Tabel 6. Kondisi operasi kromatogafi gas untuk analisis komponen volatil pembentuk
flavor pada bawang putih
Kondisi GC Keterangan
Column Capillary column, RTX-5 5 diphenyl95 dimethyl
polysiloxane, ø 0.53 mm Detector
FID Carrier gas
Nitrogen Initial temp
40°C Initial time
1 min Program rate
2°Cmin Final temp
160°C Final time
1 min Injector temp
225°C Detector temp
225°C
Gambar 13. Kromatogafi gas SHIMADZU, GC 14 B
5.1.4 Penentuan Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan pada tahap ini yaitu metode ekstraksi Maserasi perendaman dan metode ekstraksi-distilasi Likens-Nickerson. Kedua metode tersebut
berbeda dalam penggunaan suhu pada proses ekstraksinya. Tujuannya adalah mendapatkan metode ekstraksi terbaik yang digunakan untuk mengekstraksi komponen
volatil pembentuk flavor yaitu dialil sulfida dan dialil disulfida. Tahap ini merupakan tahap penyeleksian metode ekstraksi yang nantinya akan digunakan pada penelitian
utama. Penentuan metode ekstraksi ini dilakukan melalui tiga cara. Pertama dengan uji pembedaan difference from control test, sampel yang diuji adalah aroma distilat
dibandingkan dengan aroma bawang putih segar sebagai kontrol, kedua dengan
perbandingan rendemen hasil ekstraksi dari dua metode ekstraksi tersebut, dan ketiga dengan perbandingan kromatogram hasil injeksi GC gas chromatogaphy.
Uji pembedaan difference from control test dilakukan terhadap 10 panelis terlatih yang ada di PT. Garudafood Putra Putri Jaya. Para panelis menilai aroma distilat
dari bawang putih yang telah diekstrak dengan dua metode Maserasi dan Likens- Nickerson. Uji pembedaan ini menggunakan nilai tingkatan enam skor penilaian,
dilakukan dengan membandingkan aroma distilat dari masing-masing varietas Kating dan Shantung terhadap kontrol. Kontrol yang digunakan adalah bawang putih segar dari
masing-masing varietas yang telah dihaluskan. Nilai rata-rata skor penilaian hasil uji pembedaan difference from control dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Skor penilaian aroma distilat bawang putih varietas Kating dan Shantung
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 10a menunjukkan bahwa aroma distilat bawang putih varietas Kating ada yang berdeda dengan kontrol karena nilai Sig. sampel
0.000 0.05. Kemudian dilakukan uji lanjut Dunnett untuk mengetahui sampel mana yang berbeda dengan kontrol. Berdasarkan uji lanjut Dunnett dapat diketahui bahwa
aroma distilat bawang putih varietas Kating yang diekstrak dengan metode Maserasi dan Likens-Nickerson berbeda dengan kontrol. Dari hasil uji Dunnett terlihat bahwa
perbedaan nilai rata-rata bawang putih varietas Kating yang diekstrak dengan metode Likens-Nickerson lebih kecil dibandingkan metode Maserasi terhadap kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa aroma distilat bawang putih varietas Kating yang diekstrak dengan metode Likens-Nickerson lebih mirip dengan kontrol dibandingkan yang diekstrak
dengan metode Maserasi. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa aroma
distilat bawang putih varietas Shantung ada yang berdeda dengan kontrol karena nilai Sig. sampel 0.001 0.05. Kemudian dilakukan uji lanjut Dunnett untuk mengetahui
sampel mana yang berbeda dengan kontrol. Berdasarkan uji lanjut Dunnett dapat diketahui bahwa aroma distilat bawang putih varietas Shantung yang diekstrak dengan
metode Maserasi dan Likens-Nickerson berbeda dengan kontrol. Dari hasil uji Dunnett terlihat bahwa perbedaan nilai rata-rata bawang putih varietas Shantung yang diekstrak
dengan metode Likens-Nickerson lebih kecil dibandingkan metode Maserasi terhadap
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa aroma distilat bawang putih varietas Shantung yang diekstrak dengan metode Likens-Nickerson lebih mirip dengan kontrol dibandingkan
yang diekstrak dengan metode Maserasi. Selain menggunakan uji pembedaan difference from control, penentuan metode
ekstraksi terbaik juga ditentukan dengan membandingkan besarnya nilai rendemen hasil ekstraksi. Rendemen hasil ekstraksi dihitung berdasarkan bobot sampel setelah diekstrak
dibandingkan dengan bobot sampel awal. Nilai rendemen hasil ekstraksi menggunakan dua metode ekstraksi Maserasi dan L-N pada sampel bawang putih varietas Kating dan
Shantung dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan hasil uji t independent samples pada Lampiran 11a, rendemen
bawang putih varietas Kating yang diekstraksi dengan metode Maserasi berdeda dengan metode Likens-Nickerson pada taraf signifikansi 5 karena nilai P 0.05. Rendemen
bawang putih varietas Kating yang diekstraksi dengan metode Maserasi lebih besar dibandingkan metode Likens-Nickerson. Ini menunjukkan bahwa jumlah komponen yang
terekstrak dengan menggunakan metode Maserasi lebih banyak daripada metode Likens- Nickerson.
Berdasarkan hasil uji t independent samples pada Lampiran 11b, rendemen bawang putih varietas Shantung yang diekstraksi dengan metode Maserasi tidak berbeda
dengan metode Likens-Nickerson pada taraf signifikansi 5 karena nilai P 0.05.
Gambar 15. Rendemen hasil ekstraksi bawang putih var. Kating dan Shantung per 50 g
bawang putih segar Hasil yang didapatkan pada pemilihan metode ekstraksi terbaik berbeda antara
uji pembedaan difference from control dan analisis rendemen. Berdasarkan uji pembedaan difference from control, metode ekstraksi terbaik adalah metode Likens-
Nickerson, sedangkan berdasarkan analisis rendemen adalah metode Maserasi. Untuk menentukan metode yang paling tepat digunakan untuk ekstraksi bawang putih varietas
Kating dan Shantung diperlukan analisis kromatogafi gas. Hasil injeksi kromatogasi gas dari bawang putih varietas Kating dan Shantung
dengan menggunakan dua metode ekstraksi Maserasi dan Likens-Nickerson dapat dilihat pada Lampiran 12
a,b , 13
a,b , 14
a,b , dan 15
a,b . Dari hasil injeksi ini, akan
dilihat kromatogram yang didapat untuk menentukan metode ekstraksi yang lebih baik dalam mengekstrak bawang putih dari dua jenis varietas Kating dan Shantung. Pada
Lampiran 12 a,b
, dapat dilihat hasil kromatogram bawang putih varietas Shantung yang diekstraksi dengan metode Likens-Nickerson menggunakan pelarut diethyl ether
sebanyak 50 ml. Pada kromatogram ini, teridentifikasi adanya puncak-puncak yang menunjukan komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida secara kualitatif.
Penentuan komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida yang terdapat pada sampel, secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan standar eksternal. Pada
penelitian ini, tidak digunakan dialil trisulfida sebagai standar eksternal sebab sulit diperoleh dari supplier. Oleh karena itu diputuskan hanya menggunakan dua standar
eksternal, yaitu dialil monosulfida dan dialil disulfida. Dialil trisufida juga merupakan salah satu komponen volatil pembentuk flavor pada bawang putih, tetapi persentasenya
paling kecil pada bawang putih jika dibandingkan dua komponen lainnya dialil monosulfida dan dialil disulfida, seperti terlihat pada Gambar 3. Secara kuantitatif, dialil
monosulfida dan dialil disulfida yang terdapat pada sampel ditentukan dengan menggunakan standar internal benzyl alcohol yang diinjeksikan bersama sampel.
Konsentrasi benzyl alcohol yang digunakan sebesar 2 Kurniawan 1994. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida dapat
dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa jumlah komponen dialil disulfida lebih besar jumlahnya dibandingkan komponen dialil monosulfida. Hasil ini sesuai dengan
diagram alir pada Gambar 3, dimana persentase jumlah komponen dialil disulfida lebih besar dari dialil monosulfida Block 1992.
Tabel 7. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada
bawang putih varietas Shantung dengan metode Likens-Nickerson
Sampel Dialil monosulfida
ppm Dialil disulfida
ppm
Bawang putih var. Shantung
L-N 0.413
69.796
Pada Lampiran 13 a,b
, terlihat hasil kromatogram bawang putih varietas Shantung yang diekstraksi dengan metode Maserasi menggunakan pelarut diethyl ether
sebanyak 50 ml. Secara kualitatif, tidak teridentifikasi puncak yang menunjukkan komponen dialil monosulfida, sedangkan komponen dialil disulfida dapat teridentifikasi.
Komponen dialil monosulfida tidak teridentifikasi pada kromatogram yang dihasilkan, sebab tidak muncul puncak dengan retention time yang berada pada kisaran retention time
standar eksternal dialil monosulfida. Pada kromatogram ini, tidak dapat dihitung jumlah komponen dialil monosulfida secara kuantitatif. Hanya komponen dialil disulfida yang
dapat dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil disulfida pada bawang putih varietas Shantung yang ekstraksi dengan metode Maserasi dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada
bawang putih varietas Shantung dengan metode Maserasi
Sampel Dialil monosulfida
ppm Dialil disulfida
ppm
Bawang putih var. Shantung
Maserasi __
1.144
Jika dibandingkan hasil kromatogram pada Tabel 7 dan 8, terlihat bahwa metode Likens-Nickerson lebih baik dibandingkan metode Maserasi, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Secara kualitatif, dengan metode Likens-Nickerson dapat teridentifikasi komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida dengan baik, sedangkan
metode Maserasi tidak. Secara kuantitatif, metode Likens-Nickerson menghasilkan jumlah komponen dialil disulfida yang lebih besar dibandingkan metode Maserasi untuk
sampel bawang putih varietas Shantung. Komponen dialil monosulfida tidak dapat dibandingkan secara kuantitatif, sebab pada kromatogram dari metode Maserasi tidak
teridentifikasi puncak yang menunjukkan komponen tersebut. Pada Lampiran 14
a,b , terlihat hasil kromatogram bawang putih varietas Kating
yang diekstraksi dengan metode Likens-Nickerson menggunakan pelarut diethyl ether sebanyak 50 ml. Secara kualitatif, teridentifikasi dengan baik puncak-puncak yang
menunjukkan komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida. Hasil analisis kuantitatif tertera pada Tabel 9. Terlihat bahwa jumlah komponen dialil disulfida lebih besar
dibandingkan dialil monosulfida.
Tabel 9. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada
bawang putih varietas Kating dengan metode Likens-Nickerson
Sampel Dialil monosulfida
ppm Dialil disulfida
ppm
Bawang putih var. Kating
L-N 1.719
52.541
Pada Lampiran 15 a,b
, terlihat hasil kromatogram bawang putih varietas Kating yang diekstraksi dengan metode Maserasi menggunakan pelarut diethyl ether sebanyak 50
ml. Secara kualitatif, tidak teridentifikasi puncak yang menunjukkan komponen dialil monosulfida, sedangkan komponen dialil disulfida dapat teridentifikasi. Pada
kromatogram ini, tidak dapat dihitung jumlah komponen dialil monosulfida secara kuantitatif sebab komponen tersebut tidak teridentifikasi puncaknya. Hanya komponen
dialil disulfida yang dapat dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil disulfida dapat dilihat pada Tabel 10. Secara kualitatif dan kuantitatif,
hasil yang didapatkan dengan menggunakan metode Maserasi memiliki kemiripan, yaitu tidak teridentifikasi komponen dialil monosulfida sehingga jumlahnya tidak dapat
ditentukan.
Tabel 10. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada
bawang putih varietas Kating dengan metode Maserasi
Sampel Dialil monosulfida
ppm Dialil disulfida
ppm
Bawang putih var. Kating
Maserasi __
0.613
Jika dibandingkan hasil kromatogram pada Tabel 9 dan 10, terlihat metode ekstraksi Likens-Nickerson lebih baik dibandingkan metode ekstraksi Maserasi, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif, metode Likens-Nickerson dapat mengidentifikasi komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida dengan baik,
sedangkan metode Maserasi tidak. Secara kuantitatif, metode Likens-Nickerson menghasilkan jumlah komponen dialil disulfida yang lebih besar dibandingkan metode
Maserasi untuk sampel bawang putih varietas Kating. Komponen dialil monosulfida tidak dapat dibandingkan secara kuantitatif sebab pada kromatogram dari metode Maserasi
tidak teridentifikasi puncak yang menunjukkan komponen tersebut. Berdasarkan hasil perbandingan kromatogram di atas, terlihat bahwa metode
ekstraksi Likens-Nickerson lebih baik dari metode ekstraksi Maserasi, baik untuk sampel bawang putih varietas Shantung maupun Kating. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis
kualitatif dan kuantitatif terhadap kromatogram yang dihasilkan. Kromatogram dari sampel yang diekstraksi dengan metode Likens-Nickerson menghasilkan puncak-puncak
yang lebih baik secara kualitatif maupun kuantitatif dibandingkan metode Maserasi. Berdasarkan hasil uji pembedaan difference from control dan analisis
kromatografi gas, terlihat bahwa metode Likens-Nickerson lebih baik dari metode Maserasi, baik pada bawang putih varietas Kating maupun Shantung. Sedangkan
berdasarkan analisis rendemen, metode Maserasi lebih baik dari metode Likens- Nickerson. Analisis rendemen tidak sepenuhnya menggambarkan jumlah komponen dialil
monosulfida dan dialil disulfida pada bawang putih, sebab rendemen dipengaruhi oleh perbedaan varietas. Oleh karena itu, diputuskan bahwa metode Likens-Nickerson
merupakan metode terpilih dan akan digunakan pada tahap ekstraksi selanjutnya. Menurut Block 1992, metode Likens-Nickerson merupakan metode ekstraksi
yang lebih sederhana dan praktis daripada metode ekstraksi lainnya, ini disebabkan hasil ekstrak yang diperoleh berupa minyak distilat yang bebas dari senyawa organik seperti
karbohidrat dan lilin. Selain itu, Block 1992 menyatakan bahwa komponen volatil aktif yang terdapat pada bentuk distilat adalah komponen sekunder yang merupakan hasil
degradasi senyawa alisin.
5.1.5 Kondisi Ekstraksi