersebar di berbagai daerah di seluruh provinsi tersebut UNDP 2007. Perubahan iklim berdampak juga pada sektor kehutanan, salah satu ancamannya adalah kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam. Kebakaran hutan alami disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang mengakibatkan mudah terbakarnya ranting-ranting atau daun-daun akibat gesekan yang ditimbulkan. Kebakaran hutan menimbulkan bencana hilangnya ribuan hektar hutan yang dinilai ekonomis tinggi sekaligus berbagai macam keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya BSN 2009. Pada sektor perikanan, perubahan iklim menyebabkan memanasnya air laut hingga mencapai 2-3 o C, hal ini berdampak pada berpindahnya kehidupan jenis ikan yang sensitif terhadap naiknya suhu ke tempat yang lebih dingin sehingga membuat nelayan lokal makin terpuruk karena menurunnya hasil tangkapan ikan BSN 2009. Sementara dampak pada masyarakat pesisir menyebabkan rumah tempat tinggal mereka terendam akibat muka air laut yang semakin naik, sehingga mereka harus melakukan strategi adaptasi seperti membuat perlindungan dengan menanam tanaman penghadang seperti pohon mangrove, atau dengan bermukim jauh dari pantai, atau melakukan penyesuaian dengan beralih ke sumber-sumber nafkah yang lain UNDP 2007. Perubahan iklim juga berpengaruh pada kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Cuaca yang berfluktuasi dapat menimbulkan efek akut pada kesehatan. Curah hujan lebat dan banjir dapat memperburuk sistem sanitasi yang belum memadai di banyak wilayah kumuh baik di kota maupun di daerah, sehingga dapat membuat masyarakat rawan terkena penyakit-penyakit yang menular melalui air seperti diare dan kolera. Suhu tinggi dan kelembapan tinggi yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan kelelahan akibat kepanasan terutama di kalangan masyarakat miskin kota dan para lansia. Dan suhu yang lebih tinggi juga memungkinkan nyamuk menyebar ke wilayah-wilayah baru sehingga dapat menimbulkan ancaman malaria dan Demam Berdarah Dengue UNDP 2007. Sebagai contoh, perubahan cuaca antara panas dan dingin secara ekstrem dapat menimbulkan hipertemia, atau ketika musim kemarau panjang yang berdampak pada timbulnya krisis air bersih sehingga berpengaruh pada wabah penyakit diare dan juga penyakit kulit. Pada musim kemarau juga terjadi peningkatan wabah penyakit DBD dan malaria karena nyamuk akan berkembang biak lebih cepat disebabkan naiknya suhu udara. Sementara pada saat musim hujan berdampak pada terjadinya bencana banjir yang berakibat pada mewabahnya penyakit kulit BSN 2009. Dampak-dampak tersebut berdampak juga pada sektor ekonomi penduduk Indonesia yang mayoritas menggantungkan penghasilannya pada sektor kehutanan, pertanian, dan perikanan. Pengaruh perubahan iklim lebih berat menimpa masyarakat paling miskin. Banyak di antara mereka mencari nafkah di bidang pertanian atau perikanan sehingga sumber-sumber pendapatan mereka sangat dipengaruhi oleh iklim. Apakah itu di perkotaan ataukah di pedesaan mereka pun umumnya tinggal di daerah pinggiran yang rentan terhadap kemarau panjang banjir longsor. Terlalu banyak atau terlalu sedikit air merupakan ancaman utama perubahan iklim. Ketika bencana melanda, mereka nyaris tidak memiliki apapun untuk menghadapinya UNDP 2007. Jika perubahan iklim membuat lahan pertanian kehutanan perikanan mereka rusak maka penghasilan mereka akan semakin menurun. Di negeri yang memang rawan bencana ini, perubahan iklim makin mendesakkan pentingnya „pengelolaan yang cermat‟ terhadap bencana. Alih-alih hanya merespon setelah bencana terjadi, yang seharusnya dicapai adalah mengurangi risiko dan membuat persiapan untuk menghadapi bencana sebelum bencana itu terjadi UNDP 2007. Oleh karena itu sektor manajemen risiko bencana perlu mendapatkan perhatian khusus dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi. Sektor manajemen risiko meliputi sektor sosial, budaya, ekonomi, infrastruktur dan pendidikan edukasi. 2.8 Kriteria Penilaian Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dikembangkan beberapa kriteria untuk menilai apakah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu lembaga institusi komunitas dapat dikategorikan sebagai suatu kegiatan adaptasi perubahan iklim atau tidak. Berikut kriteria yang ditetapkan oleh Impron 2012, diantaranya yaitu: 1. Mempunyai basis ilmiah dalam menentukan adaptasi. Basis ilmiah diperlukan untuk menjustifikasi bahwa pilihan adaptasi mempunyai dasar yang mencukupi sebagai bentuk adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. 2. Diterapkan pada satu atau lebih tematik bidang terdampak Frankel-Reed et al. 2009. 3. Diterapkan pada satu atau lebih jenis adaptasi Spearman dan McGray 2011, yaitu adaptasi: 1 berbasis komunitas community based, 2 kebijakan nasional national policy, dan 3 program proyek program project. 4. Mencerminkan satu, dua, atau tiga dari tiga dimensi adaptasi Spearman dan McGray 2011. 5. Mencerminkan pendekatan yang saling overlap dan simultan dari minimal satu pendekatan perubahan iklim IPCC 2012.

2.9 Basis Data Perubahan Iklim